PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) terus menancapkan eksistensinya di muka bumi. Penyebaran di tanah air, setiap hari diatas 1.500 pasien positif terdata dari tim Gugus Tugas Penanggulangan nasional. Di Riau, Senin (3/7/2020) kemarin menyentuh angka tertinggi, 50 pasien positif. Penyebarannya terus masif, kepedulian dan proteksi diri harus ditingkatkan.
Salah seorang pegiat perjalanan haji dan umroh di bumi lancang kuning, H Ibnu Mas’ud, yang bermastautin di Kota Pekanbaru, sejak dua pekan lalu dirawat di rumah sakit. Sepekan kemudian, beliau dinyatakan positif corona. Banyak kisah yang dapat dipetik dari cerita pria yang akrab disapa sebagian kalangan, Buya ini. Berikut kisah H Ibnu dikutip penuh Riaupos.co dari cerita yang ditulisnya di hari Ke-13 dirawat.
Bismillah,
Saya Ibnu Mas'ud Alhamdulillah qhadharallah masih dirawat di RSUD AA akibat terkena wabah Covid-19.
Saya ingin berbagi pengalaman bersama saudara-saudaraku tentang apa yang saya alami dan apa yg saya rasakan sebelum di vonis positif Covid-19.
Awal mula munculnya wabah ini, saya percaya penuh bahwa ini wabah berbahaya dan mudah menyebar. Tapi kebiasaan berjalan dan keluar rumah tidak pernah berhenti. Sering diingatkan agar tetap dirumah dan keluar bila perlu saja. Pakai masker dan sesering cuci tangan, adalah sesuatu yang tidak disiplin dilakukan. Karena badan ini terasa enak-enak saja.
Kadang untuk hal yang penting, saya penuhi ajakan kawan keluar untuk hanya sekedar ngopi atau sarapan. Duduk tanpa jaga jarak yang aman. Tidak pakai masker yang benar. Masker hanya digantung di dagu atau dileher. Bahkan awal Juli saya ke Jakarta untuk urusan yang sebenarnya masih bisa ditunda.
Saya yakin saja dengan hasil rapid test yang non reaktif. Padahal juga tahu bahwa rapid test hanya tes awal dan hasilnya tidak 100 persen akurat.
Akhirnya 21 Juli 2020 malam, saya merasakan badan kurang enak. Selera makan mulai terganggu. Esoknya saya langsung ke rumah sakit untuk minta dirawat. Setelah diperiksa, dokter sampaikan hasilnya saya terkena DBD. Dengan trombosit yang turun menjadi 109.000. saya yakin bahwa ini DBD.
Selama tiga hari DBD-nya diobati Alhamdulillah hasilnya memuaskan. Hari keempat muncul gejala lain. Batuk disertai dahak berdarah. Tenggorokan terasa kering. Saya minta dokter periksa lagi. Siang itu juga saya di tes swab dan di foto thorax. Setelah itu langsung dipindahkan ke kamar isolasi. Dengan kondisi dan daya tahan tubuh menurun. Makan sudah susah sekali. Minum air terasa tidak manis lagi.
Sambil menunggu hasil tes Swab saya minta dipindah ke RSUD Arifin Ahmad. Dengan pertimbangan tim pencegahan wabah Covid-19 lebih banyak dan lengkap dan punya bangunan khusus untuk pasien. Alhamdulilah ahad malam saya dipindah dengan kondisi cukup lumayan menderita dan rasa badan tidak menentu.
Di RSUD AA langsung diberikan obat, dan infus. Alhamdulillah Senin paginya rasa badan lumayan enak. Walau untuk makan masih hilang selera. Modal zikir, doa dan baca Alquran jadi penambah semangat dan membuat saya bertambah yakin bahwa ini ujian yang Allah berikan. Alhamdulillah sampai hari ke-13 ini kondisi bertambah baik. Dan sudah empat hari infus tidak dipasang lagi.
