KASUS YODI PRABOWO

Kenali Gejala Berisiko Bunuh Diri

Gaya Hidup | Minggu, 26 Juli 2020 - 12:30 WIB

Kenali Gejala Berisiko Bunuh Diri
ILUSTRASI

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Polisi menyimpulkan dari hasil penyelidikan dan fakta-fakta lapangan, Editor Metro TV Yodi Prabowo meninggal karena bunuh diri. Almarhum diduga depresi hingga nekat menyakiti dirinya sendiri. Yakni menusuk dadanya hingga 4 kali dengan pisau dan terakhir di bagian leher.

Diluar dari kasus Yodi, secara umum, Psikiater, Kepala Instalasi Rehabilitasi Psikososial dari RS.dr.H.Marzoeki Mahdi Bogor dan RS.Siloam Bogor, dr.Lahargo Kembaren, SpKJ mengatakan segala hal tentang bunuh diri adalah hal serius dan bukan untuk bercanda. Sehingga tidak boleh menganggap remeh hal ini. Pencegahan bunuh diri masih merupakan masalah universal yang memerlukan kolaborasi dari semua pihak.


“Setiap fenomena bunuh diri selalu meninggalkan perenungan bagi kita semua, perasaan kaget, sedih, kecewa, marah, takut, cemas, memunculkan pertanyaan mengapa hal itu bisa terjadi dan juga semangat untuk melakukan pencegahan agar hal itu tidak kembali terjadi,” jelasnya kepada JawaPos.com, Sabtu (25/7).

Dampak yang disebabkan oleh fenomena bunuh diri ini juga bukanlah hal yang ringan, kehilangan orang yang dikasihi/dikagumi, perasaan traumatik akibat peristiwa tersebut bagi keluarga dan mereka yang menyaksikan kejadian bunuh diri. Menurutnya, untuk setiap 1 kasus bunuh diri terdapat 135 orang yang terkena dampaknya.

Menurut World Health Organization (WHO), lembaga kesehatan dunia, angka kejadian bunuh diri setiap tahun ada 800 ribu orang, jadi dalam 40 detik ada 1 orang yang melakukan bunuh diri. Angka terbanyak kejadian bunuh diri berada pada rentang usia 15-29 tahun. 1,4 persen kematian di seluruh dunia disebabkan oleh bunuh diri.

1. Kenali Tanda dan Gejalanya

Seorang yang melakukan bunuh diri ataupun masih mencoba bunuh diri sebenarnya tidak sungguh-sungguh ingin mengakhiri hidupnya. Mereka sebenarnya ingin penderitaan konflik yang dialaminya cepat berakhir.

Hanya sayangnya, bunuh diri yang menjadi pilihan karena seolah tidak ada bantuan lain yang bisa diharapkan. Ada beberapa tanda dan gejala bunuh diri yang perlu diketahui agar bisa melakukan pencegahan.

Dimulai dengan berbicara tentang keinginan untuk mati atau ingin bunuh diri. Berbicara tentang perasaan kosong, hampa dan tidak punya alasan untuk hidup. Membuat rencana untuk bunuh diri seperti melihat website mengenai cara bunuh diri, membeli senjata/alat untuk melakukannya, membeli obat-obatan dalam jumlah banyak. Berbicara tentang perasaan bersalah dan malu yang sangat berat. Berbicara tentang perasaan terjebak, tidak memiliki jalan keluar. Merasa sakit yang berkepanjangan dan tidak ada perbaikan, fisik/psikis. Merasa menjadi beban yang berat bagi orang lain

Lalu menggunakan minuman keras atau narkoba dan semakin sering. Berprilaku cemas dan agitasi. Menarik diri dari keluarga dan teman teman. Perubahan pada pola tidur dan pola makan. Menunjukkan perilaku marah atau keinginan balas dendam.

Bahkan, melakukan perilaku berisiko seperti menyupir mobil kencang dan ugal ugalan. Berbicara dan berpikir tentang kematian semakin sering. Perubahan mood yang ekstrem, dari sangat sedih menjadi sangat tenang dan sangat gembira. Melepaskan posisi yang penting dalam pekerjaan, berhenti kuliah/ bekerja. Mengucapkan selamat tinggal pada teman teman dan keluarga. Membuat surat wasiat. Menuliskan di media sosial mengenai bunuh diri dan kematian

“Apabila ditemukan tanda dan gejala seperti di atas sebaiknya segera menghubungi profesional kesehatan jiwa seperti psikiater, psikolog, perawat jiwa, dokter umum terlatih, pekerja sosial, agar segera mendapatkan petolongan,” tutur dr. Lahargo.

2. Faktor Risiko

Setiap orang memiliki risiko untuk melakukan bunuh diri, jenis kelamin, suku budaya, latar belakang pendidikan dan pekerjaan. Perilaku bunuh diri disebabkan oleh berbagai faktor yang kompleks dan tidak ada penyebab tunggal. Ada beberapa faktor risiko yang membuat perilaku bunuh diri lebih mudah terjadi, yaitu

• Depresi, gangguan jiwa lain (skizofrenia, bipolar, ketergantungan zat)
• Kondisi penyakit tertentu
• Nyeri kronis
• Riwayat perilaku bunuh diri sebelumnya
• Riwayat anggota keluarga dengan bunuh diri, gangguan jiwa dan penyalahgunaan zat
• Kekerasan dalam keluarga termasuk verbal, fisik dan seksual
• Memiliki senjata yang berbahaya di rumah
• Baru keluar dari penjara
• Terekspos/terpapar dengan perilaku bunuh diri yang dilakukan oleh orang lain seperti anggota keluarga, teman, bintang film/selebriti yang diidolakan

“Banyak orang yang mengalami faktor risiko tersebut tetapi tidak melakukan bunuh diri, perlu diperhatikan bahwa perilaku bunuh diri adalah tanda adanya suatu stres yang berat yang dialami oleh orang tersebut. Setiap pikiran dan perilaku bunuh diri harus dianggap sebagai suatu hal yang serius dan segeralah mencari pertolongan,” katanya.

3. Solusinya

Apabila terdapat tanda, gejala dan faktor risiko mengenai perilaku bunuh diri maka perlu segera dilakukan penanganan. Hal hal yang bisa dilakukan antara lain adalah melakukan komunikasi dan pendampingan yang intensif untuk memastikan apa yang dikhawatirkan tidak benar.

Kemudian katakan bahwa dia tidak sendirian, ada banyak yang mau dan bersedia membantu. Dan memberikan respon krisis dengan segera sesuai dengan tingkatan level risiko bunuh diri.

Lalu tawarkan bantuan dan bawa konsultasi ke profesional kesehatan jiwa yang akan memeriksa dan memberikan penatalaksanaan yang sesuai. Berusaha untuk proaktif untuk menawarkan bantuan ketika muncul ide-ide bunuh diri lagi dengan meninggalkan nomor telepon.

Pindahkan benda-benda yang berbahaya yang bisa menjadi alat untuk melakukan bunuh diri. Dan jalan terakhir adalah terapi pada profesional kesehatan jiwa bisa dengan pengobatan hingga psikoterapi.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook