KORUPSI

Ini Jejak Kasus Eks Sekretaris MA Nurhadi, Buronan hingga Ditangkap KPK

Hukum | Selasa, 02 Juni 2020 - 14:35 WIB

Ini Jejak Kasus Eks Sekretaris MA Nurhadi, Buronan hingga Ditangkap KPK

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil mengamankan eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi pada Senin (1/6) malam. Nurhadi diamankan bersama menantunya, Rezky Herbiyono di wilayah Jakarta Selatan.

Saat dilakukan proses operasi penangkapan, Nurhadi bersikap tak kooperatif. Penyidik KPK mendatangi rumah yang disebut tempat persembunyian Nurhadi dan terpaksa mendobrak pintu rumah tersebut.


“Pintu tidak dibuka, KPK koordinasi dengan RT setempat untuk buka paksa agar disaksikan, baru kemudian dibuka paksa,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dikonfirmasi, Selasa (2/6).

KPK berhasil meringkus Nurhadi serta menantunya, Rezky Herbiyono, di dalam rumah tersebut. KPK pun turut membawa istri Nurhadi, Tin Zuraida yang tak kooperatif saat pemanggilan pemeriksaan.

“KPK langsung melakukan penggeledahan dan membawa barang-barang yang ada kaitannya dengan perkara,” ujar Ghufron.

KPK menetapkan tiga orang tersangka terkait pengurusan kasus di MA pada 16 Desember 2019 lalu. Mereka adalah mantan Sekretaris MA Nurhadi (NHD), menantunya Rezky Herbiyono (RHE) dan Direktur PT Mukticon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HS). Diduga telah terjadi adanya pengurusan perkara terkait dengan kasus perdata PT. MIT melawan PT. KBN (Persero) pada tahun 2010 silam.

Nurhadi yang ketika itu menjabat Sekretaris MA dan menantunya diduga menerima sembilan lembar cek atas nama PT. MIT dari tersangka Hiendra untuk mengurus perkara peninjauan kembali (PK) atas putusan Kasasi Nomor: 2570 K/Pdt/2012 antara PT MIT dan PT KBN (Persero).

Poses hukum dan pelaksanaan eksekusi lahan PT MIT di lokasi milik PT KBN (Persero) oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar dapat ditangguhkan. Untuk membiayai pengurusan perkara tersebut tersangka Rezky menjaminkan delapan lembar cek dari PT. MIT dan tiga lembar cek milik Rezky untuk mendapatkan uang dengan nilai Rp 14 miliar. Empat hari kemudian, Nurhadi dipanggil sebagai saksi untuk tersangka Hiendra Soenjoto. Namun, dia mangkir dari panggilan tersebut.

Pada 31 Desember 2019, Nurhadi mengajukan permohonan praperadilan ke PN Jaksel. Nurhadi menggugat status tersangkanya dalam kasus tersebut dan beralasan belum pernah diperiksa KPK sebelumnya.

Kemudian pada 3 Januari 2020, KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Nurhadi dan dua tersangka lainnya. Meski demikian, ketiganya kompak mangkir dari panggilan KPK. Sehingga, penyidik harus menjadwalkan ulang pemanggilan untuk ketiganya.

Setelah itu, Nurhadi mulai menghilang tanpa jejak. KPK berkali-kali mengirimkan surat panggilan, namun Nurhadi selalu mangkir dari panggilan KPK.

Permohonan praperadilan Nurhadi pun ditolak, karena hakim menilai penetapan tersangka sudah sesuai dengan mekanisme hukum. Bahkan, hakim meminta Nurhadi Cs untuk kooperatif dan tak lagi mangkir dari panggilan KPK.

Tak puas terhadap putusan tersebut, Nurhadi melalui menantunya kembali mengajukan praperadilan lagi. Namun praperadilan itu kembali ditolak.

KPK pada 13 Februari 2020 menetapkan Nurhadi bersama menantunya, Rezky Herbiyono dan Direktur PT. Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto dimasukan ke dalam daftar pencarian orang (DPO) karena tidak kooperatif.

Penyidik KPK telah lima kali memanggil Nurhadi. Tiga kali Nurhadi dipanggil sebagai saksi. Sementara dua panggilan lainnya, sebagai tersangka. Namun tersangka pengurusan kasus di MA itu selalu mangkir tanpa keterangan.

Bahkan, pada Kamis (13/2) anak Nurhadi, Rizki Aulia Rahmi juga mangkir dari panggilan KPK. Ketidakhadirannya itu pun tanpa keterangan yang diterima dari penyidik KPK.

Untuk menggugah semangat pencarian Nurhadi, Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) memberikan sayembara dengan memberikan unit telepon genggam merk iPhone 11 bagi masyarakat yang mampu memberikan informasi keberadaan Nurhadi Cs.

KPK pun melakukan proses pencarian Nurhadi di kantor Rahmat Santoso & Partners Surabaya. Kantor hukum tersebut merupakan milik adik ipar Nurhadi di Surabaya, Jawa Timut. KPK turut menyita sejumlah dokumen penting dari hasil penggeledahan tersebut.

Kemudian pada 26 Februari 2020, KPK sempat melakukan pencarian Nurhadi di rumah mertuanya yang berlokasi di Tulungagung, Jawa Timur. Namun, proses penangkapan itu tak membuahkan hasil.

Tak berhenti di situ, KPK pun melanjutkan operasinya di Jakarta pada 27 Februari 2020, namun proses pencarian terhadap Nurhadi belum membuahkan hasil. KPK kemudian menyegel belasan kendaraan mewah saat melakukan penggeledahan di sebuah villa di Ciawi, Bogor, Jawa Barat pada 9 Maret 2020. Penyegelan itu dilakukan karena diduga milik Nurhadi.

Sejumlah motor mewah dan empat mobil mewah yang terparkir di gudang di sebuah vila di Ciawi, Bogor, Jawa Barat pun turut disita KPK. Selain itu, KPK juga telah memblokir rekening milik Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono.

KPK menduga kendaraan mewah itu ada kaitanya dengan dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Nurhadi. Nurhadi dan Rezky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara Hiendra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook