MENELUSURI JEJAK PENYIKSA DAN PEMBUANG ADIT

Disayat-sayat Ibu Tiri, Dicampakkan di Rimbunan Sawit

Feature | Selasa, 31 Desember 2013 - 07:45 WIB

 Disayat-sayat Ibu Tiri, Dicampakkan di Rimbunan Sawit
Kondisi Aditya Atmaja saat pertama kali dibawa ke RSUD Bangkinang 16 Desember 2013. Foto: Teguh Prihatna/Riau Pos

Orangtua berpisah, anak menuai padah. Anak, menjadi sosok yang kehilangan kasih sayang, perhatian, masa bermain dan teman sepermainan. Bahkan, anak selalu menjadi tumbal dan tumpuan luapan kekesalan. Itulah yang dialami Aditya Atmaja atau Adit (7). Terpisah dari ibu kandung, disiksa sang ibu tiri. Rimbunan sawit jadi saksi bisu pedihnya sayatan-sayatan di tubuhnya.

Laporan Kunni Masrohanti, Pekanbaru

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Usai mengantarkan sayur ke Pasar Tandun, Rony Pangaribuan (22), terus menuju ke rumah abangnya, Silitonga, di Perumahan Afdelling IV, PTPN V, Kecamatan Tapung Hulu, Kabupaten Kampar. Ini sudah menjadi rutinitas Rony.

Setiap selesai mengantar sayur, ia pasti ke rumah abangnya. Jalan Raya Tapung Hulu yang dikelilingi hutan sawit milik perusahaan besar PTPN V di kanan dan kirinya adalah satu-satunya rute yang ia lewati.

Tiba-tiba Rony ingin buang air kecil. Dia pun berhenti. Mobil sayur pick-up warna hitam miliknya diparkirkan di pinggir jalan. Jam di tangannya persis menunjukkan pukul 11.00 WIB, Ahad (15/12). Rony pun buang air kecil di salah satu batang sawit.

Persis di pinggir jalan. Merasa letih dan mengantuk karena berjalan sejak pukul 02.00 WIB dari Pekanbaru, Rony duduk di bawah kelapa sawit sebelahnya sambil menikmati sebatang rokok.  

‘’Bang, tolong saya.’’ Seorang anak kecil, berbadan kurus dengan wajah penuh luka, tiba-tiba sudah berdiri di sampingnya. Rony yang semula duduk setengah berbaring, langsung duduk tegak. Terperangah. Lalu memandang ke kanan dan ke kiri, bahkan jauh ke arah belakang anak itu, mencari tahu mana tahu anak itu bersama orang tuanya.

‘’Kamu kenapa?’’ tanya Rony.

‘’Aku ditinggal paman dan ibuku,’’ jawab anak itu sambil menangis. Suaranya lirih. Nyaris tidak terdengar. Jari-jarinya yang membesar kerap kali mendarat di kelopak matanya yang basah. Sesekali memegang bibirnya yang pecah-pecah.

Rony semakin penasaran. Merasa aneh. Dengan pasti Rony memperhatikan anak itu. Alangkah terkejutnya Rony melihat bibir anak itu. Ada bekas luka di kanan kiri bagian bibir bawahnya. Seperti bekas digunting. Bernanah.

Membengkak dan mengeluarkan bau tak sedap. Wajahnya juga lebam. Ujung lidahnya juga terpotong. Ada juga luka di bagian kepalanya. Jari-jarinya membengkak. Anak itu benar-benar tidak seperti anak biasa.

Rony yakin anak itu tidak sendiri. Dia kembali memastikan ada orang lain di sekelilingnya. Tapi tetap tidak ada siapa-siapa. Dia mengajak anak itu duduk. Sehelai sarung warna coklat keabu-abuan yang dipegang anak itu, dibentang.

‘’Siapa nama kau?’’ tanya Rony setelah mengajak anak itu duduk di atas sarung. Berkali-kali Rony melontarkan pertanyaan itu, berkali-kali pula anak itu menjawab. Tapi, tidak jelas apa yang dikatakannya. Sulit diajak bicara. Setelah mendengarkan dengan seksama, akhirnya Rony yakin anak itu bernama Adit.

Masih penasaran dengan kondisi Adit, Rony membuka baju kaos lengan panjang warna abu-abu yang dipakainya. Dan, Rony langsung memalingkan wajahnya ke arah kanan.

Dia menutup mulutnya. Nyaris muntah. Luka besar menganga di bagian punggung Adit menebar aroma tak sedap. Bekas luka itu lengket di bajunya.

Tidak hanya itu, dada, perut, lengan, leher, punggung atas dan pinggang Adit dipenuhi luka. Sebagian masih baru. Ada yang berupa sayatan, ada juga yang berlubang. Luka lubang terlihat di lengan atas dekat bahu. Tak tahan melihat semua itu, Rony kembali memakaikan baju Adit.

Masih penasaran siapa Adit, Rony terus mengajak Adit berbicara meski sangat sulit difahami. Sambil memakan kue dan minum air yang dibawanya dengan sangat pelan Adit mengaku dibuang oleh paman dan ibu kandungnya yang bernama Isyam dan Vina.

Rony masih tidak yakin juga. Dia pun menunggu orangtua Adit sampai keduanya tertidur. Pukul 14.00 WIB, Rony terjaga. Belum ada tanda-tanda ada orang akan menjemput Adit. Pukul 15.00 WIB, Rony akhirnya memberitahukan kepada abangnya Silitonga tentang Adit.

Silitonga dan istrinya datang ke tempat Rony dan Adit. Adit kemudian dibawa ke rumah Silitonga di Perumahan Afdelling IV yang berjarak sekitar 1 kilometer dari tempat Rony menemukan Adit.

Sontak, Adit yang disebut-sebut sebagai anak yang disiksa dan dibuang, menjadi pusat perhatian. Semua warga di sana keluar rumah. Mereka ingin tahu lebih dekat tentang Adit. Komplek perumahan itu berubah seperti pasar. Ribut.

‘’Ada anak buangan. Anak hilang yang disiksa. Badannya penuh luka,’’ kata mereka bergantian dengan setengah berteriak.

Melihat kondisi Adit yang penuh luka, istri Silitonga menaburkan obat kampung semacam bubuk kopi warna hitam, khususnya pada luka menganga di punggung Adit yang bernanah. Di kursi kayu depan rumah semi permanen, di samping kedai kecil milik Silitonga inilah Adit mendapat pertolongan pertama. ‘’Ini pasti disetrika,’’ kata istri Silitonga.

Yakin masih ada luka yang lain, istri Silitonga dan ibu-ibu yang di sana menanggalkan celana Adit. Benar, di kemaluan Adit juga ada luka. Seperti bekas digunting. ‘’Siapa ya yang tega melakukan seperti ini, ya. Ini tidak manusiawi lagi, ‘’ kata Dahniar, tetangga Silitonga.

Usai diberi obat kampung, istri Silitonga menggoreng telor mata sapi. Dengan nasi putih seadanya, Adit makan dengan telor itu. Adit makan dengan lahap.

Tak peduli meski orang sekampung memperhatikan dia. Jari-jari yang seakan lebih besar dari lengannya, terus memasukkan nasi ke dalam mulut meski nasi yang kembali tumpah lebih banyak dari yang masuk.

Sesekali Adit menarik nafas panjang sambil mengusap tetesan nanah dari bibir bawahnya yang terluka. Hal itu membuat sebagian ibu-ibu yang melihat Adit memalingkan muka.

Mereka tak sanggup melihatnya. Ada juga yang hanya mengerutkan kening dan memejamkan mata, menutup muka atau pergi jauh. Ada juga yang dengan sabar meminta Adit untuk terus makan. Terutama Dahniar. Dari rumah Silitonga, Adit dibawa ke rumah Dahniar yang berjarak sekitar 50 meter.

Tidak ada tanda-tanda orang tua Adit akan datang dan yakin bahwa Adit adalah anak yang dibuang dan dianiaya, pukul 17.00 WIB, Dahniar bersama Rony membawa Adit dengan mobil pick-up sayur milik Rony ke kantor polisi untuk membuat laporan. Polsek Tandun adalah tujuan berikutnya setelah Adit sempat dibawa ke pos jaga di Simpang TB.

Karena Adit mengaku berasal dari Jalan Rambutan di Ujungbatu, pihak kepolisian Tandun, Polres Rohul, bersama Rony dan Dahniar membawa Adit ke Polsek Ujungbatu.

Dari Polsek Ujungbatu, Adit dibawa ke Puskesmas setempat untuk mendapat pertolongan berikutnya. Setelah itu, barulah Adit dibawa ke Jalan Rambutan atau rumah tempat tinggal yang dimaksudnya. Sayang, sesampainya di sana, Adit tidak tahu apa-apa.

Pihak kepolisian akhirnya menyerahkan penanganan Adit ke Polsek Tapung Hulu, Polres Kampar, sebagai tempat atau lokasi pertama Adit ditemukan. Malam itu juga Adit dibawa pulang ke Tapung dan dibawa ke Rumah Sakit PTPN V untuk perawatan sementara.

***

Selasa pagi 17 Desember Adit dipindah dari RS PTPN V ke RSUD Bangkinang. Kamar perawatan paling depan di Ruang Bedah RSUD Bangkinang sejak pagi tidak sepi pengunjung.

Setiap orang yang tahu siapa yang dirawat di dalam ruang itu sejak Senin malam, pasti berhenti. Melihat langsung dari dekat siapa orang yang ada di dalamnya, atau hanya sekadar mengintip dari balik pintu saja.

Adit bocah berusia tujuh tahun. Dia dirawat di ruang ini. Ia masih terlihat trauma. Sesekali tersenyum saat menerima hadiah dari pengunjung. Ada mobil-mobilan, boneka, buku bahkan ada yang memberi uang.

Revinda, dokter yang merawat Adit, mengatakan, Adit mengalami infeksi serius pada seluruh luka di semua bagian tubuhnya. Bahkan dokter M Nur, yang merawat Adit di Rumah Sakit PTPN V sebelumnya, mengatakan, Adit mengalami dehidrasi yang luar biasa, gizi buruk dan juga kekurangan darah.

Adit menjadi pusat perhatian dan pertanyaan. Di mana-mana orang membicarakan Adit. Pejabat, dokter, spikolog, sosiolog, wakil rakyat hingga mereka yang berkerja di badan perlindungan anak, juga angkat bicara. Semua menyayangkan kasus Adit. Semua meminta agar orang tua Adit segera ditemukan.

Meski sudah tiga hari ditemukan dan menjadi perbincangan di mana-mana, tapi tidak ada seorangpun yang tahu, siapa orang tua Adit. Pertanyaan dan pertanyaan mengapa dan bagaimana Adit bisa disiksa dan dibuang, terus bermunculan. Dari banyak kalangan, bahkan pihak kepolisian.

Sejak awal ditemukan, Adit langsung ditangani pihak kepolisian. Semakin hari, mereka saling merapatkan barisan. Kapolres Kampar AKBP Ery Apriyono melalui Kasatreskrim AKP Eka Ariandy selalu berkoordinasi dengan Kapolsek Tapung Hulu AKP H Alwis Adi, Kapolsek Tandun S Sinaga dan Kapolsek Ujung Batu, Polres Rohul, Kompol Dasrizal.

Masing-masing mereka menurunkan tim khusus untuk menyisir tiga kecamatan yang diduga orangtua Adit masih berada di sana. Juga berdasarkan keterangan Adit yang sejak awal mengaku berasal dari Jalan Rambutan, Ujungbatu.

‘’Kami sudah mencari di Jalan Rambutan dekat Koramil Tandun seperti yang disebut Adit, namun tidak ada. Kita juga mencari ke Jalan Rambutan Pasirpengaraian, juga tidak ada,’’ ujar Alwis.

Tidak hanya pihak kepolisian, Riau Pos juga melakukan penelusuran jejak ibu dan paman Adit yang diakui Adit bernama Vina dan Isyam di tiga kecamatan ini. Setelah tidak menemukan jejak orangtua Adit di Ujungbatu, Riau Pos, menurunkan tim kedua, menyisir perumahan Afdelling IV dan kebun sawit tempat pertama kali Adit ditemukan Rony, tukang sayur.

Di rumah Silitonga, Riau Pos melihat sisa kue dan minuman mineral yang dibawa Adit tergantung di dinding warung. Di rumah Dahniar, Riau Pos diperlihatkan kaos lengan panjang warna abu-abu dengan bekas nanah menempel yang dikerumuni semut.

Polsek Tandun merupakan destinasi berikutnya. ‘’Kita sudah menurunkan tim mencari informasi ke Simpang Rambutan tidak jauh dari sini, juga tidak ada titik terang. Tapi, kita tetap akan menelusuri hingga ke kafe-kafe yang ada di sana. Kita akan terus gali informasi dari masyarakat,’’ kata Kapolsek Tandun, S Sinaga.

Simpang Rambutan yang dimaksud Kapolsek, menjadi tujuan berikutnya. Selama dalam perjalanan, Riau Pos sempat turun di beberapa titik seperti Simpang TB dan menanyakan kepada warga apakah ada yang kenal dengan Adit atau tidak. Koran Riau Pos yang penuh dengan foto dan berita Adit menjadi modal bertanya.

Begitu juga saat sampai di Simpang Rambutan. Jawabnya sama, tidak ada yang tahu. Mereka hanya terkejut sambil mengeluarkan kata-kata kutukan saat melihat wajah Adit di halaman pertama Riau Pos.

Penelusuran terus berlanjut hingga malam hari, bahkan hingga ke lokalisasi dan kafe remang-remang yang berada di pinggiran sepanjang jalan sekitar Simpang Rambutan. Cerita unik seperti harus ditawar murah oleh para penghuni kafe juga sempat dialami Riau Pos.

Malam kian larut. Perbincangan dan perburuan belum usai. Tokoh masyarakat setempat, Ujang Datuk datang menghampiri. Perbualan tentang Adit, Vina dan Isyam hanya kami lakukan di depan warung di pinggir jalan.

Warung ini sudah tutup. Jam pun sudah menunjukkan pukul 01.00 WIB. Tapi, informasi keberadaan orangtua Adit semakin mengerucut. Keduanya diyakini tidak jauh dari lokasi Adit ditemukan.

***

Rumah semi permanen di komplek Afdelling V, PTPN V, Desa Danau Lancang, Kecamatan Tapung Hulu, Kabupaten Kampar, Kamis pagi (18/12), terlihat kosong. Hari masih pagi. Baru pukul 09.00 WIB. Tapi rumah ini sudah ditinggal penghuninya. Terkunci rapat. Tidak ada tanda-tanda kehidupan. Tetangga kanan kirinya juga tidak tahu ke mana perginya penghuni rumah itu.

Rumah yang terletak di kilo meter 38 ini adalah rumah Ervina (36) dan Surya Atmaja (35). Keduanya disebut-sebut Adit sebagai ibu kandung dan pamannya yang bernama Vina dan Isyam. Padahal, mereka adalah ibu tiri dan ayah kandung. Awal Juli 2013, Adit bersama Surya dan Ervina serta adik tirinya Tantowi berusia 1,5 tahun, mulai menempati rumah ini. Waktu itu, Surya baru masuk kerja di PT BSP. Sedangkan Ervina yang mengaku alumni Universitas Tri Sakti Jakarta, hanya ibu rumah tangga yang mengasuh Adit dan Tantowi.

Rumah ini menyimpan sejuta cerita dan duka bagi Adit. Di sinilah iia harus menjalani hukuman dari ibu tirinya, disiksa dan dicerca hingga akhirnya dibuang di kebun sawit. Semakin lama, siksaan yang diderita semakin keji.

Tiga bulan terakhir, Adit dipukul kepalanya dengan sapu, digunting bibirnya, disayat-sayat tubuhnya dan disetrika punggungnya. Adit sendiri ikut Ervina sejak April 2013 ketika mereka masih tinggal di Medan.

Awalnya, setelah beberapa jam ditangkap oleh pihak kepolisian, Kamis siang pukul 13.30 WIB di rumah manajer PT Bumi Sawit Perkasa (BSP) di Km 40, Ervina tidak mengakui perbuatan kejinya itu. Tapi setelah menjalani pemeriksaan hingga berhari-hari di Polres Kampar, akhirnya, Jumat (27/12), Ervina mengaku telah mengoyak mulut Adit dengan gunting.

Kapolres Kampar AKBP Ery Apriyono Sik melalui Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Kampar Aiptu Supartini menyebutkan, pengakuan itu disampaikan Ervina setelah beberapa kali menjalani pemeriksaan. ‘’Iya, Ervina sudah mengakui mengoyak mulut Adit dengan gunting, di samping melakukan pemukulan terhadap Adit,’’ ujarnya.

Ervina mengaku terpaksa menyiksa Adit karena terlalu nakal. Menurutnya, Adit suka mencuri uang, suka mendorong adiknya dan bahkan pernah menutup wajah adiknya dengan bantal saat di ayunan.

‘’Adit pernah menutup wajah adiknya dengan bantal saat di ayunan. Sering mendorong adiknya. Suka mencuri juga,’’ aku Ervina saat ditemui di Polres Kampar beberapa jam setelah ditangkap.

Semua yang dilakukan Ervina, diketahui oleh ayah kandung Adit, Surya. Surya mengaku sudah mencegah sikap istrinya yang kejam dan menolak saat Adit hendak dibuang. Tapi karena takut gagal berumah tangga setelah bercerai dengan ibu kandung Adit, Surya akhirnya membiarkan dan mengabulkan keinginan Ervina.

‘’Saya pasrah. Saya terserah hukum saja. Kalau saya mencegah istri saya, katanya saya membela Adit. Saya harus bagaimana lagi. Sementara saya takut gagal dua kali dalam berumah tangga,’’ kata Surya.

***

Ruang perawatan kamar bedah RSUD Bangkinang, menjadi saksi pertemuan haru antara Adit dengan ibu kandungnya, Devi (35) terjadi. Tepatnya pukul 10.55 WIB, Senin (23/12). Devi memeluk Adit. Adit membalas pelukan Devi. Erat. Pelukan itu tidak pernah lagi dirasakan Adit sejak ditinggal Devi pergi berkerja ke Malaysia tiga tahun lalu, tepatnya saat Adit berusia 4 tahun.

Saat itu, harusnya Adit mengecapi pelukan hangat ayah dan ibunya. Tapi ketika itu pula dia harus berpisah dengan ibu kandungnya.

Begitu juga dengan abangnya Andre (9) yang waktu itu berumur lima tahun, yang juga terpisah dari ayah, ibu dan Adit sendiri. Sang Ayah sudah pergi karena bercerai dengan Devi dan menikah dengan Ervina, ibu tiri mereka.

Devi meninggalkan Adit yang berusia 4 tahun itu ke Malaysia. Dia berkerja sebagai buruh solder CD di sana. Semua karena alasan ekonomi. Semua karena ingin menghidupi Adit dan Andre dengan lebih baik.

Tapi ketika Devi pergi itulah, Adit diambil oleh Surya dan Ervina. Sedangkan Andre diasuh oleh bekas tetangga Devi di Kampung Baru, Medan, tak jauh dari rumah Devi.

‘’Saya harus menafkahi Adit dan juga Andre. Ketika itu saya tidak punya pekerjaan. Saya memilih ke Malaysia. Nah, ketika itulah, Adit diambil oleh ayahnya dan hidup bersama Ibu Tirinya. Sejak itu pula saya sulit bertemu Adit,’’ ucap Devi sambil terus mengusap air matanya saat ditemui di ruang perawatan Adit di RSUD Bangkinang.

Devi tidak datang sendiri, tapi bersama suaminya Rudi (42), Andre (9) beserta dua adik tirinya dan mertua Devi, Mardiah Siregar. Rombongan ini tiba dengan mobil carteran di RSUD Bangkinang setelah menempuh 20 jam perjalanan dari kediaman mereka di Simpang Limun, Medan Kota, Sumatera Utara.

Devi mengaku mendapatkan informasi tentang Adit dari tetangga Surya yang ada di Deli Tua, Medan. Tidak puas, diapun mengecek di situs internet. Tidak hanya sekali. Berkali-kali sampai akhirnya dia yakin bahwa bocah yang dianiaya ibu tiri itu adalah Adit.

Disebutkan Devi, Adit adalah anak yang baik budi pekertinya, ceria dan tidak pernah nakal apalagi mencuri selama dalam asuhannya. Saat Adit dalam asuhan Surya dan Ervina, Devi mengaku pernah meminta Adit atau yang biasa dia panggil Raditya. Tepatnya habis Idul Fitri tahun lalu. Tapi, yang terjadi justru pertengkaran hebat. Surya menolak mempertemukan Devi dengan Adit, apalagi untuk membawanya.

‘’Hancur hati saya melihat Adit seperti ini. Bagaimanapun, Adit itu lahir dari rahim saya. Saya berharap ayah dan ibu tirinya itu dihukum seberat-beratnya,’’ ucap Devi.

Devi berniat ingin mengasuh kembali Adit. Keinginannya itu sudah disetujui suaminya, Rudi. Bila ada pihak yang melarang dia mengasuh Adit, Devi akan tetap memperjuangkannya. Devi tak ingin lagi Adit menjadi korban penganiayaan.

Adit juga pernah diasuh Pak De-nya Ilham dan Bu De-nya Yuli, yakni kakak Surya sebelum akhirnya Adit diambil Surya dan Ervina. Yuli sempat mencegah, tapi Surya dan Ervina terus memaksa.

‘’Dulu saya melarang Surya dan Ervina mengambil Adit, tapi mereka memaksa. Tahunya Adit jadi seperti ini,’’ kata Yuli yang juga datang ke RSUD Bangkinang sebelum Devi, Jumat (20/12).

Dulu Adit gemuk dan putih. Ini terlihat dari foto-foto Adit yang dibawa Ilham dan Yuli. Berkali-kali Ilham dan Yuli menunjukkan foto itu kepada wartawan sambil terus menceritakan kekejaman Ervina saat masih mengasuh Adit dan Andre selama di Medan.

Dikatakan Yuli, Andre dan Adit pernah dihukum dan dikurung dengan posisi berdiri satu kaki di kamar mandi. Sadisnya, kata Ilham, Adit pernah disodorkan kotoran oleh Ervina ke mulutnya. Kekejaman Ervina pernah dicegah oleh Ilham dan Yuli yang bertetangga dengan Adit ketika itu. Tapi Surya, ayah Adit justru mencegahnya.

Tak hanya sampai di situ, Adit dan Andre makan dijatah sehingga Adit ketika itu selalu mengambil makanan tengah malam. Bahkan, ketika makan, Adit dan Andre pernah diberi kalung kertas dan ditulis ‘’Anak Pencuri Ikan’’.

‘’Ervina itu sangat kejam. Di Medan dia tak punya kawan baik. Padahal, dia dulu yang meminta agar Adit dan Andre dalam asuhannya, tapi justru dia aniaya. Andre kini diadopsi orang lain. Sedangkan Adit mereka bawa ke Kampar pada Juli 2013 yang lalu. Kini malah Adit jadi seperti ini,’’ papar Yuli.

Terpisah, Kapolres Kampar AKBP Ery Apriyono Sik, mengatakan, proses pemeriksaan terhadap kasus Adit masih terus berjalan. Penyidik masih melakukan pemeriksaan lebih mendalam terhadap tersangka Surya dan Ervina. Keduanya bisa dikenakan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara karena telah melanggar Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

‘’Pemeriksaan masih terus berlanjut karena kasus ini mesti didalami untuk menggali keterangan yang lebih jelas demi mengungkap berbagai peristiwa penganiayaan yang dialami Adit. Pelaku diancam hukuman maksimal 10 tahun penjara,’’ ujar Kapolres.

***

Derita luka lahir dan batin yang ditanggung Adit, membuka mata semua orang yang mengetahuinya; sebuah pelajaran berharga bagi siapapun yang masih memiliki rasa kemanusiaan.

Tak heran, jika Adit selama dalam perawatan terus menjadi perhatian dan perbincangan banyak orang. Lembaga Perlindungan Anak (LPA) dan Pusat Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Kampar, sudah menangani Adit sejak pertama ditemukan. Rekening Peduli Adit pun dibuka.

Bantuan pun mengalir hingga puluhan juta. Kasus ini terus menjadi perhatian khusus Sekretarus LPA, Hafis Thohar. Juga terus mendapat tanggapan dari berbagai pihak, pengamat, psikolog mau pun wakil rakyat di Jakarta, termasuk Satgas Perlindungan Anak Komisi Nasional Perlindungan Anak, Seto Mulyadi.

Seto mengaku terkejut saat mengetahui kondisi Adit. ‘’Karena digunting lidahnya dan disiksa, ini perbuatan tidak benar. Sangat-sangat sadis dan kekejaman luar biasa,’’ kata Kak Seto.

Adit juga dijenguk pihak Kementerian Sosial (Kemensos) RI yang datang langsung ke RSUD Bangkinang. Rombongan dipimpin oleh Kepala Seksi Pengembangan Remaja Direktorat Kesehatan Sosial Anak Kementerian Sosial RI, Cup Santo. Tampak mendampingi Pekerja Sosial Kementerian Sosial RI wilayah Kampar, Sri Wahyuni.

Master Psikologi Forensik pertama Indonesia, Reza Indragiri Amriel, juga membeberkan, Ibu Tiri Adit diduga pernah mengalami tindak kekerasan maupun pelecehan. Kesimpulan ini hasil temuan dari sekian banyak kasus kekerasan yang pernah diamati.

Lalu apa cara paling efektif yang bisa dilakukan untuk mengembalikan kepercayaan diri dan memulihkan psikologi Adit yang kini mengalami trauma berat? ‘’Obati luka fisik, rehabilitasi psikis, intervensi moral eksistensial-nya,’’ papar Reza.(dik/kun/why/rdh/fat).









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook