PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Era media sosial, membuat para netizen seringkali mengunggah atau pamer foto dan video berupa gambaran kedekatan ayah dan anaknya. Misalnya banyak netizen memposting foto ayah yang sedang menggendong atau bermain bersama anak-anak mereka.
Tak hanya itu, banyak pula pria zaman now yang ikut mengasuh anak berbagi peran dengan istrinya yang juga bekerja. Ayah-ayah yang baik itu, seringkali menyebut diri mereka dengan sebutan ‘Hot Daddy’.
Hashtag atau tanda pagar Hot Daddy juga sering dibubuhkan pada sejumlah foto dan video di mana ayah sedang mengasuh anaknya. Sebetulnya, apa sih Hot Daddy itu? Apa hanya gaya-gayaan atau sekadar ikut-ikutan saja? Atau memang benar, bahwa ayah masa kini semakin ingin terlibat dalam tumbuh kembang putra-putrinya.
Psikolog Klinis Liza Marielly Djapri menjelaska, setiap orang bisa punia interpretasi berbeda dengan konsep ‘Hot Daddy’. Budaya Indonesia yang menganut paham manusia sebagai makhluk sosial, lebih memandang ‘Hot Daddy’ selain dari faktor fisik, tetapi ayah juga mau ikut terjun urus anak.
“Kalau dari psikologis zaman sekarang sih, hot daddy lebih kepada Daddy yang Hot. Bisa benar karena memang cakap, ganteng, memang keren, badannya oke. Atau Hot Daddy itu ikut terjun banget urus anak. Hot banget, cool banget lho,” kata Liza kepada JawaPos.com, baru-baru ini.
Sehingga tak ada salahnya jika para ayah mengikuti tren perkembangan media sosial yang menunjukkan simbol-simbol kedekatan dengan ayahnya. Awalnya mungkin bisa berupa sikap latah atau ikut-ikutan, tetapi jika bisa memberi efek positif bagi keluarga, tentunya sah-sah saja.
“Ikut perkembangan zaman saja sih. Bisa karena latah atau gaya-gayaan menyebut dirinta Hot Daddy. Enggak apa-apa juga kan,” tutur Liza.
Memang saat ini di tengah kemajuan zaman, masih ada bias gender antara suami dan istri atau laki-laki dan perempuan. Liza menilai sampai saat ini publik tetap masih memberi stigma bahwa pria mencari uang atau nafkah.
“Bias gender masih ada. Ya 80 persen perempuan urus anak, mungkin 20 persen pria cari uang. Perempuan urus anak dan rumah tangga. Bukan enggak berarti juga ada overlapping peran suami dan istri,” jelasnya.
Apapun itu konsepnya, Liza menilai konsep Hot Daddy selama masih dalam kerangka positif membangun semangat para ayah peduli pada buah hatinya adalah sah-sah saja. Sebuah kampanye atau ajakan pada ayah lainnya. Sehingga ‘Hot Daddy’ tak hanya bisa menjadi potret ayah ideal, tetapi juga menjadi suami andalan.
“Hot Husband itu juga related pada istrinya, bagaimana suami mau mendengar apa keluhan istri untuk mengurus dan membesarkan buah hati mereka bersama-sama,” kata Liza.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman