Penerapan Kurikulum 2013 Bermasalah

Hukum | Jumat, 03 Januari 2014 - 08:23 WIB

JAKARTA (RP) - Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti mengungkap sejumlah fakta terkait implementasi Kurikulum 2013.

Fakta ini terungkap setelah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan secara tergesa-gesa tahun ajaran baru 2013 lalu.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

”Ketidaksiapan dalam desain awal membuat banyak sisi penerapan Kurikulum 2013 bermasalah. Hal ini tecermin dari terpaksanya Kemendikbud menurunkan target implementasi, yang semula 30 persen dari total sekolah menjadi  2 persen (6.213 sekolah) saja,” kata Retno Listyarti saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (2/1).

Masalah-masalah lain yang terjadi di antaranya minimnya sosialisasi mengenai konsep kurikulum baru, buku diktat dan buku teks terlambat dicetak dan didistribusikan ke sekolah-sekolah. Keterlambatan pengadaan buku berdampak tertundanya pelatihan guru karena buku itulah yang menjadi salah satu materi pelatihan.

”Pada tingkat implementasi, banyak guru bingung saat menerapkan Kurikulum 2013 di kelas, guru pendamping yang dijanjikan hadir di kelas-kelas ternyata baru hadir pada November 2013, molor 3 bulan,” sebutnya.

Kemudian, terjadi kekurangan buku di sekolah sasaran yang ditunjuk. Bahkan ada sekolah sasaran yang sama sekali tidak mendapatkan buku Kurikulum 2013 sampai November 2013, misalnya 3 SD di wilayah Ciputat (Banten).

Ada juga sebuah SMP di Depok (Jawa Barat) yang menjadi sekolah sasaran hanya mendapatkan 8 buku mata pelajaran IPA, padahal jumlah muridnya 100 orang.

Di berbagai SMA di DKI Jakarta yang merupakan sekolah sasaran juga kekurangan buku dengan jumlah antara 40 – 80 buku untuk 3 mata pelajaran.

Belum lagi sejumlah masalah terkait penilaian dan pengisian buku rapor. Hal itu terjadi karena adanya perubahan model penilaian, tapi perubahannya tidak diberikan pada saat pelatihan. Format rapor juga  sangat terlambat diterima pihak sekolah.

”Akhirnya sejumlah sekolah sasaran di Jakarta memutuskan menunda pembagian rapor kelas X, seperti terjadi  di SMAN 13, SMAN 41, SMAN 100,” tukas Retno.

Ungkap Dugaan Pungli PGRI di Daerah

FSGI mengungkap dugaan pungutan liar oleh sejumlah pengurus Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di berbagai daerah. Dugaan pungutan liar itu diperkuat dengan sejumlah data atas laporan guru-guru yang keberatan.

”Para pengurus PGRI di sejumlah daerah diduga melakukan pungli. Misalnya, sejumlah guru di daerah mengeluhkan pungutan gaji ke-13 sebesar Rp 50 ribu hingga Rp400 ribu per orang yang dikenakan oleh PGRI,” kata Sekretaris Jenderal FSGI, Retno Listyarti saat merilis catatan akhir tahun dunia pendidikan nasional versi FSGI di Jakarta, Kamis (2/1).

Menurutnya, pungutan serupa juga ditarik dari para guru yang bukan anggota PGRI untuk kegiatan rutin organisasi dan pembangunan sarana organisasi.

Hal ini dilaporkan ke FSGI oleh Fahmi Hatib, guru SMP Negeri 1 Monta, Kabupaten Bima, yang juga mantan Bendahara PGRI Bima.

”Ada bukti Surat Edaran PGRI Kabupaten Bima, seluruh kepala sekolah di kabupaten itu wajib menarik pungutan dari para guru untuk pekan olahraga seni dan kongres pengurus besar PGRI pada 1-5 Juli 2013,” bebernya.

Selain itu, Hariyantoni, guru di Kabupaten Banteng, Bengkulu, juga mengeluhkan tindakan PGRI mengenakan pungutan terhadap gaji ke-13 pada Juli 2013 untuk membangun gedung sekretariat PGRI provinsi. Besarannya sekitar Rp150 ribu per orang.

”Hariyantoni mengatakan para guru di Bengkulu sempat mengancam akan melaporkan pungutan itu kepada penegak hukum karena dianggap sebagai pungutan liar,” ujar Retno.(jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook