SBY Peringatkan Dampak Kebijakan AS ke Indonesia

Hukum | Rabu, 02 Oktober 2013 - 08:07 WIB

JAKARTA (RP) - Perkembangan ekonomi terbaru dari AS menjadi perhatian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dalam sidang kabinet paripurna kemarin, SBY beserta para menteri ikut membahas kebijakan pemerintah negara adikuasa itu.  Menurut SBY, kebijakan tersebut akan berimbas pada Indonesia, meski tidak signifikan.

"Apa yang disebut government federal shutdown memberikan implikasi pada perekonomian dunia. Dengan demikian, kita harus terus mengikuti perkembangan dan dinamika di negara itu," jelas SBY sebelum memulai sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden kemarin.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Kabar terjadinya inflasi negatif atau deflasi pada September lalu betul-betul menjadi angin segar bagi perekonomian Indonesia. Inflasi yang dalam beberapa bulan terakhir menjadi momok bagi makro perekonomian Indonesia kini mulai jinak. Kepala BPS Suryamin mengatakan, harga barang dan jasa kini cenderung turun seiring dengan memudarnya imbas kenaikan harga BBM Juni lalu serta efek musim Lebaran. "Ini yang mengakibatkan deflasi 0,35 persen periode September 2013," ujarnya kemarin.

Dengan deflasi September ini, laju inflasi tahun kalender (Januari"September) 2013 mencapai 7,57 persen, sedangkan tingkat inflasi year-on-year (September 2013 terhadap September 2012) sebesar 8,40 persen.

Selain deflasi, BPS juga membawa kabar menggembirakan dengan posisi neraca perdagangan Indonesia untuk Agustus mengalami surplus senilai ratusan juta dolar AS."Neraca perdagangan Agustus surplus USD 132,4 juta," kata Suryamin. Meskipun perdagangan Agustus mengalami surplus, secara akumulasi, neraca perdagangan RI masih defisit USD 5,5 miliar.

Publikasi BPS tersebut berdampak signifikan terhadap pasar modal dan pasar uang yang sempat dilanda kepanikan. Menurut informasi dari Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG pada penutupan perdagangan kemarin menguat 0,6 persen atau 29,7 poin menjadi 4.345,89. Demikian juga rupiah, menguat 150 poin menjadi Rp 11.345 dibanding sebelumnya di posisi Rp 11.495 per dolar AS.

Kepala Riset Danareksa Research Institute Purbaya Y. Sadewa menyatakan, dampak shutdown AS terhadap ekonomi global masih terlalu dini. Sebab, tidak lama lagi akan terjadi kompromi antara kubu Republik dan Demokrat. "Karena suatu saat pasti akan kompromi. Keduanya tidak ada yang mau disalahkan dalam keruntuhan pemerintahan mereka sendiri," ucapnya. (gal/c9/kim)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook