Semua yang ada di ikan bermanfaat dan bisa dimakan. Kata itu tepat diberikan kepada ikan malong. Selain dagingnya bisa dimakan, harga lupe atau gelembung renang ikan, pelampung ikan (fish swim bladder/fish maw) juga selangit. Per kilogram harga lupe bisa mencapai Rp2,5 juta.
Laporan ERWAN SANI, Teluk Pambang
MATAHARI mulai condong setinggi sepenggalah di ufuk barat. Beberapa pompong tampak mulai mengarahkan haluannya ke pinggir pantai Selat Melaka, terutama di Dusun Parittiga Kampung Pambang. Jam di tangan saat itu menunjukkan pukul 15.15 WIB, dan sekitar 10 menit lagi waktu Salat Ashar sudah masuk.
Menjelang pukul 15.30 WIB, sengugut, deru dan hiruk pikuk mesin pompong semakin bergemuruh. Dari tengah Selat Melaka tampak menghitam berpulau-pulau yang semakin lama benda hitam itu semakin mendekat dan kemudian terlihat jelas benda hitam dan berbendera itu pompong nelayan yang ke tepi. Lebih dari 250 pompong menepi serentak kala itu.
Satu per satu pompong ditambat para nelayan pada tali sauh atau tiang pancang di bibir pantai Dusun Parittiga. Ramainya suara para nelayan ini bisa didengar setiap hari. Kecuali hari Jumat, banyak nelayan tidak melaut. Kalaupun ada hanya mencari ikan remis tak jauh dari bibir pantai dan pulang sebelum waktu jumat tiba.
Dari ramainya nelayan yang turun tampak beberapa ekor ikan berwarna kuning dan berukuran panjang 1-1,5 meter. Ikan bergigi tajam, berat mencapai 10-15 Kg per ekor, berwarna kuning dan tidak bersisik ini orang pesisir menyebut dengan nama ikan malong atau beberapa daerah menyebutnya ikan tunang.
Malong-malong yang dibawa para dipapah para nelayan Dusun Parittiga ini berukuran lumayan besar. Per ekornya berkisar 8-10 kilogram. ‘’Paling kecil 5 kilogramlah,’’ ucap Sahak yang merupakan agen pengambil ikan kepada Riau Pos.
Jika beratnya dibawah empat kilogram, kata Sahak, biasanya nelayan tak akan menjualnya namun dibawa pulang untuk makan. Tapi kalau ada pedagang yang eceran atau keliling datang membeli mereka jual juga.
Ikan malong yang dibawa para nelayan ini berbeda dengan ikan lainnya yang kondisi perutnya masih utuh. Namun untuk ikan malong yang dibawa nelayan semua perutnya sudah terbelang dan tampak darah berceceran keluar dari perutnya. ‘’Kok semua ikan malong dibawa nelayan dibelah perutnya?’’ tanya Riau Pos saat itu.
Mendengar pertanyaan penasaran dari Riau Pos, Sahak didampingi Dollah langsung menjawab. ‘’Kalau ikan malong yang didapat nelayan sini jangan diharap perutnya masih utuh. Sudah pasti dibelah. Sebab mengambil lupe-nya,’’ kata Sahak menjawab pertanyaan Riau Pos.
Bukan ikan malong saja, akan tetapi ikan-ikan lainnya seperti ikan kelampai dan ikan kurau, ikan kakap merah lupe-nya juga diambil para nelayan. Harga lupe pun cukup menjanjikan.
Dijelaskannya, untuk ikan malong ukuran besar berat lupe-nya bisa mencapai berat 50-100 gram. ‘’Jika satu ekor ikan malong dapat satu mata lupe. Kalau dalam satu bulan bisa dapat 10 ekor tentu bisa dapat satu kilogram lupe. Banyak duetnye tu,’’ jelas Sahak dan diiyakan Dollah.
Lebih Mahal Lupe Dibanding Daging Ikan
Di Pulau Bengkalis, khususnya di Kampung Teluk Pambang merupakan daerah penghasil ikan terbesar. Setiap harinya bisa menghasilkan ikan kisaran 2-3 ton. Ini terlihat dari jumlah pompong nelayan mencapai 250-300 unit. Itu belum ditambah dengan nelayan-nelayan dari perkampungan lainnya.
Pada umumnya di perairan Teluk Pambang merupakan bagian dari Selat Melaka dan berhadapan langsung dengan Malaysia terutama Kota Batu Pahat dan Muar. Makanya hasil perikanan di daerah tersebut pada umumnya diekspor ke negeri jiran tersebut.
Ikan-ikan utama yang bisa dijual ke negeri seberang pada umumnya ukuran jumbo atau besar. Di antaranya ikan tenggiri, memparang, kakap merah, bawal hitam, kakap putih dan terutama kurau. Selain dibawa ke negeri jiran juga dibawa ke Tanjung Balai Karimun dan Batam.
‘’Ikan-ikan dari Kampung Pambang laris manis di Malaysia. Makenye jangan heran kalau kite di sini dapat ikan sise aje. Ikan bagus bawa ke negeri jiran seberang,’’ jelas Darini kepada Riau Pos.
Begitu juga dengan lupe ikan, pada umumnya diambil tauke dari luar Bengkalis. Baik dari Tanjung Balai Karimun, Batam dan bahkan ada dari Singapura. ‘’Katenye lupe ini dibawa ke Singapura. Tapi entah iye atau tidak kite tak tahu. Yang jelas tauke ngambek lupe orang Tionghoa,’’ kata Bocel yang sehari-hari menampung daging ikan malong dan lainnya.
Menurut Bocel, lupe ikan terutama ikan malong memiliki harga sangat tinggi. Per kilogram lupe ikan malong berkisar Rp2.500.000,-. ‘’Tapi lupe ikan malong yang sudah kering. Dan pada umumnya nelayan menjemurnya dulu. Setelah kering baru dijual, sehingga harganya mahal,’’ kata Bocel.
Sebenarnya masalah harga pasaran di dalam negeri atau penampung utamanya nelayan tidak tahu. Jadi harganya disesuaikan oleh tauke yang membeli sama nelayan. Jadi terkadang turun juga harganya.
Sedangkan untuk jenis ikan lainnya seperti lupe ikan kelampai, kurau dan ikan kakap merah (ikan jenak kata warga Pambang) lupe-nya per kilogram pada kisaran Rp2.000.000-2.350.000. ‘’Tapi untuk lupe ikan ini mengumpulnya bisa memakan waktu satu atau dua bulan, baru dijual. Banyaknya lupe tergantung hasil tangkapan dalam satu bintang (satu bulan,red),’’ jelas Bocel lagi. ‘’Jadi mahal lupe ikan dibanding ikannya,’’ lanjut Bocel lagi.
Untuk ikan malong per kilogramnya hanya berkisar Rp20 ribu. Untuk ikan kurau per kilogram berkisar Rp60-70 ribu. Ikan kakap merah per kilogram Rp40-50. ‘’Jadi secara otomatis mahal lupe,’’ jelasnya.
Terkadang dalam satu musim tangkapan ikan tak semestinya banyak ikan. Terutama saat musim utara tiba. Tangkapan ikan turun drastis. Pasalnya nelayan tak berani melaut, gelombang dan angin kencang melanda Selat Melaka. ‘’Musim utara itulah utang nelayan terkadang menumpuk. Karena tak bisa melaut,’’ kata Bocel yang selalu menjadi sandaran para nelayan, karena dirinya sebagai tauke ikan di Dusun Parittiga tersebut.
Menurut dia harga lupe ikan tersebut sangat membantu warga. Selain pendapatan ikan segar lupe juga memberi tambahan pendapatan bagi nelayan. ‘’Kalau satu pekan dapat setengah kilogram aje dan dapat duit Rp1 juta lebih,’’ tegasnya.
Untuk mengolah lupe menjadi komuditi bernilai tinggi sebenarnya lumayan sulit. Pasalnya lupe-lupe ikan malong didapatkan dari dalam perut ikan tersebut tak boleh pecah atau bocor. ‘’Jadi lupe itu tetap keras dan mengembung. Kalau pecah harganya murah. Dan sama dengan lupe ikan kelampai atau kurau,’’ tegasnya.
Digunakan sebagai Bahan Kesehatan
Lupe ikan lima tahun yang lalu harga per kilogramnya berkisar Rp500-600 ribu saja. Namun tahun 2011-2012 ini melambung tinggi. Per kilogramnya mencapai Rp2,5 juta. Terutama lupe ikan atau fish swim baldder dari ikan malong, ikan kelampai dan ikan kurau.
Keberadaan lupe ikan ini menurut ahli perikanan Universitas Islam Riau (UIR), Prof Agusnimar, pada umumnya untuk keperluan kosmetik dan kesehatan. Pada umumnya dibawa ke Negara Cina, Taiwan maupun Hongkong.
Namun apakah lupe ikan ini juga menjadi bahan untuk membuat obat-obatan dirinya tak tahu pasti. ‘’Yang jelas dipergunakan sebagai bahan untuk membuat kosmetik,’’ lanjutnya.
Ikan Pendapatan Utama, Lupe Sambilan
Menangkap ikan merupakan pekerjaan utama masyarakat nelayan di Kecamatan Bantan. Kemudian menjemur dan mengumpulkan lupe ikan merupakan sambilan dan memberikan nilai tambah yang besar bagi nelayan. Namun belakangan ini sangat berkurang mendapatkan ikan akibat pertelagahan terjadi antara nelayan jaring batu dan nelayan tradisional.
Perselisihan antar nelayan luar Pulau Bengkalis terjadi di laut Selat Melaka, terutama di sepanjang pantai Jangkang, Selatbaru, Bantan Air, Muntai, Teluk Pambang dan Teluklancar bukan permasalahan lahan. Akan tetapi lebih mengedepankan kelestarian lingkungan.
Masyarakat nelayan di Jangkang hingga Teluklancar pada umumnya menggunakan jaring apung biasa dan merawai. Dan tidak ada satupun nelayan menggunakan pukat harimau maupun jaring batu. Maka dari itu para nelayan tak terima jika di perairan mereka ada beroperasi para nelayan jaring batu. ‘’Jadi kita sangat taat dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perikanan pasal 85, jaring batu menangkap ikan di wilayah 1-12 mil laut dihukum penjara lima tahun dan denda Rp2 miliar,’’ kata Ketua Sarikat Nelayan Kecamatan Bantan (SNKB), Abu Samah kepada Riau Pos saat itu.
Menurut dia, nelayan pada umumnya untuk mencari makan dan bukan mencari kaya mendadak tapi kemudian anak cucu tak bisa menikmati ikan lagi karena sudah habis. ‘’Jadi kita berharap para pemilik jaring batu berhenti melaut di laut kita ini. Karena bisa merusak kehidupan ikan dan nelayan kita. Dan pemerintah bisa mengambil tindakan dan jangan diam saja,’’ harapnya.
Jika ikan sudah habis dibantai oleh nelayan jaring batu, kata Abu Samah, secara otomatis para nelayan SNKB akan mati suri dan tak bisa berbuat apa-apa. ‘’Ujung-ujungnya berhenti nelayan dan kerja serabutan. Di laut tak ada ikan lagi, sebab sudah dibantai jaring batu. Jadi jangankan nak dapat lupe ikan. Nak dapatkan ikan juga payah,’’ jelasnya.
Untuk saat sekarang menurut dia, para nelayan paling banyak mendapatkan ikan kisaran 15-25 kilogram per hari. Tapi dengan adanya jaring batu bisa merosot tak dapat apa-apa. ‘’Jadi jangan sampai hal itu terjadi,’’ jelasnya.
Semoga pendapatan utama masyarakat Kecamatan Bantan Kabupaten Bengkalis, yaitu dari menangkap ikan tak berhenti di tahun 2012 ini. Dan tahun ini tak adalagi nelayan menggunakan jaring batu beroperasi di perairan tersebut. Dengan begitu biar dapat dilihat lagi lupe ikan malong, ikan kurau, ikan kelampai dan ikan lainnya anak cucu kita nantinya.***