Sedot Anggaran Terbesar, Pendidikan Tambah Amburadul

Hukum | Kamis, 02 Mei 2013 - 00:43 WIB

JAKARTA (RP) - Hari Pendidikan Nasional rutin diperingati setiap tanggal 2 Mei. Namun peringatan ini belum dijadikan momen membawa perubahan signifikan terhadap pendidikan nasional.

Anggota Komisi X DPR RI, Raihan Iskandar, Rabu (1/5) mengatakan, belum tercapainya cita-cita pendidikan nasional disebabkan oleh  manajemen pendidikan yang belum profesional. Salah satunya adalah manajemen anggaran pendidikan.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

"Memang sesuai amanat UU, pemerintah pusat telah menganggarkan dana sebesar 20 persen dari APBN dan APBD. Dana ini cukup besar, meskipun tidak murni 20 persen untuk pendidikan, karena sudah termasuk juga dana transfer ke daerah," kata Raihan kepada JPNN, Rabu (1/5).

Ditambah lagi, lanjutnya, dengan adanya tumpang tindih (double counting) anggaran pendidikan di daerah yang mengalokasikan dana pendidikan 20 persen, namun diambil dari anggaran APBN. Padahal idealnya anggaran pendidikan di daerah yang 20 persen diambil dari APBD secara terpisah, bukan tumpang tindih dengan APBN.

"Ini juga mengindikasikan manajemen anggaran pendidikan kita yg masih belum profesional," ujar politisi PKS ini menegaskan.

Persoalan lain yang dihadapi dunia pendidikan saat ini adalah belum terpenuhinya Sandar Pelayanan Minimum (SPM) pendidikan nasional. Padahal UU nomor 20 tentang Sisdiknas tahun 2003 kini sudah berusia 10 tahun.

Di sisi lain pembangunan sarana prasarana sekolah seperti ruang kelas, laboratorium, hingga perpustakaan, belum terpenuhi. "Bahkan kualitas guru juga belum terperhatikan sebagaimana mestinya," tuturnya.

Raihan menambahkan bahwa alih-alih fokus memenuhi SPM tersebut, pemerintah malah sibuk membuat program-program yang tidak terkait dengan amanat UU seperti UN dan RSBI. Begitu juga dengan program yang tidak direncanakan sebelumnya seperti Kurikulum 2013.

"Kondisi ini juga tecermin pada penyusunan dan persiapan implementasi kurikulum pendidikan 2013. Soal konten dan struktur kurikulum masih ada bolong-bolong di sana-sini," paparnya.

Sebagai contoh, kurikulum untuk SMK belum ada. Silabus juga belum disiapkan. Lalu soal anggaran yang berubah-ubah dari 611 miliar menjadi 1.4 triliun pada bulan Januari 2013 dan berubah lagi menjadi 2.49 triliun pada Februari 2013.

Belum lagi soal persiapan buku dan pelatihan guru yang terkesan dipersiapkan dengan tergesa-gesa karena waktu yg sangat singkat dan mepet.

"Sampai sekarangpun Raker antara Komisi X dengan Mendikbud untuk membahas rekomendasi BPKP soal anggaran kurikulum juga belum terlaksana," ujar Raihan yang mendesak pemerintah mengutamalan pentingnya profesionalitas dalam pengelolaan pendidikan.(Fat/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook