Laporan LISMAR SUMIRAT lismarsumirat@riaupos.co
Hampir di setiap traffic light di Kota Pekabaru dihiasi gelandang dan pengemis (Gepeng). Keberadaan mereka pun bak jamur yang selalu tumbuh di musim hujan.
Seorang pengemis mengacungkan tangannya ke arah pengemudi mobil yang berhenti sejenak menungu lampu hijau di simpang SKA, samping pos Satlantas, kemarin.
Pengemis yang mengenakan baju kemeja putih lengan panjang dipadu celana coklat ini di pandu oleh seorang wanita paruh baya yang menuntunnya ke setiap kendaraan yang berhenti.
Setiap tiba di sebelah pengemudi, pemandu berhenti berjalan, kemudian seolah paham, yang dipandu langsung mengacungkan tangan berharap mendapat sumbanangan.
Setelah selesai satu mobil mereka kemudian menuju mobil lainnya hingga lampu traffic light berwarna hijau kembali.
Hal tersebut mereka lakukan berulang-ulang, ke Timur dan ke Barat. Sesekali mereka pindah ke bagian Utara simpang SKA, kemudian kembali lagi ke bagian Barat simpang SKA. ‘’Tak capek bu?’’ sapa Riau Pos. ‘’Tidak nak’’ jawab pemandu.
Dari logatnya sang pemandu yang mengunakan baju kaos warna hijau belengan 3/4 dipadu jilbab hitam dan dan celana training berwarna biru tua ini sepertinya dari daerah Jawa, sebab logat Jawa masih begitu kental.
Namun ketika hendak ditanya lebih jauh, pengemis yang selalu bergandengan tangan bagai sepasang remaja yang kasmaran ini langsung menjauh, dan tak pernah mendekat lagi.
Menurut pedagang minumam yang berjualan samping pos Satlantas, keberadaan meraka akan bertambah banyak ketika menjelang sore. ‘’Kalau siang begini mereka masih jarang, tapi kalau sore banyak yang datang,’’ tuturnya.
‘’Sebelum puasa kemarin jumlah mereka cuma sedikit tetapi mendekati Ramadan jumlah mereka bertambah dari biasanya,’’ tutur pedagang yang enggan menyebutkan nananya ini.
‘’Kadang mereka menukarkan uang ribuan hingga mencapai Rp50 hingga Rp100 ribu,’’ tambahnya.
Setelah satu jam memantau aktivitas pengemis ini, pemandu yang tadi membawa mengemis terlihat sudah tidak bersama lagi dengan pasangannya.
Pasangannya justru dipandu pria. Ketika jalanan agak sepi, yang berpura-pura buta seolah hapal dengan trotoar yang dilangkahinya. Tak terlihat kesulitan sedikitpun, jalannya pun seperti orang normal pada umumnya.(*4)