REVIEW FILM

Smile: Senyummu Membunuhku

Hiburan | Selasa, 27 September 2022 - 23:00 WIB

Smile: Senyummu Membunuhku
Adegan dalam film Smile (PARAMOUNT PICTURES)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Apa jadinya ketika hidup seseorang yang berjalan normal mendadak berubah menjadi teror tanpa akhir yang berujung kematian mengenaskan hanya gara-gara satu senyuman? Konsep ini dicoba diusung oleh sutradara Parker Finn dalam film layar lebar perdananya yang berjudul Smile.

Diberi judul yang sangat sederhana dengan poster seorang perempuan yang tengah dibungkus dalam kantung mayat dalam keadaan tersenyum, rasanya tidak perlu mengerahkan segenap kemampuan otak untuk menerka premis cerita bergenre supernatural-horor ini. Dibintangi oleh Sosie Bacon, Jessie T. Usher, dan Kyle Gallner, Smile cukup berhasil membawa penonton dalam sebuah petualangan penuh keputusasaan yang mendebarkan.


Smile bercerita tentang seorang dokter jiwa bernama Rose Cotter (Sosie Bacon) yang sehari-harinya bertugas menangani pasien-pasien yang mengalami gangguan psikotik.

Suatu hari, Rose diminta untuk menangani seorang perempuan muda yang diduga mengalami gangguan kejiwaan karena sudah melakukan serangkaian hal yang meresahkan orang-orang di sekitarnya. Kepada Rose, sang perempuan muda mengatakan bahwa ada satu sosok ‘mirip manusia’ yang terus menerus mengganggunya dan nyaris membuatnya gila.

Sosok tersebut, kata si perempuan, selalu hadir sambil tersenyum. Senyuman yang tidak bersahabat. Rose, yang tadinya menganggap sang perempuan hanya mengalami kelelahan berat dan kurang tidur, mendadak terperanjat ketika si pasien tiba-tiba menjerit histeris ketakutan, dan tak lama kemudian berdiri mematung sembari tersenyum.

Tak sampai di situ, sang pasien juga menggorok lehernya sendiri hingga terkapar bersimbah darah dengan senyum menyeringai masih menghiasi wajahnya. Pemandangan ini jelas membuat Rose panik bukan kepalang.

Kengerian rupanya tidak berhenti di situ. Usai menyaksikan kematian pasiennya itu, Rose mulai melihat hal-hal aneh dan mengerikan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Di sinilah mimpi buruk Rose dimulai.

Berdurasi selama 115 menit, Smile tanpa ragu sudah menyuguhkan vibe yang mencekam dan tidak menyenangkan sejak film dimulai.

Hampir di sepanjang film, penonton dibuat terus menerka-nerka apakah Rose sedang berinteraksi dengan manusia sungguhan atau bukan. Scoring dalam film Smile yang dikerjakan oleh komposer Cristobal Tapia de Veer juga semakin membuat film ini kian ‘menyebalkan’ lantaran sangat menunjang seluruh adegan disturbing di dalamnya.

Transisi karakter Rose yang tadinya merupakan dokter yang tenang dan memiliki kepercayaan diri tinggi menjadi seorang perempuan putus asa akibat depresi manik yang perlahan menggerogotinya juga ditampilkan dengan baik oleh Sosie Bacon yang notabene merupakan putri dari aktor senior Kevin Bacon tersebut.

Sayangnya, sutradara Parker Finn gagal menyempurnakan film debut layar lebarnya ini lantaran ada beberapa plot hole di dalam cerita yang, sepertinya, lupa ia ‘tambal’ karena terlalu fokus membangun kengerian demi kengerian visual dalam Smile.

Mulai dari beberapa kejadian yang tidak dijelaskan terperinci, hingga asal-usul senyuman mematikan yang menghantui Rose, hal-hal yang mestinya krusial itu tidak tersampaikan di dalam Smile dan menyisakan tanda tanya.

Hal ini membuat plot cerita Smile menjadi nilai minus utama. Hal yang tentu sangat disayangkan, karena elemen-elemen lain dalam film ini sebetulnya sudah diseksekusi dengan apik.

 

Secara keseluruhan, Smile tetap merupakan film horor yang asyik untuk disaksikan. Smile boleh dibilang menawarkan konsep baru di mana kalimat ‘senyummu membunuhku‘ yang gombal nan puitis betul-betul terjadi secara harfiah dan, tentu saja, berdarah-darah .

Sumber: Jawapos.com

Editor: Edwar Yaman

 

 

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook