JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Beberapa bulan lalu, Disney dibanjiri kritik lantaran dianggap telah ‘membunuh’ penokohan yang sangat kuat dari para karakter di film remake Lion King yang, ironisnya, sukses besar di pasaran. Kritik membangun tersebut nampaknya tidak didengar oleh mereka, karena ‘dosa’ yang sama kembali mereka ulangi di film Maleficent: Mistress of Evil.
Maleficent: Mistress of Evil merupakan sekuel dari film Maleficent yang tayang pada 2014. Diperankan oleh Angelina Jolie, Maleficent mengadaptasi kisah salah satu penjahat terbesar ciptaan Disney yang pertama kali tampil di film animasi legendaris Sleeping Beauty yang rilis pada 1959 silam.
Di film tersebut, Disney melakukan perombakan cerita di mana sosok Maleficent digambarkan sebagai seorang peri baik hati yang tersakiti oleh ulah pria yang dicintainya sebelum kemudian ia menjelma menjadi seorang peri kegelapan dengan kekuatan sihir yang tiada tara.
Berbeda dengan versi animasinya di mana Maleficent tewas dibunuh Pangeran Phillip setelah mengutuk Putri Aurora hingga tertidur akibat menyentuh jarum pemintal benang yang dimantrai, Disney menjadikan Maleficent versi Jolie sebagai pahlawan. Alih-alih dibangunkan oleh Phillip melalui kecupan di bibir, Aurora justru tersadar dari tidur abadinya setelah Maleficent, yang dalam film ini dikisahkan sempat membesarkan dan merawat dirinya sejak orok, mencium keningnya.
Film ini pun sontak mengundang pro dan kontra. Di tengah banyaknya pujian dan pundi-pundi uang yang masuk, para penonton yang lain mengaku cukup kecewa dengan pelintiran kisah ini. Alasannya cukup sederhana: Maleficent tidak lagi digambarkan sebagai sosok yang menyeramkan. Reputasinya sebagai sosok antagonis yang sangat ikonik menjadi ternoda dengan keberadaan film tersebut.
Status penjahat yang melekat pada diri Maleficent semakin pudar di film Maleficent: Mistress of Evil. Bertolak belakang dengan judulnya, Maleficent boleh dibilang hampir sama sekali tidak menunjukkan sisi evil-nya di film ini.
Maleficent: Mistress of Evil secara garis besar berkutat pada ketegangan hubungan Maleficent dan Aurora (Elle Fanning) yang dilamar oleh Phillip (Harris Dickinson). Untuk diketahui, Phillip merupakan anak dari Raja John (Robert Lindsay) dan Ratu Ingrith (Michelle Pfeiffer) dari Kerajaan Ulstead yang notabene membenci Maleficent. Maleficent, yang merupakan ibu tiri Aurora dan punya sifat sangat protektif, menentang keras keinginan Aurora.
Lewat proses negosiasi yang cukup singkat, Maleficent akhirnya setuju menemani Aurora menemui Phillip dan orangtuanya di Kerajaan Ulstead. Aurora sendiri berharap pernikahannya dengan Phillip bisa membuat Kerajaan Ulstead dan Moors, kerajaan di dalam hutan tempat Aurora dan Maleficent tinggal, bisa bersatu.
Bisa ditebak, pertemuan tidak berjalan lancar. Ratu Ingrith, antagonis utama film ini, berhasil memprovokasi Maleficent hingga ia melepaskan kekuatan sihirnya hingga Raja John jatuh tak sadarkan diri. Maleficent pun pergi dari Kerajaan Ulstead, meninggalkan Aurora yang kecewa berat dengan dirinya.
Rangkaian kejadian berikutnya kemudian memperlihatkan bahwa Maleficent, yang merupakan peri dari kaum Fey, bukanlah satu-satunya Fey yang tersisa. Tanpa sengaja, ia bertemu dengan koloni ras Fey lain yang tengah menyiapkan rencana menyerang Kerajaan Ulstead untuk balas dendam kepada umat manusia yang nyaris memunahkan mereka dari muka bumi.
Seperti film-film live action mereka belakangan, Disney juga mempersenjatai Maleficent: Mistress of Evil dengan suguhan GCI yang memukau mata. Sayang, hal ini tidak dibarengi dengan cerita yang matang. Alih-alih fokus pada Maleficent yang semestinya jadi sentral cerita, sutradara Joachim Ronning justru terlalu banyak memasukkan elemen dan konflik lain.
Akibatnya, disadari atau tidak, porsi penampilan Maleficent di film ini tidaklah banyak. Karakternya pun tidak tergali dengan baik, bahkan kalah kuat dengan Ratu Ingrith.
Tak hanya itu, alur cerita Maleficent: Mistress of Evil juga sangat mudah ditebak. Tidak butuh waktu lama buat. penonton untuk segera menyadari bahwa Maleficent bukanlah dalang di balik pingsannya Raja John. Ending ceritanya pun sudah bisa diterka jauh sebelum film berdurasi 118 menit ini usai.
Secara keseluruhan, Maleficent: Mistress of Evil bukanlah film yang mengecewakan. Kemampuan Disney dalam mempertontonkan potensi maksimal dari teknologi CGI tetap membuat film ini layak ditonton bersama keluarga. Alur cerita yang tidak berat pun membuat film ini juga bisa dinikmati oleh anak-anak.
Sayang, kemunculan sekuel film Maleficent ini pada akhirnya membuat citra Maleficent sebagai tokoh penjahat yang ditakuti semakin luntur. Dengan segala kebaikan dan tindakan heroik yang dilakukan, Maleficent bukan lagi sang peri kegelapan yang menyeramkan.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal