MENELUSURI KEMATIAN HARIMAU DI ROKAN HILIR

Kulit, Tulang dan Kepala ”Panglima’’ Dikubur Terpisah

Feature | Jumat, 29 Juni 2012 - 09:36 WIB

Kulit, Tulang dan Kepala ”Panglima’’ Dikubur Terpisah
Kulit harimau yang sudah dikuliti diangkat warga bernama Bahar dari belakang rumahnya, Kamis (28/6/2012). (Foto: DIDIK HERWANTO/RIAU POS)

Aroma menyengat dari onggokan tulang yang dibukus karung menjadi tontonan warga Sei Sarang Burung petang itu. Bau busuk yang demikian menusuk hidung serta ratusan belatung yang keluar dari dalam karung, tidak menyurutkan warga untuk melihat lebih dekat sisa keperkasaan ‘’panglima’’ belang dari Sei Sarang Burung.

Laporan, DIDIK HERWANTO dan FADLI MUALIM, Pasir Limau Kapas

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

HARIMAU Sumatera yang diperkirakan baru berumur 1-1,5 tahun ini meregang nyawa setelah dijerat di bagian lehernya oleh masyarakat di Dusun Sei Sarang Burung, Desa Pasir Limau Kapas, Rokan Hilir.  

   

Riau Pos dan tim dari Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau mendatangi lokasi pada Selasa (26/6). Setelah menempuh perjalanan sekitar 12 jam dari Kota Pekanbaru, Riau Pos bersama tim BBKSDA akhirnya tiba di lokasi, Rabu (27/6) sekitar pukul 13.00 WIB.

Riau Pos bersama tim BBKSDA sengaja memilih jalur darat karena jika menggunakan jalur laut, maka harus menunggu dan menginap satu hari lagi di Kota Bagan Siapiapi. Karena feri yang melayani rute Bagan Siapiapi-Penipahan hanya melakukan perjalanan pulang-pergi sekali saja dalam sehari.

Jalur darat yang ditempuh adalah melelui rute Ujung Tanjung, Kubu dan Pasir Limau Kapas. Memilih jalur darat juga bukan tanpa resiko, beratnya medan membuat kami terpkasa memarkirkan sebagian kendaraan di Kecamatan Kubu. Karena Jalan Lintas Kubu-Pasir Limau Kapas hanya mampu ditempuh dengan kendaraan double cabin.

Setelah melewati jalan berlumpur dan beberapa kali kendaraan rombongan terjerembab dalam kubangan yang cukup dalam. Akhirnya tiba di Desa Pasir Limau Kapas, Kecamatan Pasir Limau Kapas. Dari Desa Pasir Limau Kapas, harus berganti kendaraan menuju Dusun Sei Sarang Burung, karena menuju dusun ini hanya mampu ditempuh dengan kendaraan roda dua.

Setibanya di lokasi puluhan warga Dusun Sei Sarang Burung telah menunggu kedatangan Riau Pos. Sepertinya mereka memang mengetahui kedatang tim dari BBKSDA. Tanpa buang-buang waktu tim yang dipimpin Syahimin, Kepala Bidang Teknis (KABID Teknis) BBKSDA Riau langsung menuju lokasi penguburan harimau yang telah mati itu.

Tim awalnya kecewa karena keterangan warga dan aparat desa setempat berubah-ubah. Badiuzzaman RW setempat awalnya mengatakan, bahwa harimau itu dikuburkan dalam keadaan utuh. Namun setelah diminta untuk membongkar kuburan harimau tersebut, Badiuzzaman mengatakan, bahwa harimau itu dikuburkan secara terpisah.

Menurutnya, kuburan yang saat ini berada di hadapan tim BBKSDA dan terletak di sisi barat sungai Sei Sarang Burung hanya tinggal daging dan organ-organ dalam tubuh harimau. Sementara tulang dan kulitnya dikuburkan secara terpisah, namun saat diminta menunjukkan kuburan lainnya Badiuzzaman berkilah tidak tahu. ‘’Saya tidak tahu, yang tahu Pak Ari, RT kami,’’ ungkapnya.

Setelah menunggu 2 jam, akhirnya Ari datang. Setelah tim melakukan dialog dan menjelaskan maksud kedatangan, lalu kemudian giliran Ari menjelaskan, bahwa ia sengaja memisahkan antara tulang, kulit dan daging. Ia berdalih dengan dipisahkan, maka kerahasian kuburan itu akan terjaga dan tidak mudah dibongkar orang yang berniat buruk.

‘’Saya takut kalau tidak dipisahkan akan dibongkar orang, makanya hanya daging saja yang kuburannya tidak kami rahasiakan,’’ ujarnya.

Kemudian tim meminta Ari untuk menunjukkan kuburan tulangnya yang menurutnya tidak jauh ia kuburkan dari rumahnya. Disaksikan beberapa orang warga dan aparat pemerintahan desa setempat, kuburan tulang itu akhirnya dibongkar. Tulang belulang tersebut dikuburkan dalam kondisi dibungkus karung goni.

Lokasi penguburan kulit harimau ini lumayan jauh, jaraknya kurang lebih 5 Km dari lokasi penguburan daging dan tulang, dan tepat berada di belakang rumah salah seorang warga bernama Bahar.

Diberitakan sebelumnya, bahwa harimau yang mati di Dusun Sei Sarang Burung tersebut karena terjerat oleh jerat milik pemburu babi. Namun saat diwawancarai Riau Pos, Bahar orang yang ikut mengevakuasi dan menguliti harimau tersebut mengantakan, kematian harimau ini adalah puncak dari kekesalan warga yang kehilangan ternaknya akibat dimangsa harimau.

‘’Setelah banyak ternak kami yang mati, ya akhirnya kami tangkap harimau tersebut dengan cara seperti ini,’’ ungkapnya kepada Riau Pos sambil menunjukkan tali seling yang digunakan untuk menjerat harimau tersebut.

Panglima Belang, demikian Masyarakat Sei Sarang Burung menjuluki Pantera Tigris Sumatrae atau yang lebih dikenal harimau Sumatera itu. ‘’Jauh sebelum pemerintahan republik ini mengeluarkan larangan perburuan dan pembunuhan terhadap satwa yang terancam punah ini, masyarakat Desa Limau Kapas sangat melindungi dan mengeramatkannya,’’ demikian dikisahkan Epan (26).

Menurut Epan, masyrakat sangat menjaga keberadaan harimau Sumatera ini, bahkan jika memang terpaksa harus menangkap, banyak ritual yang harus dilakukan sebelum menangkap kucing besar itu.

Tidak itu saja alasan untuk menangkapnya pun harus jelas, misalnya sudah memangsa ternak ataupun memangsa warga. Meskipun demikian jika warga yang dirugikan tidak meminta kepada pawang untuk menangkap, maka si pawang juga tidak akan berani untuk menangkap. Setelah tertangkap maka seluruh penduduk desa akan mengadakan ritual silat di tepi pantai. Demikianlah masyarakat Desa Limau Kapas sangat menghormati kucing langka ini.

Namun kini ritual itu hilang, tidak ada lagi ritual silat dan sejenisnya untuk menangkap si panglima. Satu satunya cara untuk menghentikan keresahan warga akibat ulah si panglima, warga lebih memilih menggunakan jerat dan membunuhnya. Bagi sebagian besar masyarakat Dusun Sei Sarang Burung, hewan ini bukan lagi sebagai panglima, melainkan musuh karena telah memangsa hewan peliharaan mereka.

Menangkap dan membunuhnya menurut mereka adalah keberhasilan untuk mengakhiri keresahan mereka. Bahkan dulu melukai hewan ini adalah pantangan, tapi kini warga sanggup memotong dan mengupas kulit serta memisahkannya menjadi beberapa bagian.

Fakta itulah yang ditemui Riau Pos di Dusun Sei Sarang Burung Rabu (26/6) saat tim dari BBKSDA melakukan otopsi terhadap harimau yang dikabarkan mati karena terjerat pekan lalu itu.

Harimau Sumatera ini dikuburkan secara terpisah oleh warga. Daging dan bagian isi dalam harimau dikuburkan tidak jauh dari rumah Jafar (57), warga yang mengaku kambingnya menjadi korban keberingasan harimau itu. Sementara tulang-belulangnya dikuburkan sekitar 50 meter dari kuburan pertama dan tepat berada di belakang rumah Ari RT setempat.

Dari dalam lubang yang kedalamannya tidak lebih dari 1 meter ini tulang belulang itu diangkat. Dengan dibungkus dua karung goni bekas tujuh bagian tulang itu dipisahkan, sisa-sisa daging yang menempel pada tulang mulai berwarna putih pucat dengan lubang lubang kecil seperti pori-pori. Permukaan daging yang pucat itupun tampak bergerak gerak, ketika diangkat dan dikeluarkan dari dalam karung ratusan hingga ribuan belatung berjatuhan.  

Tanpa rasa jijik, satu persatu tulang tersebut diukur dan dibersihkan oleh Rini dokter hewan dari BBKSDA. Perempuan yang mengenakan jilbab hitam dengan motif bunga itupun dengan sabar menyusun kembali tulang belulang yang sudah tercerai-berai. ‘’Oke, pas. Semua tulang masih utuh,’’ ucapnya kepada tim.

Menurut Rini, dokter hewan BBKSDA yang juga ikut dalam tim, ketika harimau ini mati dan langsung dikuburkan oleh warga, dalam beberapa hari saja langsung membusuk dan tidak akan memiliki nilai jual lagi.

Setelah selesai didokemntasikan, dan dipastikan keutuhan organ tulang harimau tersebut. Tim melakukan penggalian dikuburan kedua yang menurut keterangan Ari di sana kulit harimau itu di kuburkan. Jaraknya sekitar lima kilometer dari lokasi dua kuburan pertama. Hujan lebat yang mengguyur Dusun Sei Sarang Burung petang itu tidak menyurutkan tim untuk tetap melakukan evakuasi terhadap kulit harimau tersebut.

Tepat di bawah pohon kelapa sawit dan hanya berjarak sekitar 15 meter dari rumah Bahar, kulit harimau yang dibungkus plastik berwarna biru ditemukan. Aromanya tidak terlalu menyengat, kondisinya juga masih terbilang bagus. Tidak banyak belatung yang mengkerubutinya. Hanya dari sela-sela daun telinga saja yang tampak terdapat belatung.

Kondisi kulit sendiri agak mengeras, tampak belum lama bangkai kulit ini dikuburkan. Fakta ini dibenarkan Bahar, yang menyebutkan baru dua hari yang lalu kulit ini dikuburkan di sini. Sebelumnya kulit ini tidak dikuburkan karena menurut Bahar banyak aparat yang ingin melihat bukti adanya kulit harimau itu.

Warna kuning dengan corak hitampun masih dapat terlihat jelas, meskipun saat itu hari sudah beranjak gelap. Kulit harimau ini disayat dengan baik tidak ada daging yang tertinggal pada permukaan dalam kulit, inilah yang menyebabkan kenapa bangkai kulit ini tidak mengeluarkan bau yang menyengat dan dikerubuti belatung.

Menurut Rini, tidak sembarang orang bisa memisahkan antara daging dan tulang dengan sempurna. ‘’Hanya orang yang sudah bisa dan profesional yang mampu melakukan ini,’’ imbuhnya kepada Riau Pos.

Sementara itu Syahimin Kepala Bidang Teknis BBKSDA Riau kepada Riau Pos sangat menyayangkan matinya harimau sumatera ini. Ia juga mengakui bahwa pihaknya belum bisa mengambil kesimpulan terkait tewasnya hewan yang dilindungi tersebut. Pihaknya masih akan melakukan kajian terhadap hasil temuan di lapangan.

Jika memang ada unsur kesengajaan, Syahimin juga tidak menampik jika jajarannya akan menindak eksekutor yang mengakibatkan tewasnya hewan tersebut. ‘’Harimau kan dilindungi undang-undang. Apapun alasan membunuhnya tidak dibenarkan,’’ tegasnya.

Harimau Sumatera sendiri, menurut data World Wildlife Fund (WWF) jumlahnya tidak lebih dari 400-500 ekor di Pulau Sumatera. dan di Riau sendiri jumlahnya tidak lebih dari 100 ekor yang tersebar di seluruh abupaten di Provisnsi Riau.

Syahimin juga mengimbau agar masyarakat segera melaporkan kepada BBKSDA jika memang melihat ada harimau berkeliaran di sekitar lingkungan mereka. Menurut Syahimin wilayah Rokan Hilir memiliki populasi harimau terbanyak dan kebanyakan harimau tersebut hidup di luar wilayah konservasi. Syahimin sendiri menduga bahwa jika benar harimau ini memangsa ternak warga, ini disebabkan karena pakan alami dihabitatnya habis, akibat ulah penjerat babi atau karena menipisnya hutan di wilayah tersebut.

Akhirnya petang itu adalah akhir dari kisah si panglima belang, hewan yang dikenal gagah dan garang itu kini terbungkus karung bekas dan diletakkan di belakang mobil hiline berwarna merah yang mulai jauh meninggalkan desa yang pernah membuatnya sangat terkenal. Kini yang tersisa di desa itu hanya lubang-lubang yang menyebarkan aroma menyengat dari sisa tubuh si panglima.*** 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook