Merandah air sedada orang dewasa sambil memikul ikan menjadi pemandangan lumrah di bibir pantai Dusun Parit III, Desa Teluk Pambang. Pemandangan ini terjadi ketika matahari di ufuk barat mulai tenggelam dan ratusan pompong nelayan berlabuh di gigi air.
Laporan ERWAN SANI, Teluk Pambang
PUTIH peluntang (pelampung, red) jaring yang diikat pada ujung tali berukuran lima centimeter menjadi tujuan puluhan haluan pompong nelayan yang menepi sore hari itu. Ketika mendekat salah seorang nelayan dengan menggunakan kayu berukuran tiga meter dengan pengait di ujung kayu terbuat dari besi meraih peluntang tersebut.
Dengan cekatan nelayan tersebut mengikatkan tali yang berada di haluan pompong pada tali kemudian menjatuhkan peluntang tersebut ke air kembali.
Dari puluhan pompong nelayan yang merapat sore itu tak ada satupun langsung menuju pinggir pantai yang kering karena surut, akan tetapi berada di bibir air yang kedalamannya mencapai sedada orang dewasa.
Satu per satu nelayan turun dari pompong sambil membawa ikan hasil tangkapannya sore itu. Untuk ikan ukuran besar hanya diberi tali di mulut ikan kemudian diseret di air. Sedangkan ikan ukuran kecil dimasukkan ke dalam peti ikan dan dipikul di bahu.
‘’Begitulah nasib nelayan kami. Baik mau pergi melaut ataupun pulang melaut harus merandah (masuk dalam air, red), baru bisa naik ke darat atau naik ke atas pompong,’’ jelas Rusli dan Sahak yang juga nelayan kepada Riau Pos.
Hal ini disebabkan kampung nelayan di Desa Teluk Pambang Kecamatan Bantan Kabupaten Bengkalis tersebut tak memiliki pelabuhan perikanan sendiri. Dengan tak adanya pelabuhan tersebut para nelayan harus pandai-pandai melihat pasang naik dan pasang surut di tepian Selat Melaka.
Caranya jika untuk turun pada pagi hari terutama jika air pasang surut, maka nelayan pada malam harinya mengundurkan pompong mereka jauh dari bibir pantai. Sehingga saat mau melaut pompong tidak terkering di atas pantai. Sebab para nelayan turun melaut pada umumnya setelah Salat Subuh dan pulangnya saat senja menjemput malam.
‘’Kalau pasang naiknya subuh tak perlulah kami susah-susah untuk turun memindahkan pompong agak jauh dari bibir pantai. Sulitnya kalau air surut mau tak mau tengah malam dan memindahkan pompong,’’ sebut tokoh pemuda yang akrab dipanggil Seli ini lagi.
Kampung nelayan ini tiap bulan melakukan ekspor ikan ke luar negeri terutama Malaysia dan Singapura juga sebagiannya dijual ke Tanjung Balai Karimun Kepulauan Riau (Kepri) maupun Tanjung Balai Asahan Sumatera Utara (Sumut).
Keberadaan pelabuhan sebagai dermaga tempat bersandar pompong dan juga tempat penjualan hasil tangkapan ikan sangat diperlukan. Sehingga para nelayan tak perlu susah payah membawa ikan mereka ke tebing atau pengepul.
‘’Info nak dibangun Pelabuhan Perikanan dan Tempat Penampungan Ikan (TPI). Sudah dan lame kami dengar. Tapi sampai sekarang hanya bekas-bekas pancang di tepi laut itu saja terlihat,’’ jelas Sahak yang juga anggota koperasi dan pengepul hasil tangkapan ikan nelayan di Dusun Parit Tiga, Desa Kembung Luar maupun dari Teluk Lancar.
Menurut Ujang, salah seorang nelayan yang sudah puluhan tahun menangkap ikan di perairan Selat Melaka, ia berharap adanya pelabuhan perikanan. Bahkan sudah 13 tahun dinantikan. Namun sampai saat sekarang tak ada satu pancang beton yang tertancap di tepi pantai di Dusun Parit Tiga tersebut. ‘’Pancang-pancang kayu yang tersisa di tepi pantai itu inisiatif nelayan sini saja, tapi dah rubuh akibat besarnya gelombang dan kencangnya angin musim Utara beberapa tahun lalu,’’ jelasnya.
Seandainya ada pelabuhan perikanan di tepi pantai ini, dirinya yakin para nelayan tak susah-susah membuat tali tambatan pompong yang panjangnya bermeter-meter di bibir pantai. ‘’Ia kalau talinya tak putus. Kalau putus tentu pompong hanyut. Di mane nak dicari kalau putus tali tambatan itu pada malam hari,’’ ucapnya.
Kalau jumlah pompong untuk Dusun Parit Tiga saja jumlahnya mencapai 250-300 unit. Itu belum ditambah Desa Kembung Luar dan Teluk Lancar. ‘’Biasanya mereka berlabuh di laut kami sini,’’ ucap Ujang.
Menurut Bocel, pemuda dan juga pengurus nelayan di Dusun Parit Tiga menjelaskan, untuk pengajuan pembangunan pelabuhan perikanan sudah dilakukan ke pemerintah Kabupaten Bengkalis. Bahkan pengajuan tersebut bersamaan dengan pembangunan pemecah gelombang yang saat sekarang sudah dibangun di Dusun Parit Tiga tersebut. ‘’Alhamdulillah pemecah gelombang sudah dibangun. Tapi untuk pelabuhan sampai saat sekarang belum ada realisasinya. Kita juga sudah melakukan upaya dengan anggota DPRD tapi belum ada nampaknya dibangun,’’ jelas Bocel.
Dengan adanya pelabuhan yang diinginkan sepanjang 200 meter dari tebing diharapkan bisa menjadi tempat tambatan pompong para nelayan. Sehingga nelayan yang ada di Desa Telukpambang, Kembungluar dan Teluk Lancar tak perlu menambat pompongnya di bibir pantai. ‘’Kalau nak melaut tinggal turun dan tak perlu susah payah mengundurkan pompong pada malam hari,’’ jelas Bocel yang berusaha memberikan pelayanan terutama menampung ikan tangkapan para nelayan yang ada di Dusun Parit Tiga tersebut.
Keberadaan pelabuhan di tepi pantai Dusun Parit Tiga itu juga diyakini bisa menjadi tempat bersandarnya kapal-kapal pengepul atau tauke-tauke ikan. Paling tidak para nelayan bisa menjual ke kapal-kapal tauke yang akan membawa ikan-ikan tersebut ke Tanjung Balai Karimun, Bengkalis maupun tauke-tauke ikan yang menjual ikannya ke luar ngeri. ‘’Kalau sekarang mau menjual ikan, ya harus dikumpul dulu di koperasi kemudian baru dibawa menuju ke kapal-kapal tauke yang ada di Sungai Kembung Luar,’’ ucapnya.
Diharapkan pelabuhan dibangun pemerintah itu nantinya tak terbuat dari kayu akan tetapi harus permanen. ‘’Kalau terbuat dari kayu sudah pernah kita lakukan. Tapi saat musim angin utara tiba semuanya rubuh. Jadi kita berharap dibangun permanen dari beton,’’ harap Bocel.
Kemudian dia berharap bantuan yang diberikan pemerintah benar-benar tepat sasaran. Atau benar-benar yang diperlukan nelayan. ‘’Jangan sampai ada kesan minta obat sakit kepala diberi obat sakit perut. Jadi kami sebenarnya memerlukan pelabuhan dan pompong jangan diberikan tambak ikan lele pula, tentu tak bisa kami bekerja seperti itu,’’ tegas Bocel lagi.
Menyikapi hal ini, Kepala Desa Teluk Pambang M Ayub menegaskan bahwa dirinya sudah melakukan komunikasi dan menyampaikan keperluan masyarakat tersebut ke pihak kecamatan dan kabupaten. Namun sampai saat sekarang masih belum ada. ‘’Saya berharap masyarakat bisa bersabar. Kita akui sebagian besar masyarakat kita kerjanya nelayan dan keberadaan pelabuhan sangat diperlukan sehingga nelayan bisa menyandarkan pompong dan bongkar muat ikan di pelabuhan tersebut,’’ ucap Ayub.
Keberadaan pelabuhan tersebut sebenarnya juga menjadi nilai tambah. Terutama menjadi tempat tujuan masyarakat untuk bersantai pada hari libur. ‘’Sekarang belum ada pelabuhan saja sudah menjadi tempat-tempat wisatawan lokal untuk bersantai apalagi kalau sudah ada pelabuhan. Saya yakin orang memancing juga banyak di pelabuhan tersebut,’’ jelasnya.
Diakui Ayub, untuk pelabuhan-pelabuhan rakyat banyak berada di Sungai Kembung Luar, tapi itu milik pribadi. Dan pada umumnya pemilik para tauke-tauke warga Tionghoa yang mengangkat barang harian juga kelapa, kopra dan juga karet. ‘’Terkadang nelayan kita menumpang bersandar di sana. Tapi untuk nelayan terkesan tidak efektif, karena jauh dari tepi pantai Selat Melaka dan jauh untuk menuju tengah Selat Melaka,’’ ucapnya.***