Kejahatan Membayangi Buah Hati

Gaya Hidup | Minggu, 19 Mei 2013 - 07:18 WIB

Kejahatan Membayangi Buah Hati

Belum usai perasaan miris mendengar berita tawuran pelajar SMP yang menyebabkan satu korban tewas di Jakarta, awal Mei lalu, tiba-tiba datang informasi yang jauh lebih menyeramkan tentang aksi geng motor di Pekanbaru. Walau dikoordinir lelaki tua, sebagian besar anggotanya adalah anak-anak usia belia, baik laki-laki maupun perempuan.

Kejahatan yang melibatkan anak-anak terlihat makin tidak terkendali dalam beberapa tahun terakhir di negeri ini. Bahkan baru-baru ini, ada anak SD yang tega menenggelamkan kawannya hanya gara-gara uang seribu rupiah.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Padahal menurut Ketua Himpunan Pendidikan Anak Usia Dini (Himpaudi) Provinsi Riau Prof Dr Hj Netty Herawati MsI. setiap anak terlahir suci serta dilengkapi tiga alat, yaitu mata, telinga, dan hati. Tidak ada anak yang terlahir jahat, karenanya lingkungan mikro atau keluarga yang berperan penting agar anak bisa menghadapi tantangan di lingkungan makro atau masyarakat.

Hanya saja Netty menyayangkan pola pendidikan dan pola asuh yang sudah tertanam saat ini menyebabkan anak tidak memiliki kesempatan untuk menentukan apa yang mereka inginkan. Hal ini disebabkan pola asuh orangtua maupun guru-guru di sekolah yang pada umumnya lebih mementingkan pencapaian target yang telah ditetapkan. Padahal semestinya, pendidikan usia dini harus berpusat kepada kepentingan anak, bukannya kepada guru.

‘’Seharusnya orangtua maupun guru-guru membimbing dan mendidik anak agar bisa menjadi khalifah bagi dirinya sendiri, agar di kemudian hari mereka juga bisa menjadi pemimpin yang sebenarnya. Pemimpin dalam hal ini adalah orang-orang yang bisa mengambil keputusan sendiri, bukannya mengikuti arus yang terjadi di tengah masyarakat,’’ tuturnya.

Rendahnya kepercayaan diri anak akibat doktrin yang selama ini ditanamkan orangtua dan guru, menurut Netty menyebabkan anak gampang terpengaruh kondisi lingkungan. Jika lingkungan makronya baik, anak mungkin akan terbawa baik. Namun jika lingkungan sekitarnya buruk, mereka otomatis akan terbawa arus, seperti terlibat aksi kejahatan maupun perbuatan terlarang lainnya.

Orangtua menurut Netty memiliki kesempatan sangat terbatas dalam membentuk fondasi yang baik bagi perkembangan mental anak-anaknya. Sebab, jika mereka telah mulai beranjak dewasa, mereka lebih tertarik dengan lingkungan sekitar yang belum tentu bisa membawa kebaikan.

‘’Umumnya anak-anak hanya bisa diarahkan sampai mereka berusia 12 tahun, setelah itu mereka sudah memiliki kemauan sendiri. Contoh sederhananya, anak-anak biasanya selalu ingin mengikuti orangtuanya saat mereka masih kecil. Tapi begitu mereka mulai remaja, dipaksa pun mereka tidak akan mau diajak untuk acara keluarga,’’ lanjut Netty yang menyebutkan hal tersebut sebagai isyarat bahwa anak-anak hanya bisa kita bentuk hingga waktu yang sangat terbatas, karenanya manfaatkan kesempatan tersebut sebelum mereka mencari-cari di lingkungan makro.

Anak-anak ujar Netty, memerlukan sentuhan kasih sayang dan bimbingan dari orangtuanya, agar mereka memiliki kepercayaan diri. Dengan memiliki kepercayaan diri yang kuat, mereka tidak akan mudah terpengaruh akan godaan lingkungan sekitar, apalagi hingga sampai terjerumus di dalamnya.

Bunda, anak-anak kita memang tidak selamanya bisa berada dalam jangkauan kita.(tie)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook