KERJA KERAS BADRONI YUZIRMAN MEMBANGUN KOMUNITAS TANGAN DI ATAS

Berkah Pengusiran dari Pasar Tanah Abang

Feature | Minggu, 29 Juli 2012 - 09:25 WIB

Berkah Pengusiran dari Pasar Tanah Abang
Sebagian dari anggota Komunitas Tangan Di Atas. (Foto: salsabeela.com)

Sesuai namanya, komunitas Tangan di Atas (TDA) terus menanamkan nilai saling memberi dan berbagi ilmu kepada anggotanya. Mereka percaya, dengan berbagi kepada sesama, rezeki akan semakin berlimpah. Semangat itulah yang membuat jumlah anggota TDA terus berkembang pesat. Kini sekitar 20 ribu orang berjiwa entrepreneur tergabung dalam komunitas yang didirikan pada 2006 tersebut.

THOMAS KUKUH, Jakarta

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Badroni Yuzirman tak pernah me­ngira kegagalannya menjalankan bis­nis garmen di Pasar Tanah Abang ter­nyata berbuah manis. Tak hanya ber­hasil bangkit memanfaatkan toko on­line, kini pria yang akrab disapa Ro­ni itu juga sukses menyebarkan virus entrepreneurship kepada anak-anak muda yang ingin sukses mem­bangun kerajaan bisnis. 

Ya, Roni—panggilan Badroni—yang kini menekuni bisnis pakaian bu­sana muslim di Jakarta tersebut ad­a­lah pendiri komunitas TDA. “Sebe­nar­nya angka 20 ribu itu jumlah ang­gota yang keluar masuk di TDA ka­rena memang pintunya banyak. Ada yang masuk lewat milis, blog, Twitter, Facebook, dan lainnya,” katanya saat di­temui di rumahnya, kawasan Ulu­jami Jaksel, Kamis (26/7).

Kini, kata Roni, TDA beru­paya menertibkan seluruh ang­gotanya dengan membuat kartu ang­gota resmi. Sampai saat ini, su­dah sekitar 2 ribu anggota yang memiliki kartu anggota. Ang­gotanya pun terdiri atas ber­bagai latar belakang. Mulai entrepreneur di bidang IT yang bis­nisnya berhubungan dengan alat-alat canggih hingga pengu­sa­ha makanan yang seke­las warteg (warung tegal).

“Pokoknya, di sini pengu­saha yang omzetnya miliaran sam­pai pengusaha yang masih nol ada semua,” ujarnya lantas tertawa.

Di TDA-lah mereka yang su­d­ah merasakan sukses dan ma­pan harus menyebarkan ilmu ser­ta resep kesuksesannya. Seti­dak­­­nya mereka bisa bertukar pe­nga­laman antara satu dan lain­nya untuk menambah jaringan bisnis di antara mereka.

Sejak 2009, TDA mulai me­ngem­bangkan diri dan mem­bu­ka “cabang” di berbagai dae­rah. Hingga kini, TDA tercatat ada di 30 kota/kabupaten. Setiap wila­yah memiliki program serta ke­gia­tan tersendiri.

”Awalnya kami terpusat di Ja­karta. Tapi, karena jumlah orang yang bergabung semakin ba­nyak dan dari berbagai wila­yah, ak­hirnya kami mem­buka di wi­layah-wilayah yang sudah siap,” imbuh bapak dua anak itu.

Meski menjadi orang pen­ting di antara ribuan pengu­saha suk­ses, Roni tetap hidup seder­ha­na. Rumahnya yang cukup luas didesain simpel dan mini­ma­lis. Halamannya dibiarkan hijau dengan ditumbuhi rumput yang tertata rapi. Di sudut ha­la­m­an, Roni membangun arena ber­main untuk anak-anaknya yang masih kecil.

Ruang tamu di rumah terse­but juga tak kalah seder­hana. Di sana hanya ada se­buah sofa mungil, serta bebe­rapa kursi. Se­buah lemari kecil dan be­berapa hiasan rumah me­nyambut tamu yang berkunjung. Saat menemui JPNN, Roni bergaya santai de­ngan mengenakan batik ungu yang dipadu blue jeans.

Roni mengaku, saat ini diri­nya memang mengu­tamakan kua­litas hidup. Sehari-hari diri­nya tidak hanya meng­habiskan waktu untuk mengembangkan bis­nis, tapi juga berupaya men­dekatkan diri dengan keluarga.

Dia lantas menceritakan awal mula merintis komunitas TDA. Lulusan Jurusan Mana­je­men Trisakti tersebut meng­g­elu­ti bisnis pakaian mus­lim sejak 2001. Kala itu, dia menyewa kios di Pasar Tanah Abang. Letaknya di Blok F yang memang khusus pa­kaian.

Nah, karena Roni mengu­ta­makan kualitas dan pelayanan ke­pada pelanggan, bisnisnya ce­pat maju. Perlahan-lahan dia te­rus menambah kios. “Puncak bisnis saya tahun 2003. Saya menyewa tiga kios,” katanya.

Seiring dengan pesatnya per­kembangan bisnisnya, Roni juga mendapat banyak “gang­guan”. Di antaranya, diri­nya ber­selisih dengan pengelola pa­sar. Dia merasa diperlakukan ti­dak adil. “Saya termasuk salah seorang pe­dagang yang vokal melawan per­lakuan pengelola yang saat itu tidak adil,” kenangnya.

Perselisihan tersebut tak kun­jung selesai hingga 2004. Bah­kan semakin runcing. Akhir­nya, 3 M­a­ret 2004, Roni diusir dari Pa­sar Tanah Abang. Dia diminta ke­luar dan tidak lagi diizinkan untuk berdagang di pasar besar itu. Roni awalnya ingin melawan me­lalui jalur hukum. Tapi, sete­lah berpikir dua kali, dia memilih un­tuk mengalah.

Dia lantas mengontrak ru­mah kecil di kawasan padat pen­duduk Kemandoran, Jaksel. “Di sana, saya benar-benar me­mulai usaha dari nol lagi. Ta­pi, saya te­tap yakin bisa kem­bali bang­kit,” imbuhnya.

Di kontrakan tersebut, Roni me­manfaatkan garasi untuk me­rin­tis usahanya. Lantaran tem­pat­­nya yang kurang strategis di­ban­ding kiosnya di Tanah Abang, mau tidak mau Roni ha­rus terus memutar otak. Akhir­nya, dia “menemukan” solusi de­ngan berbisnis via online.

Dia lalu membuat situs www.manetvision.com yang me­­rupakan lapak busana mus­lim­­nya di dunia maya. “Saya se­benarnya iseng. Sebab, saat itu ka­lau berbau www.com diang­gap sudah keren. Apalagi saat itu be­lum banyak toko online,” tu­turnya lantas tertawa.

Sejak saat itu Roni kerap menghubungi teman-temannya, ja­ringan, serta para pelanggan un­­tuk memberi tahu agar mem­bu­ka lapaknya di internet. Dia te­rus berusaha mengenalkan la­pak itu secara luas. Tak diduga, ke­isengan tersebut berbuah ma­nis. Jualannya laris. Bahkan, Roni mengaku bisnisnya terus ber­kembang dan semakin maju. Ke­untungan yang diraup dari berjualan online tidak kalah dibanding berjualan di tiga kiosnya di Tanah Abang.

“Bayangkan, di Tanah Abang sa­ya harus menghabiskan Rp 200 juta setiap tahun untuk se­wa tiga kios. Tapi, di kontrakan ke­cil itu, saya hanya membayar Rp 12 juta untuk sewa,” ungkap­nya.

Sejak merasakan sukses di bis­nis online, Roni ingin mem­ba­gi pengalaman dan ilmunya ke­­pada orang lain. Caranya ma­sih tetap via dunia maya. Dia mem­buat blog roniyu­zir­man.com pada 2 November 2005. Di blog itulah dia men­ce­ri­takan semua penga­lamannya ja­tuh bangun menjalankan bis­nis, mulai di Pasar Tanah Abang hing­ga sukses menempuh jalur toko online.

Curahan pengalaman di blog yang sebenarnya juga iseng itu ter­nyata banyak dibaca orang. Ti­dak sedikit yang akhirnya m­e­n­gi­rim komen atau bertanya ja­wab dengan Roni. Dari situ, Roni ke­mudian memutuskan untuk mem­buat milis yang dikhus­us­kan untuk orang-orang yang bia­sa berdiskusi di blog-nya.

Milis bisnis online itu pun sa­ngat ramai. Karena itu, pada 22 Januari 2006, Roni mem­be­ranikan diri untuk kopi darat de­ngan para anggota. “Saat itu jum­lahnya masih 40 orang,” ujar­nya.

Dalam pertemuan tersebut, Roni mengajak seorang pengu­sa­ha Pasar Tanah Abang yang sa­ngat sukses. Pengusaha itu akrab disapa Haji Alay. Dia pu­nya puluhan kios di Pasar Tanah Abang. Haji Alay diminta men­jadi narasumber.

Tahun demi tahun kelom­pok tersebut terus berkembang hingga jumlah anggotanya men­ca­pai ribuan. Kini TDA sudah me­nyerupai perusahaan. Me­re­ka memiliki pengurus di pusat dan wilayah. Roni menjadi ketua Ma­jelis Wali Amanah yang da­lam struktur perusahaan biasa di­sebut komisaris.

Eksistensi TDA yang militan menarik perhatian Menteri BUMN Dahlan Iskan. Kemen­te­rian BUMN akan menjadikan TDA sebagai mitra kerja. Seba­gian CSR (corporate social res­pon­sibility) perusahaan-pe­ru­sahaan BUMN akan disalur­kan melalui TDA.(jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook