NESTAPA ERIYANTO, IL CAPITANO TERBAIK AC MILAN JUNIOR CAMP DAY 2010

Pulang Sekolah, Cari Rumput Baru Berlatih

Feature | Jumat, 30 Desember 2011 - 09:19 WIB

Pulang Sekolah, Cari Rumput Baru Berlatih
Nestapa Eriyanto (Foto: JPNN)

Laporan DHIMAS GINANJAR, Sukabumi

Eriyanto punya bakat bermain bola yang luar biasa. Sayang, karirnya meredup dan terancam mati karena himpitan ekonomi. Bagaimana kisahnya?

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Tak banyak pemain sepak bola Indonesia yang merasakan rumput Stadion San Siro, Milan, Italia. Siapa sangka, kesempatan langka itu sudah dirasakan Eriyanto, bocah 15 tahun asal Nagrak, Sukabumi, Jawa Barat (Jabar).

Kenangan manis itu memang sudah setahun berlalu. Namun, Eriyanto tetap tak bisa menyembunyikan senyumnya kalau mengingat kisah indah itu. Yakni, saat dia berhasil membawa tim Indonesia junior jadi kampiun AC Milan Junior Camp Day. Indonesia menjadi jawara setelah mengalahkan tuan rumah Italia 1-0 lewat gol semata wayang David Nathan (14).

‘’Tidak akan pernah terlupakan momen itu,’’ ujar Eriyanto pada JPNN yang menemuinya di Nagrak, Sukabumi. Masih dengan senyum terkembang, dia menceritakan bagaimana bangganya bisa membuat bendera Merah Putih berkibar di San Siro.

Selain mengantarkan Indonesia juara, Eriyanto dinobatkan sebagai kapten tim terbaik oleh ofisial AC Milan. Kepemimpinannya sejak awal kompetisi dan mampu membawa Indonesia juara jadi nilai tambah dibanding il capitano tim-tim lainnya.

Nilai plus lainnya, meski jadi pemain belakang, dia berhasil mencetak gol saat Merah Putih menang 3-1 atas tim gabungan Venezuela-Brazil.

Kisah manis Eriyanto berlanjut saat tiba di Tanah Air. Tim Indonesia dapat kesempatan dijamu Presiden SBY. Eri (sapaan akrab Eriyanto) yang sempat putus sekolah saat SMP seakan dapat cahaya terang di hidupnya. Ketika bertemu dengan Presiden dan Menpora Andi Mallarangeng, dia dijanjikan bakal dibiayai sekolah.

Tapi, janji itu hanya sebatas pemanis mulut belaka. Setidaknya hingga kini. Tak ada bantuan apapun yang diterima Eri. Dia juga kembali harus

bertarung dengan kemiskinan. ‘’Saya memang dari keluarga tidak mampu. Bapak merawat kambing orang,’’ katanya.

Menyitir cerita film Garuda di Dadaku, Bayu sang pemeran utama harus memilih antara sekolah dan sepak bola. Nah, Eri dihadapkan pilihan serupa oleh orangtuanya. Pilihannya adalah sepak bola atau bekerja. Orangtuanya berharap Eri fokus membantu perekonomian keluarga. Titik!

Namun, Eri tak bisa meninggalkan sepak bola. Siswa kelas XI SMA Negeri Nagrak itu tak kehilangan akal. Agar orangtuanya tak menghalangi hobinya bermain bola, Eri coba membagi waktu. Menggembala kambing tetap dia lakukan, tapi sambil berlatih sepak bola.

‘’Pulang sekolah, cari rumput dulu baru latihan,’’ ujar penggemar klub Barcelona itu. Strategi itu berhasil. Setidaknya, orangtuanya tak lagi memaksa Eri meninggalkan sepak bola.

Sebaliknya, mereka kini giat menyemangati sang putra untuk jadi pemain bola yang andal. Mereka berharap, sang putra yang lahir 12 Maret 1996 itu jadi striker alias penyerang. Harapan ini disampaikan lantaran posisi Eri yang sering bermain di belakang dianggap kurang menguntungkan.

Namun, Eri memberi fakta lain. Meski jadi pemain belakang, dia tetap bisa produktif mencetak gol. Dia pun berhasil membawa SSB Asmaras menjuarai kompetisi KONI Kabupaten Sukabumi (24/12). ‘’Meski pemain belakang, saya jadi top scorer dengan 15 gol,’’ kata pemain bertinggi 168 Cm itu.

Eri memang bersikeras agar bisa terus bermain sepak bola. Bukan semata karena dia pernah bermain di San Siro dan jadi kapten tim terbaik. Lebih dari itu, Eri tak ingin perjuangannya yang begitu panjang berakhir sia-sia karena ekonomi keluarga yang pas-pasan.

Eri mengenal sepak bola sejak kecil. Jangan dibayangkan dia menginjakkan kaki di lapangan dengan peralatan lengkap seperti sepatu dan kostum. ‘’Tidak ada itu semua,’’ tuturnya.

Meski kakinya kerap terluka, dia tak peduli. Kelas III SD adalah kali pertama dia ikut kompetisi sepak bola. Sejak saat itu, dia terus dibawa kalau ada turnamen meski sekelas antarkampung dan bermain tanpa sepatu. ‘’Kelas VI SD saya baru mengenal sepatu bola,’’ kenangnya.

Saat masuk SMP, Eri bertemu mantan pemain sepak bola nasional Arif Hidayat yang mendirikan sekolah sepak bola (SSB). Dia diminta fokus berlatih tanpa memikirkan biaya. Ketekunan itu berbuah. Belum setahun ikut SSB, Eri ikut AC Milan Junior Camp Day.

Kemiskinan sempat membuat Eri minder saat melakukan seleksi untuk regional Jakarta. Penyebabnya tentu saja anak-anak kaya yang memiliki peralatan lengkap dibanding dia. Beruntung, perasaan minder itu tak membuatnya gagal menyingkirkan seribu kontestan lain. Dia masuk sepuluh besar dan melanjutkan seleksi di Bali.

Posisi asli Eri adalah striker. Namun, situasi memaksanya jadi pemain belakang. Itu terjadi ketika salah seorang rekannya cedera saat tim sudah di Italia. ‘’Dia main di belakang dan kapten yang sebenarnya,’’ tuturnya.

Eri tak pernah menyangka cedera itu justru berbuah manis. Pelatih Yeyen Tumena mempercayakan ban kapten pada Eri meski harus menariknya untuk bermain lebih ke belakang. Sejak itu, penggemar Firman Utina itu lebih senang bermain di belakang ketimbang striker.

Sekarang dia mengaku sedang giat berlatih. Sebab, awal Januari nanti sudah menanti sebuah kompetisi lagi. Selain menghadapi kompetisi, latihan itu dimaksudkan untuk ‘menebus’ dosa. Dia merasa sangat bersalah gagal menetap di Milan pasca junior camp.

Penyebabnya, tim ofisial AC Milan mengatakan skill-nya harus diperbaiki. Menurut mereka, kemampuan Eri belum bisa menggeser anak-anak muda di tim junior AC Milan. ‘’Mereka keberatan mengeluarkan satu anak di tim junior untuk saya,’’ terangnya.

Walau begitu, Eri masih bisa tersenyum. Penyebabnya, tak ada angkatan dia di camp day 2010 yang berhasil masuk tim junior AC Milan. Baik dari Indonesia maupun tim internasional lainnya. Dia yakin, giat berlatih bakal membuat mimpinya jadi seorang pemain bola profesional menjadi kenyataan. Api semangat itu tetap dia jaga.

Mimpinya kini adalah bergabung dengan klub Arema Malang. ‘’Arema tim hebat. Mereka bisa bermain cepat. Saya ingin bermain di sana,’’ harapnya.

Meski demikian, Eri takkan jual mahal kalau ada tim yang berusaha memberi pelatihan khusus padanya saat ini. Bekal pernah merumput di Italia dengan torehan medali emas diyakini mampu jadi daya tawar tinggi baginya. ‘’Sekarang belum ada klub liga Indonesia yang memberi penawaran,’’ katanya.(*/c4/ca/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook