Dosen IPB Pemasok Bom Molotov Ditetapkan Tersangka

Hukum | Selasa, 01 Oktober 2019 - 18:00 WIB

JAKARTA(RIAUPOS.CO)– Abdul Basith, dosen Institute Pertanian Bogor (IPB) akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Dosen itu diduga menggerakkan pembuatan bom molotov untuk aksi Mujahid 212 pada Sabtu (28/9) kemarin. Bom itu dibuat untuk memicu kerusuhan atau chaos saat aksi digelar.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo membenarkan bahwa dosen Institute Pertanian Bogor (IPB) berinisial AB dan sejumlah rekan lainnya telah ditetapkan sebagai tersangka. “Semua sudah tersangka,” tutur Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (1/10).

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Abdul Basith dijerat pasal berlapis seperti Pasal 1 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 atas tindak pidana membuat, menguasai, membawa, menyimpan, mengangkut, menyerahkan dan atau berusaha menyerahkan bahan peledak. “KUHP 169, ada beberapa pasal yang diterapkan di sini sesuai dengan perbuatan masing-masing. Di sini cukup banyak, baik pasal KUHP maupun pasal-pasal terkait menyangkut masalah Undang-Undang Darurat kepemilikan terhadap bahan peledak,” jelas dia.

Abdul sendiri berperan sebagai pemasok bom molotov untuk aksi Mujahid 212 pada Sabtu 29 September 2019 lalu. Dia merekrut pelaku lain berinisial S alias L, untuk memproduksi bom molotov. Selain itu, pelaku lain juga direkrut berinisial OS dengan tugas mencari dana untuk eksekutor di lapangan. “S alias L kemudian merekrut JAF, AL, NAD, dan SAM. Sedangkan OS merekrut YF, ALI dan FEB,” tutur Dedi.

Sedangkan tersangka SS sendiri, polisi menyerahkan sepenuhnya kepada Polisi Militer Angkatan Laut (Pomal). SS merupakan purnawirawan TNI yang diduga turut berupaya menciptakan kerusuhan dalam aksi Mujahid 212. “Diduga untuk menggagalkan proses pelantikan anggota dewan hari ini,” pungkas Dedi.

28 Bom Molotov

Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono membeberkan peran dosen IPB yang ditangkap atas dugaan akan membuat kekacauan dalam aksi demo mujahid 212. Tenyata, Abdul berperan sebagai sosok yang menyimpan bom molotov.

Dia bukan yang merancang bom. Bom molotov itu diketahui rencananya akan dipakai untuk sabotase aksi mujahid 212. “Jadi dia menyimpan molotov ya,” kata Argo saat dihubungi, Senin (30/9).

Setidaknya ada 28 bom molotov yang disimpannya. Tapi, tak dirinci dimana bom molotov disimpan. Argo menyebut AB ikut permufakatan dengan lima orang lain yang diciduk. Hendak dilakukan provokasi dalam kegiatan tersebut agar ricuh.

“Dia menyimpan bom molotov 28 untuk mendompleng kegiatan mujahid kemarin untuk melakukan pembakaran dan provokasi di situ,” pungkasnya.

Bom Molotov Untuk Kerusuhan

Diberitakan sebelumnya, polisi menangkap seorang Dosen Intitut Pertanian Bogor (IPB) yang diduga menginisiasi dan menggerakkan pembuatan bom molotov untuk aksi Mujahid 212 pada Sabtu (28/9) kemarin. Bom itu dibuat untuk memicu kerusuhan atau chaos saat aksi digelar.

Kasat Reskrim Polres Metro Tangerang AKBP Dicky Ario Yustianto menyampaikan, operasi penangkapan salah satu otak yang diduga pembuat bom itu dilakukan oleh Jatanras Polda Metro Jaya yang juga melibatkan Densus 88 Antiteror Polri. “Polres hanya back up saja,” kata Dicky melalui pesan singkat, Minggu (29/9).

Berdasarkan informasi yang dihimpun, tersangka diamankan di Jalan Hasyim Asyari, Tangerang Kota, pukul 01.00 WIB. Barang bukti yang disita petugas salah satunya bom molotov siap pakai untuk aksi Mujahid 212 berjumlah 29 buah. “Kami juga tidak diperbolehkan untuk mengambil dokumentasi,” jelas Dicky.

Sementara itu, Kepala Biro Humas IPB Yatri Indah Kusumastuti mengaku belum mengetahui laporan soal dosen kampusnya yang ditangkap polisi karena kasus kepemilikan bahan peledak. “Saya belum bisa memberikan komentar apa pun. Saya baru dengar mas. Saya cek dulu ya,” kata Yatri , Minggu (29/9).

Informasi yang dihimpun, dosen IPB itu bernama Abdul Basith kelahiran Kendal 1975, yang mengajar di Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM). Barang bukti yang diamankan berupa 29 buah bahan peledak jenis bom molotov, handphone Xiaomi S3, KTP, dan dompet. Selain dosen IPB, ada beberapa pria lainnya yang ditangkap polisi terkait kasus ini antara lain Sugiono atau Laode, Yudhi Febrian, Aliudin, Okto Siswantoro, dan H Sony Santoso.

Dekan Prihatin

Penangkapan dosen Fakultas Ekonomi Manajemen (FEM) IPB Abdul Basith karena dugaan menyimpan dan membuat bom molotov membuat rektor IPB Arif Satria kaget dan prihatin. Namun, pihak rektorat kampus menegaskan, itu tak ada kaitannya dengan tugas yang bersangkutan sebagai dosen di IPB. “Saya terus terang kaget mendengar kabar itu,” ujar Arif Satria, Ahad, (29/9).

Karena itu, dirinya akan mendatangi markas Polda Metro Jaya tempat Abdul Basith ditahan malam ini. Pihaknya juga akan berkordinasi dengan aparat kepolisian. “Jadi malam ini saya ke Polda Metro Jaya,” ujar Arif.

Hal senada juga ditambahkan oleh Kepala Biro Humas IPB Yatri Indah Kusumastuti melalui keterangan tertulisnya menegaskan, Abdul Basith merupakan dosen IPB. Pria kelahiran Kendal 1975 itu mengajar pada FEM IPB. Namun, penangkapan itu diyakini tidak ada kaitannya dengan aktivitas akademik IPB. “Perlu kami sampaikan, bahwa dugaan aktivitas yang dilakukan adalah tidak ada kaitannya dengan tugas yang bersangkutan sebagai dosen IPB dan menjadi tanggung jawab penuh yang bersangkutan sebagai pribadi,” ucap Yatri.

Kendati demikian, IPB menyerahkan sepenuhnya kasus Basith kepada pihak yang berwenang. IPB menghormati proses hukum yang berlaku. “Terkait masalah ini IPB menghormati proses hukum yang berlaku,” tukasnya.

Pihak Keluarga

Sementara itu, salah satu dosen Tekonologi Industri (TIN) Angga yang mewakili pihak keluarga Abdul Basith mengatakan, bahwa saat ini Pak Basith ada di tempat yang aman, dan sedang menunggu besok pemeriksaan. “Jadi saya menyampaikan amanah dari istri pak Abdul Basith, yakni Ibu Illah Saillah, bahwa bapak saat ini ada di tempat yang aman,” ujar Angga melalui pesan rekaman suaranya.

Angga juga mengatakan, sesuai perintah Ibu Illah, semua pihak yang bersimpati dan berempati dengan Pak Abdul Basith tidak perlu harus datang ke rumah. Atau melakukan hal-hal di luar kewajaran. “Amanahnya, tidak perlu datang ke rumah dan tak perlu melakukan pergerakan apa pun sampai ada kabar dari tim advokasi yang Insyallah ada Pak Busyro Muqodas dari Muhammadiyah,” tandasnya.

Editor : Deslina

sumber: jawapos.com

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook