Kemendagri Dituding Langkahi Kemenkumham

Hukum | Minggu, 02 Desember 2012 - 21:44 WIB

JAKARTA (RP) -  Direktur Advokasi Pusat Studi Hukum Kebijakan Indonesia, Ronald Rofiandry, menilai, pembahasan terkini Rancangan Undang-undang Organisasi Kemasyarakatan  menunjukan pengaturan yang semakin salah arah dan tumpang tindih.

Dia mencontohkan, pasal 54 RUU Ormas bermaksud mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi peraturan tentang badan hukum perkumpulan yang hingga kini masih diatur dalam Staatsblad 1870 Nomor 64 tentang Perkumpulan-Perkumpulan Berbadan Hukum.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

"Padahal RUU Perkumpulan sendiri sudah sejak lama disiapkan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Terlebih lagi RUU Perkumpulan sudah masuk dalam Prolegnas 2010-2014 Nomor 228," katanya, Minggu (2/12).

Dijelaskan Ronald, pengaturan RUU Ormas yang didorong oleh Kemendagri ini seperti menihilkan kerja persiapan penyusunan RUU Perkumpulan yang telah dilakukan oleh Kemenkumham.

Lebih jauh lagi, RUU Ormas terkesan mendorong kembalinya politik sebagai panglima di atas hukum dengan bermaksud membawahi Perkumpulan dan Yayasan yang merupakan kewenangan Kemenkumham.

Jika RUU Ormas disahkan, berbagai Yayasan dan Perkumpulan yang bergerak di bidang sosial akan terseret ke ranah politik di bawah pengawasan Kementerian Dalam Negeri, khususnya Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol).

Ia menyatakan, kalaupun Kemendagri melalui Ditjen Kesbangpol bermaksud untuk menggunakan pendekatan politik kepada organisasi bentukan masyarakat, maka seharusnya hal itu hanya boleh diterapkan pada organisasi sayap (onderbouw) partai politik.

Menurutnya, hal itu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf j UU Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik yang bunyinya "Partai politik berhak: j. membentuk dan memiliki organisasi sayap partai politik."

Ia menyesalkan ikut campurnya Kemendagri yang berupaya membawahi Yayasan dan Perkumpulan merupakan tindakan yang melangkahi kewenangan Kemenkumham, mengacaukan kerangka hukum, dan mengedepankan politik sebagai panglima. "DPR seharusnya segera menghentikan pembahasan RUU Ormas yang jelas salah kaprah," ungkapnya.

Ronald mengingatkan, jangan karena segelintir Ormas bermasalah lalu kemudian DPR membangkitkan kembali UU Ormas yang merupakan peraturan bermasalah kreasi rezim Orde Baru. DPR sebaiknya kembali kepada kerangka hukum yang benar, yakni UU Perkumpulan untuk organisasi berbasiskan keanggotaan (membership-based organization) dan UU Yayasan untuk organisasi tanpa anggota (non membership organization). (boy/ken/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook