Dahlan Komitmen Berantas Korupsi BUMN

Hukum | Kamis, 01 November 2012 - 09:02 WIB

JAKARTA (RP) - Menteri BUMN Dahlan Iskan mengaku akan selalu berkomitmen memberantas korupsi di BUMN yang dipimpinnya.

Bahkan dia ikhlas bila kebijakan yang dimbilnya —baik saat menjadi Direktur Utama PLN dan Menteri BUMN— akan membawa di ke penjara.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

‘’Saya sejak awal nggak mau ramai-ramai, saya hanya bekerja keras untuk memajukan BUMN. Saya nggak mau energi saya habis hanya karena urusi itu (kisruh dirinya dengan DPR, red),’’ kata Dahlan di Rumah Makan Ayam Goreng Berkah Blok M, Rabu (31/10) malam.

Namun kelakuan oknum anggota dewan yang memeras BUMN sudah sangat keterlaluan. Dia mencontohkan, saking ngototnya meminta upeti, lanjut Dahlan, sang oknum DPR-RI tersebut bahkan menelepon ke direksi BUMN untuk memastikan setoran upeti telah masuk ke rekeningnya.

‘’Padahal saat itu dia lagi tugas keluar negeri. Kok ya sempet-sempetnya nagih karena uangnya belum masuk,’’ tuturnya.

Dia mengungkapkan ada direksi BUMN yang mencoba merekam suara saat terjadinya peristiwa oknum DPR yang meminta upeti.

Itu dilakukan sebagai bukti kalau suatu saat diperlukan. Sayang, suara yang berhasil direkam tidak terlalu baik. ‘’Para direksi itu ada yang mencoba merekam, namun suaranya kresek-kresek,’’ lanjutnya.

Namun, dengan tegas Dahlan menegur sang direksi karena menurutnya cara yang terbaik adalah pembuktian dengan saksi sudah cukup.

‘’Teman-teman direksi itu pintar tidak mau ketemu sendiri dengan bersama direksi yang lain. Tidak semua direksi, minimal ada saksinya dua orang. Itu sudah cukup,’’ jelasnya.

Terkait inefisiensi di PLN, di beberapa kesempatan, Dahlan mengaku siap menjelaskan soal temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rp37 triliun. Ia juga akan memberikan klarifikasi terkait hal itu kepada Komisi VII DPR.

‘’Ya nanti datang lah. Masak dipanggil DPR tidak datang,’’ ujarnya di kantor Kemenko Perekonomian, Kamis (25/10).

Dahlan dua kali tidak menghadiri rapat kerja dengan Komisi VII yang ingin meminta klarifikasi terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyoroti hilangnya potensi penghematan Rp37 triliun yang dialami PLN pada periode 2009-2010.

Dahlan punya alasan di balik ketidakhadirannya itu. Saat jadwal rapat kerja pertama, dirinya mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam kunjungan kerja ke Jogjakarta.

Pada jadwal rapat kedua, Dahlan berada di Jambi untuk melihat program peternakan sapi. Kunjungan tersebut dijadwalkan sejak lama.

Selain itu, Dahlan belum mengetahui bahwa Komisi VI yang menjadi mitra langsung Kementerian BUMN sudah memberikan persetujuan untuk memenuhi panggilan Komisi VII yang membidangi sektor energi.

Tentang temuan BPK mengenai inefisiensi PLN, Dahlan menyebutkan bahwa potensi kerugian Rp37 triliun itu sejatinya malah kurang besar. ‘’Masak cuma Rp37 triliun, harusnya Rp100 triliun. Itu kan ruginya sejak lama, sejak zaman (Kerajaan) Majapahit,’’ ujarnya setengah bercanda.

Menurut dia, anggota dewan semestinya mengetahui dengan jelas penyebab potensi kerugian Rp37 triliun yang dialami PLN. ‘’Komisi VII pasti tahu, sangat tahu,’’ tegas mantan Direktur Utama PLN itu.

Wakil Menteri ESDM Rudi Rubiandini menjelaskan, hilangnya potensi penghematan Rp37 triliun itu terjadi karena PLN tidak mendapat pasokan gas untuk pembangkit listriknya. ‘’Jadi, harus pakai solar yang harganya lebih mahal,’’ jelasnya.

Ia menyebutkan, saat itu memang ada kebijakan prioritas alokasi gas. Menteri ESDM ketika itu, Darwin Z Saleh, mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor: 3/2010 tentang Alokasi dan Pemanfaatan Gas Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri.

Dalam pasal 6 ayat 3, pemerintah menetapkan kebijakan alokasi dan pemanfaatan gas bumi dengan prioritas untuk peningkatan produksi Migas, industri pupuk, penyediaan listrik, dan industri lainnya.

Artinya, di tengah pasokan gas yang terbatas, PLN hanya menjadi prioritas ketiga. Mau tidak mau, PLN harus menggunakan solar untuk menjalankan pembangkit listrik agar pasokan terjaga atau tidak terjadi pemadaman.

Saat menjadi Dirut PLN, salah satu fokus utama Dahlan adalah mengurangi pemborosan yang sudah bertahun-tahun terjadi di perusahaan pelat merah tersebut.

Hal itu terjadi karena PLN tidak mendapat pasokan gas dan terpaksa menggunakan solar yang harganya jauh lebih mahal. Dahlan menyatakan rela mengemis gas kepada Kementerian ESDM atau BP Migas agar PLN menghemat.

Jika memang langkahnya dianggap salah, Dahlan siap bertanggung jawab. Sebagai Dirut PLN ketika itu, dirinya dihadapkan pada pilihan sulit. Yakni, menggunakan bahan bakar solar yang berarti menyedot banyak biaya atau listrik Jakarta padam.

‘’Kalau itu salah, saya harus berani menanggung risikonya. Masuk penjara pun saya jalani dengan seikhlas-ikhlasnya. Sebab, jadi pemimpin tidak boleh hanya mau jabatannya tapi tidak mau dengan risikonya. Risiko itu akan saya tanggung. Masuk penjara pun saya ikhlas,’’ tegas Dahlan.(owi/fal/dyn/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook