Presiden Inspektur Upacara HUT Bhayangkara

Hukum | Senin, 02 Juli 2012 - 07:33 WIB

JAKARTA (RP) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hadir sebagai inspektur upacara dalam peringatan Hari Ulang Tahun ke-66 Bhayangkara di Markas Komando Brimob, Kelapa Dua, Depok, Ahad (1/7).

SBY memberikan amanat berupa lima kunci bagi Polri dalam tugasnya melayani masyarakat.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

‘’Pertama, pelayanan prima dan responsif kepada publik,’’ katanya saat memberikan pengarahan. Kedua, menjunjung tinggi kode etik dalam bertugas. Ketiga, anti-KKN dalam meningkatkan pelayanan publik yang lebih murah dan akuntabel.

Keempat, mencegah aksi-aksi kekerasan. Dan terakhir, menindak tegas kelompok-kelompok yang merugikan masyarakat. ‘’Polri harus menjawab kegelisahan masyarakat. Jangan biarkan ada tindakan kekerasan di tengah masyarakat,’’ katanya.

SBY menilai, tingkat kriminalitas kini makin beragam. Tak hanya bersifat konvensional, kejahatan perbankan, narkotika, terorisme dan dunia maya pun makin mengemuka.

‘’Polri diharap bisa atas ragam kriminal ini, baik berskala nasional hingga terorisme. Polri dituntut peka terhadap lingkungan strategi nasional dan regional,’’ kata alumni Akmil 1973 ini.

Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo mengakui bahwa saat ini pelayanan-pelayanan yang diberikan polisi kepada masyarakat masih banyak kekurangannya.

‘’Tapi semangat kami adalah bagaimana meningkatkan pelayanan tadi sehingga masyarakat di manapun terlayani polisi dengan baik. Hal-hal yang memang menjadi perhatian masyarakat yang belum saya lakukan maksimal, koreksi lagi evaluasi untuk penyempurnaan, sekali lagi untuk pelayanan masyarakat yang terbaik,’’ ujarnya usai upacara Perayaan HUT Bahayangkara ke-66, kemarin.

Menurut Kapolri, amanat Presiden akan menjadi rujukan untuk melakukan perubahan tersebut.

‘’Tentunya ada lima hal yang tadi disampaikan Bapak Presiden. Bagaimana meningkatkan pelayanan masyarakat dari sisi keamanan termasuk tugas-tugas internasional, itu nanti yang akan kita jabarkan seluruh anggota mulai dari Markas Besar sampai pelayanan terdepan Polsek dan Sub Polsek,’’ tambahnya.

Upacara parade yang dipimpin Presiden SBY dimulai pada pukul 08.00 WIB, Ahad (1/7). Namun baik Presiden SBY dan Wapres Boediono telah tiba di lokasi acara 40 menit lebih awal.

Presiden SBY menganugerahkan tanda-tanda kehormatan RI kepada beberapa anggota Polri. Mereka adalah yang dianggap telah amat berjasa dan berprestasi dalam manjalankan tugas-tugasnya sebagai polisi.

Upacara parade dimeriahkan atraksi terjun payung yang akan mengibarkan bendera Merah Putih dan banner Brata selama berada di udara. Para penerjun tidak hanya dari Ditpol Udara Polri, namun juga dari satuan Marinir TNI AL, Paskhas TNI AU, Kopassus dan Kostrad TNI AD.

Lalu ada unjuk keterampilan mengemudikan motor besar oleh satuan Polwan. Tidak ketinggalan tarian kolosal yang mengisahkan kelahiran Polri di masyarakat. Turut hadir sejumlah pimpinan lembaga tinggi negara, anggota DPR, sejumlah menteri dan jajaran petinggi TNI. Tentu saja seluruh petinggi Polri hadir.

Petinggi Polri yang bertindak sebagai perwira upacara adalah Kabag Ops Korbrimob, Kombes Pol Drs Hasanuddin SH. Sedangkan yang bertindak sebagai komandan upacara adalah Kasat Brimob Polda Jabar, Kombes Pol Drs Waris Anggono.

Benahi Pelayanan

Anggota Komisi III DPR yang membidangi hukum, Aboebakar Alhabsy, meminta Polri untuk membenahi pelayanan kepada masyarakat.

Menurutnya, momen peringatan HUT Bhayangkara ke-66 yang bertepatan dengan tahun ketiga Grand Strategi Polri tahap kedua, seharusnya kepolisian fokus pada upaya membangun kemitraan (partnership building) dengan masyarakat.

Aboe -sapaan Aboebakar- menyatakan, pola kemitraan polisi harus dikedepankan. Dengan demikian, tidak ada lagi jarak antara Polri dengan masyarakat.

‘’Tema peringatan hari Bhayangkara sudah bagus, namun jangan sekadar jadi pameo belaka. Semangat revitalisasi Polri menuju pelayanan prima, yang anti KKN dan anti kekerasan harus diinternalisasikan kepada setiap petugas. Pelayanan prima harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat, jangan lagi ada keluhan dalam pengurusan SIM, pelaporan perkara ataupun penerbitan SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian),’’ kata Aboebakar, Ahad (1/7), di Jakarta.

Ia menambahkan, layanan yang mudah dan murah harus dirasakan semua kalangan masyarakat. Jangan sampai ada diskriminasi atau KKN. Demikian pula pada penanganan perkara pidana, Polri harus bekerja secara profesional.

Menurut Aboe, jangan ada kekerasan saat pemeriksaan tersangka, saksi maupun dalam tahanan hingga membawa korban jiwa. Politisi PKS itu wanti-wanti agar jangan ada lagi tahanan yang luka atau bahkan mati dalam tahanan kantor polisi.

‘’Jangan sampai ada kekerasan di markas kepolisian,’’ katanya.

Sementara itu, Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) justru memberi kado buruk bagi Polri. Berdasar data miliknya, sepanjang 2011 hingga saat ini masih banyak tindak kekerasan yang dilakukan aparat berseragam cokelat itu.

‘’Masih banyak konflik dan minim perlindungan,’’ ujar Koordinator Kontras Haris Azhar.          

Lemahnya perlindungan salah satunya pada praktik kebebasan beragama. Dia lantas menyindir kasus kekerasan yang terjadi pada Irshad Manji beberapa waktu lalu.

Tidak ketinggalan, kritikan tajam juga diarahkan pada lemahnya penegakan hukum di Papua dan Aceh. Tidak heran jika kekerasan yang dilakukan polisi mencapai 228 kasus.

Paling tinggi adalah kasus penganiayaan yang dilakukan aparat kepolisian. Dalam kurun waktu satu tahun, ada 80 kasus yang terjadi. Dibawahnya, ada kasus penembakan dengan jumlah 39 kasus. Yang tidak kalah banyak adalah penyiksaan (31 kasus), dan intimidasi 24 kasus.

Tindakan-tindakan represif selama setahun tersebut banyak terjadi saat Polisi melakukan aksi penertiban. Terutama, dalam kegiatan demonstrasi bahan bakar atau agraria.

Banyaknya catatan buruk itu membuat Kontras menuntut Polisi agar berkerja lebih baik dan professional. ‘’Praktik kekerasan bisa dihindari kalau anggota tunduk dan patuh pada ketentuan internal Polri,’’ tuturnya.

Rapor merah juga diberikan kepada Polisi atas lemahnya sikap terhadap organisasi massa atau vigilante. Terbukti, tidak sedikit Ormas yang berani bertindak anarkis dan aparat tidak memberikan hukuman tegas.

Yang ada, klaimnya, Polisi justru banyak melakukan hubungan kerja sama niaga atau politik dengan Ormas bermasalah.

Akibatnya, Ormas jadi tumbuh subur dan tindakan mereka makin tidak terkontrol. Kontras khawatir, Ormas nantinya muncul sebagai kekuatan baru yang nanti tidak lagi bisa dikendalikan Polisi.

Benih-benih lepas kontrol sebenarnya sudah terlihat, ujungnya masyarakat menjadi kehilangan rasa aman terhadap kehadiran Ormas.

Kontras sendiri berharap agar ada pengawasan berkala di dalam tubuh institusi Polri. Arahnya jelas, supaya aparat yang melanggar bisa benar-benar mendapatkan hukuman yang setimpal.

Termasuk, evaluasi keterlibatan Polisi dibeberapa konflik seperti agraria, agama, dan pengamanan di daerah konflik.

Kompolnas Terima 207 Pengaduan

Di bagian lain, lembaga negara yang bertugas mengawasi Polri, Komisi Kepolisian Nasional menerima ratusan laporan pengaduan dari masyarakat. Rata-rata yang dikeluhkan adalah penyalahgunaan wewenang.

‘’Untuk tahun ini, sejak Januari sampai akhir Juni ada 207 laporan,’’ ujar Komisioner Kompolnas Edi Saputra Hasibuan usai HUT Bhayangkara, Ahad (1/07).

Menurut Edi, panggilan akrabnya, sebanyak 207 laporan itu berasal dari seluruh Indonesia. ‘’Kita sedang melakukan rekap ulang per Polda. Nanti akan kita bahas satu persatu,’’ ujar mantan wartawan yang lama bertugas di Mabes Polri ini.

Kompolnas memiliki kewenangan untuk meminta klarifikasi terhadap pejabat kepolisian. Kompolnas juga melapor langsung pada Presiden. ‘’Kita harapkan masyarakat tak ragu-ragu melapor jika mendapatkan pelayanan buruk dari polisi,’’ kata Edi.

Ia menilai prestasi Polri di bawah Kapolri Jenderal Timur Pradopo cenderung menonjol di bidang pemberantasan terorisme dan narkoba. ‘’Idealnya, semua lini harus bagus. Tidak hanya Densus saja, tapi juga resersenya, polisi lalu-lintasnya, sampai ke polsek-polsek,’’ katanya.

Secara terpisah, Ketua Presidium IPW Neta S Pane mengatakan, kinerja institusi yang kini dipimpin Jenderal Polisi Timur Pradopo masih banyak dikeluhkan publik.

Berdasarkan data yang dihimpun IPW, sepanjang 2011 misalnya, ada 97 orang tidak bersalah ditembak polisi, 19 tewas, dan 78 lainnya luka. Mereka menjadi korban kesewenang-wenangan polisi dalam menggunakan senjata api.   

‘’Di tahun 2012, selama semester pertama, ada 18 kasus penzaliman yang dilakukan polisi dengan melibatkan 34 anggotanya. Delapan di antaranya kasus salah tembak, dan 10 lainnya penyiksaan,’’ jelasnya.

Menurut IPW, itu terjadi karena kepedulian atasan terhadap bawahan masih sangat rendah. Fungsi kontrol internal tidak berjalan, begitu juga eksternal.

Aparat kepolisian yang melakukan kesewenang-wenangan tidak dihukum maksimal. ‘’Selama pimpinan tidak tegas menghukum, pelanggaran akan terus muncul,’’ katanya.

Bendera OPM Berkibar

Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Polri ke-66, Ahad (1/7), momennya bersamaan dengan perayaan HUT Organisasi Papua Merdeka (OPM). Di Papua, polisi menurunkan enam bendera bintang kejora yang dikibarkan simpatisan organisasi yang dilarang pemerintah tersebut.

Kadiv Humas Polri Irjen (pol) Saud Usman Nasution di sela-sela perayaan HUT Polri di Markas Komando Brigade Mobil Kelapa Dua Depok, Ahad (1/7) menungkapkan, terdapat enam bendera OPM yang berkibar di enam lokasi.

‘’Dua lokasi di Jayapura, kemudian empat lokasi di Keerom. Sudah ditangani aparat di sana dengan pendekatan persuasif agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan,’’ kata Saud.

Sebelumnya Polri telah mengantisipasi perayaan HUT OPM oleh warga di Papua. Polri telah memberikan imbauan agar masyarakat tidak melakukan pengibaran bendera OPM.

Karena itulah kini polisi tengah mendalami pelaku pengibar bendera di atas pepohonan tersebut. ‘’Kita secara persuasif, kita turunkan (bendera OPM). Kita mengimbau tidak mengibarkan bendera,’’ imbuhnya.(zul/boy/ila)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook