Tersuruk di tepian tasik dan jauh dari jangkauan pusat pemerintahan tentu tak diinginkan semua orang. Namun begitulah realitanya bagi Desa Tasik Serai Timur, yang jauh tersuruk di tepian hutan, perkebunan sawit dan kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) akasia milik perusahaan besar di Riau.
Laporan ERWAN SANI, Tasikserai Timur
MELINTASI jalan berdonggol dan berdebu ketika musim panas. Kemudian jika musim penghujan jalan berlumpur dan terkadang banjir sepinggang orang dewasa. Inilah bentuk buram perkampungan bernama Tasikserai Timur yang jauh tersuruk di tepian tasik dan hutan yang katanya wilayah ini masuk dalam Kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis.
Untuk membuktikan lebih jelas Riau Pos berupaya untuk tiba di perkampungan yang konon sebagai daerah yang mempunyai alam indah, hasil hutan melimpah begitu juga dengan hasil ikan dari tasiknya. Ketika tiba di antara perbatasan Kecamatan Pinggir dan Kecamatan Kandis, mobil yang dikendarai Abu Kasim langsung memasuki salah satu jalan yang terletak di tepi jalan lintas Utara.
Jika perjalanan dari arah Pekanbaru, maka jalan yang dimasuki kendaraan tim Riau Pos itu terletak di sebelah kanan. Namun sebaliknya jika dari arah Kota Duri maka jalan tersebut terletak di sebelah kiri. Jalan tanah berbatu kerikil besar-besar dan lubang menganga di badan jalan membuat tak nyaman orang-orang duduk di dalam mobil.
Ketika masuk ke ruas jalan ini tentunya bagi orang pertama melintas tak bakal menyangka ada perkampungan warga yang dituju. Apalagi sekitar 15 menit melintas di jalan tanah berdebu— kebetulan saat itu musim panas sehingga debu melonjak kegirangan menutupi seluruh ruas jalan ketika ban mobil penunjuk jalan melintasi badan jalan. Tingginya debu membuat Abu Kasim harus mengurangi kecepatan mobil.
Sepanjang jalan itu hanya rimbunan pepohonan karet yang menjulang tinggi dan tumbuh berjaras dengan rapi. Sekitar 10 menit melintasi rimbun dan indahnya pohon-pohon karet yang menyejukkan mata, pemandangan kembali dimanjakan dengan berjela-jela panjangnya pipa hitam di tepian jalan dan beberapa saat kemudian terlihat kawasan tempat tanki-tanki raksasa berdiri dan berbagai peralatan canggih lainnya. ‘’Ini kawasan perminyakan Chevron,’’ ucap Zulkifli warga Kota Dumai yang akrab dipanggil Keduk kepada Riau Pos di dalam mobil saat itu.
Perjalanan yang melelahkan untuk menuju perkampungan cukup terkenalnamanya itu sudah dilalui Riau Pos sekitar 25 menit, akantetapi dua perusahaan besar sudah dilalui Riau Pos, yaitu PT ADEI dan PT Chevron Pacifik Indonesia (CPI). Meskipun sudah masuk di kawasan konsesi CPI ternyata PT ADEI belum selesai dilalui. Setelah melihat kawasan pengolahan minyak PT CPI mata kembali dimanjakan menjulang tinggi dan luasnya kawasan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) milik PT ADEI.
Hanya menikmati beberapa menit, mobil yang menjadi penunjuk jalan yang juga warga Tasik Serai, Amran terus melesak laju menuju jalan-jalan di tengah perkebunan sawit. Memasuki kawasan perkebunan sawit milik PT ADEI yang menjulang tinggi dan rimbun kemudian ditambah banyaknya persimpangan jalan membuat Amran harus melambatkan mobil yang dikendaraainya.
Setiap-setiap persimpangan dia harus berhenti sejenak menunggu mobil yang kami tumpangi sampai. Setelah kurang lebih 30 menit berkutat di jalan-jalan dalam perkebunan sawit, tibalah diujung batas perkebunan milik PT ADEI yang tak jauh dari batang Sungai Sam-sam. Tak jauh dari Sungai Sam-sam ini ada Pos Satpam.
Di pos ini mobil Amran langsung melambat dan harus melapor. Dari bahasa yang disampaikannya dilihat dari kejauhan bahwa dirinya mau ke Tasikserai dan membawa rombongan dua unit mobil. Pembicaraan berlangsung singkat. Tampak penjaga pos mengizinkan mobil untuk melanjutkan perjalanan.
Tak hanya di pos itu, beberapa menit perjalanan kembali mobil yang dikendarai Amran berhenti kembali. Kali ini tepat di tepian kawasan hutan milik PT Arara Abadi (AA). Dari kejauhan plang penutup jalan masih tertutup rapat. Kemudian tampak Amran turun kembali dari mobil dan berbicara dengan petugas keamaan perusahaan tersebut. Namun pembicaraan kala itu agak lama, karena pihak keamanan meminta pas masuk.
Sekitar lima menit berlangsung pembicaraan Amran dengan pihak keamanan perusahaan di pos tersebut. ‘’Dia meminta pas masuk. Padahal kita orang tempatan biasanya tak perlu pakai pas masuk. Tapi setelah kita beri tahu bahwa kita membawa tamu Kepala Desa Tasikserai Timur, baru diizinkan masuk,’’ jelas Amran kepada Riau Pos.
Saat ingin masuk petugas keamanan PT AA sempat bertanya, ‘’Dari wartawan Pekanbaru pak,’’ ucap salah satu petugas kepada Riau Pos. Saat itu kami langsung menjawab, ‘’Ia pak, mau ke Tasik Serai. Kami tamu Kades Tasik Serai,’’ ucap Riau Pos. Petugas itu hanya bertanya kemudian langsung mempersilahkan untuk melanjutkan perjalanan.
‘’Ginilah pak, susah kalau kita nak ke kampung numpang jalan orang. Tapi kalau melintas jalan dari Sebanga mungkin belum sampai kita,’’ ucap Amran saat istirahat sejenak untuk meluruskan kaki di kawasan HTI milik anak perusahaan PT IKPP tersebut.
Perjalanan dilanjutkan. Kembali jalan tanah berdebu namun rata, karena pihak PT AA terus menimbun dan meratakan jalan koridor milik perusahaan agar mudah dilintasi mobil interkuler yang mengangkut kayu chip akasia dari HTI milik mereka. Namun berdebu tak bisa dielakkan karena jalan koridor ini masih tanah dan berbukit-bukit. Sekitar 20 menit melintasi jalan tanah dan berdebu akhirnya tiba di kawasan HTI yang teduh dan nyaman. Pohon-pohon akasia sebesar paha orang dewasa dan ada juga berukuran di atas 10 inchi berdiri tegak.
Beberapa saat berada di tengah hutan akasia itu akhirnya mobil dikendarai Amran berhenti kembali dan kemudian mobil yang ditumpangi Riau Pos juga berhenti. ‘’Kita sudah sampai di kampung Tasikserai Timur,’’ ucap Amran yang saat itu kebetulan berhenti tak jauh dari Kantor Kepala Desa Tasikserai Timur yang berbatasan langsung dengan kawasan HTI milik PT AA.
Perjalanan kemudian diarahkan menuju perkampungan. Ban mobil ditumpangi Riau Pos kembali menginjak aspal yang baru saja dibangun Pemkab Bengkalis. Menurut warga setempat jalan tersebut dibangun tahun 2012 lalu dengan panjang jalan kisaran 900 meter panjangnya. Beberapa saat kembali ban mobil menginjak kerikil-kerikil bekas jalan aspal yang sudah rusak dan berlubang di sana sini.
Pilih Jalur Air Menuju Tasik Serai
Kunjungan dari pemerintah daerah, terutama Bupati Bengkalis, H Herliyan Saleh beberapa kali lebih memilih melintasi jalur Sungai Siak Kecil. Menggunakan speedboat sudah beberapa kali telah sampai ke Desa Tasikserai Timur. Hal ini dilakukan Pemkab Bengkalis dalam upaya mendatangi beberapa desa yang berbatas langsung dengan tasik-tasik yang berada di kawasan Siak Giam tersebut.
‘’Bupati baru-baru ini datang ke Desa Tasikserai melalui jalur sungai dan Tasikserai ini. Jika pakai speedboat lebih cepat,’’ kata Kepala Desa Tasikserai Timur, Basri Sogan kepada Riau Pos.
Melalui jalur darat jarak Desa Tasikserai Timur atau Tasik Serai hanya berkisar 58 kilometer. Namun jalan rusak, berlumpur dan banjir waktu hujan, berdebu waktu panas dan bergelombang membuat lama perjalanan dari Duri sampai Tasikserai Timur hingga dua jam perjalanan. ‘’Kalau alam rasanya tak kalah dengan yang ada di daerah lain. Hanya saja kita terselit di tengah rimbunan sawit, karet dan HTI milik perusahaan,’’ jelas Basri Sogan lagi.
Perkampungan yang terletak antara Duri, Pinggir, Siak dan Bukitbatu ini masih tetap terbiar potensinya. ‘’Jalan lintas menuju kampung kami ini masih sulit. Kalau mau jalan bagus harus melintas jalan perusahaan. Kalau orang baru sulit untuk masuk karena jalannya berputar-putar,’’ jelasnya.
Untuk di Desa Tasikserai Timur sendiri memiliki tiga dusun yaitu Dusun Mempelasgendeng, Pulautembusu dan Dusun Simpangkancil. Itu belum ditambah dengan desa lainnya seperti Desa Tasikserai dan desa-desa di daerah transmigrasi lainnya.
‘’Jika jumlah penduduk di tepian Tasik Serai ini mencapai ribuan Kepala Keluarga. Sedihnya kalau musim penghujan tak bisa keluar, karena banjir dan jalan rusak,’’ jelas Basri.
Harapan besar tetaplah ditujukan kepada Pemkab Bengkalis terutama menyegerakan pembangunan akses jalan lintas dari Duri-Desa Tasikserai Timur. ‘’Kalau jalan dari Simpangsebanga-Tasikserai selesai atau di hot mix, saya yakin tak sampai satu jam dan tiba di kampung kami ini,’’ jelas Kepala Dusun Mempelasgendeng, Jiun kepada Riau Pos.
Tapi realitanya sampai jalan lintas jadi tumpuan dan harapan untuk masyarakat menjual segala hasil pertanian, perikanan dan perkebunan ke kota belum selesai juga.
Oleh sebab itu jangan heran, jika di Desa Tasikserai Timur ini harga ikan bernama seperti Tapah, Baung, Selais dan ikan toman harganya masih jauh dari standar. ‘’Kalau ikan tapah kisaran 25-30 ribu per kilogramnya. Sedangkan ikan baung paling tinggi Rp25 ribu per kilogram. Itu ikan masih hidup, kalau mati tak ada harga,’’ jelas Jiun.
Masih ada keuntungan bagi masyarakat, kata Ketua RW 01 Dusun Pulautembusu, Ismail kepada Riau Pos, para pembeli atau tengkulak ikan datang menjemput di Desa Tasikserai Timur ini. ‘’Walaupun kita tahu harganya murah mereka mengambil, tetap saja kita jual. Sebab kita tak ada daya untuk membawa ke luar, karena menimbang biaya. Daripada busuk dan jadi ikan salai lebih baik dijual dengan tengkulak yang membeli,’’ jelasnya.
Sawit Sempat Busuk Ditandan
Susahnya akses jalan yang ada di Desa Tasikserai Timur beberapa kurun waktu lalu terjadi hal-hal sangat memilukan. Karena hasil perkebunan sawit dan hasil tangkapan ikan nelayan tak bisa dibawa keluar kampung. Bahkan pernah kejadian buah sawit harus gugur dari tandannya dan sebagian busuk di batang.
‘’Tahun kemarin banjir tinggi, sehingga jalan tak bisa melintas di jalan. Jangan mobil biasa, dump truk juga tak bisa melintas,’’ jelas Anto warga yang sebelumnya pernah menjadi pengangkut buah sawit dari kampung Tasikserai menuju perusahaan sawit yang ada di daerah Kecamatan Kandis.
Banjir berlangsung kurang lebih satu bulan membuat dirinya sebagai pengangkut buah sawit harus tumbang dan harus mengembalikan mobil kepada agen. ‘’Daerah kami ini kalau banjir, bukan selesai sehari dua hari. Akantetapi terkadang berbulan-bulan. Akhirnya semua hasil perkebunan susah nak di jual. Salah satunya saya pernah jadi agen penjual sawit, karena banjir berkepanjangan tak mampu mengeluarkan sawit dari kampung. Akhirnya harus tutup usaha dan mobil di tarik karena tak sanggup membayar,’’ jelas Anto yang ditemui di rumahnya sedang membuat cangkir dari batang kayu pasak bumi.
Masalah hasil pertanian, perikanan dan perkebunan di Tasikserai Timur ini sebenarnya sangat banyak. Mulai dari karet, sawit, ikan-ikan segar dan lainnya. ‘’Tapi sayang jalan tak memadai dan harus jauh menjajanya sehingga harga jatuh. Sedihnya jalan kalau musim banjir banyak masyarakat tak bisa memenuhi keperluan hidup, karena distribusi barang sulit dicapi ke kampung kami ini,’’ lanjutnya.
Menjadi daerah terpinggirkan tentu tak diinginkan semua orang. Untuk itu kearifan pemerintah sangat diharapkan. Karena kunci pembangunan di negeri ini ada empat yang menjadi perhatian khusus. Pertama masalah transportasi di dalamnya termasuk akses jalan sebagai pelancar transportasi.
Kemudian masalah air bersih. Selanjutnya masalah listrik dan terakhir dianggap tak perlulah pemerintah ambil andil, karena telekomunikasi sudah menjadi idaman pihak swasta yaitu telekomunikasi. ***