JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Di tengah maraknya ‘suara’ yang vokal untuk menghentikan kekerasan dalam hubungan, justru masih ada pasangan yang tanpa sadar terjebak dalam ikatan cinta tak sehat. Sebab, kekerasan dalam hubungan bukan hanya sebatas fisik. Tapi bisa juga terjadi secara seksual, emosional, finansial hingga pengendalian perilaku oleh pasangan.
Dalam kampanye Yves Saint Laurent (YSL) Beauty Indonesia ‘Abuse is Not Love’, Yosephine Dian Indraswari selaku Executive Director Yayasan Pulih, mengungkapkan, kekerasan dalam hubungan yang melibatkan emosional umumnya tidak disadari oleh pasangan. Sebab, kekerasan ini justru dinormalisasi sebagai bentuk cinta.
Bahkan, kekerasan dalam hubungan prevalensi terbesar terjadi pada generasi muda berusia 16 hingga 24 tahun. Efeknya tentu tidak sehat bagi kesehatan mental. Bahkan korban bisa menjadi pelaku dikemudian hari.
“Ini (kekerasan dalam hubungan) terjadi pada perempuan dan lelaki, dan terus terjadi karena adanya ketidakpahaman masyarakat tentang hubungan yang sehat,” ujar Dian.
Diungkapkan Dian, berdasarkan data Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan 2023 kekerasan dalam hubungan mendominasi pengaduan ke Komnas Perempuan. Dengan kateori ranah personal, terdapat 713 kasus kekerasan yang dilakukan oleh mantan pacar, 622 kasus kekerasan terhadap istri, dan 422 kasus kekerasan dalam pacaran.
Untuk itu, perlu upaya peningkatan kesadaran masyarakat guna mencegah terjadinya kesalahpahaman dan pandangan, yang menganggap perilaku kekerasan sebagai hal yang normal dalam hubungan.
Lantas, apa saja tanda kekerasan dalam hubungan yang sering terjadi tanpa disadari?
Dalam pemaparan kampanye ‘Abuse is Not Love’, setidaknya ada 9 tanda kekerasan dalam hubungan yang sering terjadi.
Pertama, mengabaikan pasangan. Misalnya pasangan Anda sedang marah, lalu mengabaikan dengan diam tanpa penjelasan.
Kedua, Mengancam. Misalnya pasangan akan mengancam jika anda menolak permintaannya ataupun melakukan apa yang dimintanya. Biasanya yang sering terjadi di generasi adalah ancaman minta pisah.
Ketiga, Meremehkan. Ini terjadi ketika pasangan Anda mengejek hingga merendahkan sehingga membuat Anda merasa tidak berguna.
Keempat, Memanipulasi. Ini terjadi saat pasangan Anda selalu berupaya mengendalikan pikiran dan tindakan kamu di segala kondisi. “Kita selalu dianggap salah, kita terpaksa mengikuti,” ujar Dian.
Kelima, Mencemburui. Cemburu sering diartikan tanda cinta, tapi ternyata ini bisa jadi tanda kekerasan. Misalnya jika pasangan Anda selalu cemburu dalam segala kondisi.
Keenam, Mengontrol. Pasangan mengontrol kemana saja Anda pergi hingga mengatur pakaian yang ia suka atau tidak. “Ini ciri kekerasan. Ketika kita tidka setuju, tapi terpaksa dan it uterus menerus, maka itu salah satu tanda kekerasan,” papar Dian.
Ketujuh, Mengintrusi. Ini seperti melacak keberadaan kita tanpa persetujuan atau meminta password media sosial. Namun, ungkap Dian, jika kedua belah pihak setuju dan tidak merasa keberatan maka hal tersebut bukan kekerasan.
Kedelapan, Mengisolasi. Ini terjadi saat pasangan memisahkan Anda dari teman dan keluarga.
Kesembilan, Mengintimidasi. Pasangan membuat Anda takut bersikap dan mengemukakan pandangan.
Abuse is Not Love, sebuah global program yang bertujuan untuk melawan kekerasan dalam hubungan dengan pasangan. Di Indonesia, program Abuse Is Not Love akan memberikan pelatihan dengan memperkenalkan 9 tanda kekerasan dalam hubungan dengan pasangan. Diharapkan, bisa membantu publik memahami hubungan yang sehat serta mendukung program konseling bagi yang membutuhkan melalui kemitraan dengan Yayasan Pulih.
"Kami percaya dengan mengikuti pelatihan ini, masyarakat dapat lebih mengenali hubungan yang sehat dan memberikan dukungan bagi mereka yang mengalami kekerasan tersebut,” ujar Maria Adina, General Manager L’Oréal Luxe Division Indonesia.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Eka G Putra