Saudaraku, dari kejadian yang saya alami diatas. Saya mulai menyadari bahwa selama ini saya sudah banyak lakukan kesalahan. Abai dan cuai untuk patuhi protab Covid-19. Dan terkadang cenderung meremehkan.
Akibatnya saya sendiri benar benar mengalaminya. Alhamdulillah rupanya apa yang saya alami masih ringan dibanding beberapa pasien Covid-19 lain, yang juga dirawat digedung yang sama.
Teringat saya dengan nasihat Rasulullah tentang bagaimana seharusnya kita menghadapi wabah mematikan, Rasulullah SAW mengingatkan, "Tha'un (wabah penyakit menular) adalah suatu peringatan dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala untuk menguji hamba-hamba-Nya dari kalangan manusia. Maka, apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari darinya." (HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid).
Rasulullah juga menganjurkan untuk isolasi antara yang sedang sakit dengan yang sehat agar penyakit yang dialaminya tidak menular kepada yang lain. Hal ini sebagaimana hadis: "Janganlah yang sakit dicampur-baurkan dengan yang sehat." (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
Dengan demikian, penyebaran wabah penyakit menular dapat dicegah dan diminimalisir.
Aktivitas inilah yang sekarang dikenal dengan social distance, yakni suatu pembatasan untuk memutus rantai penyebaran wabah Covid-19. Caranya adalah jauhi kerumunan, jaga jarak, dan di rumah saja. Kegiatan social distance tak hanya dalam muamalah seperti pendidikan, ekonomi, politik, hukum, sosial, budaya, pemerintahan, dan sebagainya yang langsung berhubungan dengan sesama manusia, tetapi juga dalam ibadah.
Dengan demikian, salat berjamaah di masjid boleh diganti dengan salat di rumah. Salat Jumat pun boleh diganti dengan salat Zhuhur di rumah guna menghindari wabah penyakit. Inilah yang kemudian dalam hadis yang dijadikan kaidah fikih, yakni la dharara wala dhirar; 'tidak boleh berbuat mudarat dan hal yang menimbulkan mudarat' (HR Ibn Majah dan Ahmad ibn Hanbal dari Abdullah ibn 'Abbas), dijadikan pedoman untuk menghindari mudarat yang lebih besar.
Hadits ini lah saya tidak serius amalkan dan kerjakan. Walau sudah baca berulang-ulang. Padahal disini jelas dan terang bagaimana Rasulullah menjelaskan dan berikan nasihat.
Kesimpulannya. Bahwa apa yang saya alami ini adalah ujian dan pelajaran berharga yang perlu saya berbagi kepada saudara saudaraku.
Yang namanya New Normal bukanlah sesuatu yang kita jalani dengan kebebasan tanpa ikut aturan. Tapi sebuah situasi baru yang kita benar benar harus ikuti dan jaga agar tubuh bisa menghadapi wabah.
Kebiasaan mengusap muka, memasukkan jari ke hidung dan mulut, menggosok-gosok mata adalah satu kebiasaan yang sangat berpotensi sebagai pengantar virus kedalam tubuh. Apalagi dalam kondisi tidak cuci tangan sebelumnya.
Mari saudara ku, patuhilah protap pencegahan Covid-19. Jangan nekat untuk mencoba menikmati wabah ini. Karena kondisi daya tahan kita tidak sama. Jika kita kena, akan ada beberapa orang yang dekat juga beresiko kena. Saya sudah membuat empat orang terkena wabah ini. Tanpa tahu kapan dan dimana virus ini masuk ke tubuh mereka. Saya merasa sedih dan menyesal. Gara-gara kelalaian saya orang lain dan orang terdekat saya ikut merasakan akibatnya.
Semoga Allah angkat virus ini dari tubuh saya dan orang-orang yang sedang mengalaminya dan tidak meninggalkan sedikitpun virus. Aamiin.
Mohon maaf mungkin tulisan ini mengganggu kenyaman dan ketenangan saudaraku.***
Editor: Eka G Putra