GAYA HIDUP

Buce Kalimantan, Tanaman Air yang Sedang Tren

Gaya Hidup | Senin, 25 Mei 2020 - 15:00 WIB

Buce Kalimantan, Tanaman Air yang Sedang Tren
INTERNET

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kenal dengan tanaman air Bucephalandra atau yang biasa dikenal Buce? mungkin terdengar asing bagi sebagian orang. Tetapi tanaman yang tumbuh di pedalaman hutan ini amat familiar di Borneo alias Kalimantan.

Ya, buce merupakan salah satu tanaman air bernilai ekonomis tinggi. Dari beberapa informasi yang didapat, di Amerika saja para aquascaper harus merogoh koceknya sebesar USD 7 untuk satu rumpun kecil Bucephalandra.


“Tanaman ini harus diimpor langsung dari Indonesia. Selain itu pertumbuhannya cenderung lambat. Ini sebenarnya jadi peluang,” ujar Direktur Perbenihan Direktorat Hortikultura Kementan, Sukarman.

Dia mengungkapkan, awalnya hanya Buce hanya didapatkan di alam Borneo. Tingginya permintaan pasar terhadap tanaman ini membuat pelaku usaha membudidayakannya di luar habitat aslinya. Kini, budidaya Buce sudah dilakukan di Bogor, Cirebon, Madiun dan termasuk di wilayah Kalimantan sendiri.

“Potensi pengembangan masih terbuka luas. Sebagaimana arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, tanaman seperti Buce harus terus didorong untuk pasar ekspor,” tambah Sukarman.

Dijelaskan Suarkman, merujuk data unit Pelayanan Rekomendasi di Direktorat Jenderal Hortikultura, hampir setiap hari ada usulan permohonan ekspor tanaman tersebut. Mulai dari Amerika, Peru, Vietnam, Hongkong, Jepang dan Korea.

“Saat ini terdapat 16 pelaku usaha yang aktif mengajukan permohonan untuk mendapatkan surat ijin pengeluaran/ekspor untuk benih Bucephalandra,” kata Sukarman.

Sukarman memaparkan, dari hasil wawancara dengan beberapa penggiat tanaman ini, untuk harga saat ini di kalimantan per kg Rp. 500.000- 800.000 jual di kalimantan, namun untuk jual di luar kalimantan Rp. 500.000 – 1.000.000 (tergantung jenisnya).

Informasi yang di dapat dari 2 pelaku usaha, untuk bucephalandra memiliki nilai jual di dalam negeri Rp. 2.500 – 10.000/pcs/rhyzome/batang (tergantung jenisnya). Untuk nilai ekspor per pcs/rhycome/batang 0.5 – 0,72 dollar sedangkan per rimpang/clump 1.20 – 1.50 dollar.

“Jadi jika dihitung nilai ekspor di tahun 2020 hingga bulan mei saja sudah mencapai 2.649.277 pcs yg bernilai sekitar 1.324.638,- hingga USD 1.907.479 USD,” ungkap Sukarman.

Bucephalandra adalah salah satu jenis tanaman semi aquatic yang sedang jadi primadona pecinta aquascape di Amerika dan utamanya Jepang. Daunnya yang hijau segar, ungu dengan bunga putih yang elok. Tanaman ini mudah perawatan namun lamban pertumbuhannya.

Bentuk daun dan warna yang elegan membuat tanaman ini menjadi target perburuan para aquascaper seantero dunia. Eksotik dan endemik Pulau Borneo membuat tanaman ini menjadi magnet para kolektor Aquatic plant di seluruh dunia.

Kendati saat ini tengah Pandemi Covid-19, ekspor tanaman hias tetap mengalir. Dari data Surat Ijin Pengeluaran benih yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Hortikultura pada 2020, hingga pertengahan April terdapat ijin pengeluaran sebanyak 300 ribu pieces.

Permohonan ekspor terhadap jenis jenis tanaman hias lainnya di antaranya Bucephalandra, Anubias, Krokot, Ammania, Aponogeton, Carolina, Bacopa, Cabomba, Blyxa, Keladi, Cryptocoryne, Ceratophyllum, Echinodorus, Cyperus, Egeria, Eriocaulo, Glossostigma, Eleocharis dan masih banyak jenis tanaman hias lainnya.

“Mungkin belum familiar dikenal ternyata memiliki peluang pasar ekspor menjanjikan. Hanya dalam kurun satu Minggu yakni di akhir April, tercatat ijin ekspor yang telah dikeluarkan untuk jenis jenis tanaman tersebut termasuk Bucephalandra mencapai 9 juta tanaman,” beber dia.

“Potensi tanaman hias lokal sangat menjanjikan. Angka permohonan ekspor benih terus- menerus meningkat. Bisnis ini punya peluang besar dan tentunya dapat menaikkan neraca perdangan dalam negeri,” papar Sukarman.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook