JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Psikolog Rininda Mutia dari Universitas Indonesia menjelaskan ciri-ciri terjebak dalam hubungan toxic atau emosi negatif yang sering muncul. Emosi negatif tersebut merupakan alarm dari dalam diri bahwa ada sesuatu tidak baik yang terjadi di sekitar.
”Tanda-tandanya apa? Kita lebih sering marah, nangis, lebih sensitif juga,” kata Rininda
Secara umum, lanjut dia, kesehatan mental juga jadi kurang sehat dan merasa tidak berdaya di dalam hubungan tersebut. Apa yang diharapkan dan diinginkan dari hubungan itu terasa tidak kunjung tercapai.
”Misalnya lebih banyak porsinya dia yang memaksakan kehendaknya. Dan saya merasa tidak berdaya, saya tidak bisa melawan, tidak bisa berbuat apa-apa,” jelas Rininda mengenai salah satu tanda toxic relationship.
Dampak terjebak dalam hubungan yang tidak sehat bisa terasa hingga jangka panjang. Seseorang bisa merasa tidak percaya diri, mengetahui hubungan itu memang tidak baik tapi sulit merasa lepas karena merasa sayang dengan orang tersebut.
”Bisa jadi itu bukan sayang sih. Bisa jadi karena ini sudah jadi kebiasaan, sehingga ketika dia tidak ada, pasangannya hilang, dia akan merasa kehilangan,” tutur Rininda.
Untuk mengetahui apakah orang terdekat berada dalam hubungan tidak sehat, amati perilakunya bila ada yang berubah drastis. Dia mencontohkan, misalnya seseorang yang biasanya mudah bertemu dengan teman mendadak tidak pernah bersosialisasi gara-gara dilarang pacarnya.
”Bahkan sampai bilang tidak boleh main sama pacar saya, saya harus temani pacar saya. Nah, itu salah satu kekerasan psikis. Namanya isolasi. Artinya memang si pelaku kekerasan ini membuat pasangan atau korbannya itu tidak punya tempat bergantung lain selain dirinya. Dijauhkan dari teman-teman, keluarga. Jadi si korban menganggap yang peduli itu hanya pasangannya atau pelakunya,” papar Rininda.
Menurut dia, itulah mengapa seseorang yang ada dalam hubungan tidak sehat merasa sulit lepas dari kekasihnya. Dia mengingatkan bila ada tanda-tanda seperti itu, jangan lupa untuk sering mengecek kabar teman terdekat. Tanyakan keadaan, tawarkan diri untuk menjadi pendengar bila ada yang ingin diceritakan.
Ciri lain dari hubungan tidak sehat, lanjut Rininda, adalah penampilan fisik yang tampak semakin berantakan atau munculnya lebam-lebam di badan.
”Anda bisa bertanya apa penyebab dan menawarkan bantuan, tapi jangan langsung menghakimi dan menuduh. Ini dipukulin pacar ya? jangan begitu juga. Pasti dia akan defensif. Dia akan membela pacarnya biasanya. Tapi, kita pancing sedikit- sedikit supaya dia mau cerita. Dan jangan menghakimi juga ketika dia bercerita supaya ceritanya bisa lengkap,” ujar Rininda
Dia mengatakan, korban biasanya menutupi kebiasaan yang dilakukan pasangan agar kekasihnya tidak dinilai negatif oleh teman-temannya. Kekerasan psikis yang dialami dalam hubungan tidak sehat bisa juga berupa posesif yang berlebihan. Kekasih selalu bertanya di mana dia berada, bersama siapa, apa yang dilakukan dan sebagainya. Jika tidak dijawab atau dibalas, orang tersebut akan mengamuk. Bila itu yang terjadi, berarti hubungan tersebut tidak sehat.
”Seseorang itu harus bisa mengembangkan kepercayaan kepada pasangannya. Tentu dengan orang yang tepat. Karena kalau dari dulu dia suka bohong, ya wajar kalau sering mempertanyakan. Tapi artinya apa? Hubungannya udah tidak sehat lagi. Sudah tahu pacarnya suka bohong, tapi tidak mau pisah, jadi posesif banget juga. Sebenernya sudah tidak sehat juga,” terang Rininda.
Dia menambahkan, hubungan yang tidak sehat bisa disembuhkan. Hanya saja butuh waktu dan kesadaran dari dua belah pihak untuk menyelesaikan konflik yang belum selesai.
Ciri-ciri lain adalah terlalu banyak mengatur. Mulai dari siapa yang boleh jadi teman, baju yang dipakai, sampai-sampai pasangan tidak punya hak mengatur kehidupannya sendiri. Sebab, berpasangan adalah dua individu yang terpisah tapi berada di satu kapal dan tujuan. Beda pendapat boleh saja dan bisa diselesaikan dengan negosiasi dan diskusi.
”Ciri ketiga adalah isolasi. Seseorang dituntut untuk tidak boleh bertemu dengan siapa pun kecuali pasangannya sehingga dia merasa bergantung. Bergantung secara ekonomi juga bisa terjadi, misalnya memaksa kekasihnya untuk membayari sesuatu bila memang ingin terus berpacaran,” ujar Rininda.
Dia menyarankan perbaiki hubungan bila itu terjadi sebelum menikah. ”Jangan dipikir kalau sudah nikah dia bakal berubah, tidak. Kalau memang ada di toxic relationship dan berpikir untuk menikah, perbaiki dulu sebelum menikah. Karena tugas nanti setelah menikah itu lebih berat lagi,” kata Rininda.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman