JAKARTA (RP)- Aneka kasus yang mencuat yang berkaitan dengan sengketa tanah harus segera diakhiri.
Bagaimana caranya? Pemerintah menyiapkan beberapa langkah. Yang terdekat adalah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Reforma Agraria sebagai upaya untuk menata penguasaan dan kepemilikan tanah secara adil.
Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Djoyo Winoto menuturkan, lewat reforma agraria, masyarakat diberi akses mengelola tanah.
Dalam arti yang lebih luas, masyarakat diberi akses untuk memiliki tanah. ‘’Utamanya adalah menata kembali pengusaan tanah bagi masyarakat,’’ kata Djoyo.
Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Reforma Agraria tersebut sudah dipresentasikan di depan sidang kabinet paripurna yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan mendapat dukungan positif dari forum.
Djoyo mengatakan, RPP sudah matang dan ditargetkan pada Januari ini terbit PP Reforma Agraria itu.
Djoyo menjelaskan, salah satu poin penting yang diatur dalam PP itu adalah pemberian akses atas tanah. ‘’Apakah tanahnya langsung diberikan hak milik atau transisi dulu hak pakai atau selamanya hak pakai,’’ katanya.
Sehubungan dengan contoh kasus sengketa yang terjadi di Mesuji, Djoyo mengatakan sebagai hal yang berbeda. Sebab, kasus tersebut merupakan persoalan antara perusahaan dan lahan plasma.
Namun, nanti sejak awal dipastikan bahwa lahan semacam itu sudah jelas. ‘’Dengan begitu, reforma agraria dapat memastikan tidak ada sengketa,’’ terangnya.
Presiden SBY dalam kesempatan sidang kabinet mengatakan, jika aturan tersebut dijalankan, pembangunan infrastruktur yang menggunakan tanah untuk kepentingan publik maupun akses terhadap kepemilikan dan penggunaan tanah oleh rakyat akan berkembang secara positif.
‘’RPP Reforma Agraria ini penting karena menyangkut soal akses tanah kepada rakyat, termasuk kepemilikan tanah. Hal ini untuk memastikan keadilan dan pemerataan pembangunan,’’ katanya.
Terpisah, Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo tidak terlalu optimistis dengan RPP Reforma Agraria yang dijanjikan pemerintah. ‘’Selama ini persoalan reforma agraria selalu menjadi jargon,’’ ucap Ganjar.
Suatu ketika, ungkap Ganjar, Kepala BPN Djoyo Winoto menyampaikan kepada DPR bahwa presiden tidak akan mengubah UU No 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria.
‘’Dari sana, harapan terhadap pengelolaan agraria tampaknya akan tetap baik. Namun demikian, tingkat pelaksanaannya belum mengarah ke sana,’’ sindir politikus PDIP itu.
Ganjar menyatakan belum mengetahui secara persis substansi materi RPP Reforma Agraria.
‘’Saya tidak tahu apa isinya RPP itu. Soal perlindungan atau pemanfaatan. Karena wilayahnya murni di pemerintah,’’ ujarnya.
Kendati demikian, Ganjar mengingatkan bahwa RPP Reforma Agraria mutlak mengacu kepada UU Pokok Agraria.
Hal tersebut semakin relevan dengan banyaknya letupan konflik agraria yang diwarnai bentrok fisik antara masyarakat dan aparat kepolisian belakangan ini.
‘’Dengan konflik agraria yang semakin banyak, pemerintah seharusnya konsisten menjalankan UU Pokok Agraria,’’ tegasnya.
Ganjar menambahkan, UU Pokok Agraria menyebut secara eksplisit bahwa tanah mempunyai fungsi sosial.
Karena itu, penggunaan dan pengelolaan tanah harus memiliki ciri-ciri yang berperikemanusiaan. Termasuk, mempertimbangkan hak asal usul tanah.(fal/jpnn)