KELUARGA

Stres, 40 Persen Ibu yang Bekerja Mengalaminya

Gaya Hidup | Senin, 29 April 2019 - 16:21 WIB

Stres, 40 Persen Ibu yang Bekerja Mengalaminya
Wanita bekerja cendrung mengalami stres lebih tinggi. (jpnn.com)

RIAUPOS.CO - Para ibu yang memiliki dua anak dan pekerjaan penuh-waktu telah secara signifikan meningkatkan tingkat stres mereka.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Sebuah tim peneliti dari University of Manchester dan University of Essex menganalisis data dari lebih dari 6.000 orang yang dikumpulkan oleh The UK Household Longitudinal Study.

Studi nasional, yang diterbitkan dalam jurnal British Sociological Association jurnal Sosiologi, mengumpulkan berbagai informasi dari rumah tangga di seluruh negeri termasuk kehidupan kerja, tingkat hormon mereka, tekanan darah dan pengalaman dengan stres.

Para peneliti menilai 11 biomarker yang terkait dengan stres kronis di antara para peserta penelitian.

Menurut temuan mereka, tingkat keseluruhan biomarker yang terkait dengan stres kronis adalah 40 persen lebih tinggi di antara wanita yang memiliki dua anak dan bekerja penuh waktu, dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki anak dan juga bekerja penuh waktu.

Tingkat keseluruhan biomarker yang terkait dengan stres kronis adalah 18 persen lebih tinggi di antara ibu dengan satu anak dan pekerjaan penuh waktu.

Ketika seorang individu telah mengalami stres untuk waktu yang lama, maka hal itu bisa didefinisikan sebagai "stres kronis" atau "stres jangka panjang.

Gejala stres kronis bisa terdiri dari lekas marah, cemas, depresi, sakit kepala, dan susah tidur, menurut The American Institute of Stress.

Para peneliti juga menemukan wanita dengan dua anak yang bekerja dengan jam kerja dikurangi memiliki tingkat stres kronis 37 persen lebih rendah daripada ibu yang bekerja dengan jam kerja tidak fleksibel.

Tingkat stres kronis di antara ayah yang bekerja juga ditemukan lebih rendah ketika bekerja mengurangi jam kerja.

Saat melakukan penelitian, para peneliti menyesuaikan data mentah untuk mengesampingkan prospek faktor gaya hidup lainnya yang mempengaruhi temuan mereka.

Faktor-faktor ini termasuk hal-hal seperti usia wanita, pendapatan mereka, etnis atau pendidikan mereka.

"Konflik pekerjaan-keluarga dikaitkan dengan meningkatnya ketegangan psikologis, dengan tingkat stres yang lebih tinggi dan tingkat kesejahteraan yang lebih rendah," kata para peneliti, seperti dilansir laman Independent, Minggu (21/4).

Orang tua dari anak-anak kecil beresiko mengalami konflik pekerjaan-keluarga.

Kondisi kerja yang tidak fleksibel terhadap tuntutan keluarga ini, seperti jam kerja yang panjang, dapat berdampak buruk pada reaksi stres seseorang.

Peristiwa stres berulang yang timbul dari kombinasi stresor sosial dan lingkungan dan peristiwa kehidupan traumatis utama mengakibatkan stres kronis, yang pada gilirannya bisa memengaruhi kesehatan.

Para peneliti mengatakan jam kerja yang fleksibel bisa bermanfaat untuk memastikan para pekerja bisa mencapai keseimbangan kehidupan kerja yang memuaskan. (fny)

Sumber: JPNN.Com

Editor: Deslina

 

  









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook