Etape kedua yang harus diarungi KRI Dewaruci bakal lebih berat dan menantang. Dari Jayapura menuju Kwajalein. Ganasnya Samudra Pasifik akan jadi ujian berat kapal legendaris itu.
Laporan SURYO EKO PRASETYO, Jayapura
Setelah tiga hari bersandar di Jayapura, Papua, hari ini Kapal Republik Indonesia (KRI) Dewaruci melanjutkan muhibah keliling dunia. Tujuannya adalah Kwajalein di Kepulauan Marshal, Amerika Serikat (AS).
Sama seperti etape pertama dari Surabaya menuju Jayapura yang ditempuh dalam waktu sebelas hari, pelayaran menuju Kwajalein diperkirakan memakan waktu yang sama. Hanya, jaraknya berbeda. Surabaya-Jayapura berjarak 1.885 mil, sedang Jayapura-Kwajalein berjarak 1.794 mil.
Meski lebih dekat, tantangan yang harus dihadapi Dewaruci pada etape kedua ini bakal jauh lebih berat. Betapa tidak, kapal berusia 60 tahun ini harus mengarungi salah satu samudra yang terhitung ganas. Jarang ada kapal yang melintas di rute lautan lepas itu jika tak untuk urusan darurat.
Misi muhibah internasional kapal layar latih TNI-AL tersebut tetap membuat awak kapal tak gentar. Pengalaman serupa menuju Kwajalein sebelumnya pada 2007 makin memotivasi Dewaruci supaya mampu mengembangkan layarnya sampai persinggahan kedua yang dijadwalkan pada 8 Februari mendatang.
‘’Berdasar prakiraan cuaca, memang ada badai dengan ombak mencapai lebih dari 15 meter di Samudra Pasifik belahan utara. Mudah-mudahan itu tak terjadi. Kalau toh ada, kami akan coba hindari dengan sedikit memutar ke selatan,’’ kata Komandan KRI Dewaruci Letkol Laut (P) Haris Bima Bayuseto.
Dengan waktu pelayaran yang sama seperti rute sebelumnya, persiapan logistik selama hampir dua minggu dipersiapkan sejak kapal bersandar. Sampai sehari menjelang keberangkatan, awak kapal terlihat masih menyiapkan kebutuhan kapal dan makan.
Pada malam melepas, diadakan cocktail party di geladak utama. Beberapa pejabat yang diundang, antara lain, berasal dari Pemprov Papua, Kodam XVII/Cenderawasih, Polda Papua dan Pemko Jayapura. Acara diramaikan penampilan kesenian tradisional yang dibawakan awak kapal. Mereka menyuguhkan kesenian tari seperti remo, rampak gendang dan reog Ponorogo.
Untuk bahan bakar, telah disiapkan 25 ton solar. Kebutuhan bahan bakar untuk menghidupkan mesin itu didatangkan dari lima mobil tanki masing-masing berkapasitas 40 ribu liter solar (5 ton solar) yang dimasukkan dalam tiga tangki di lambung geladak dasar. Kemudian, 5 drum minyak pelumas mesin masing-masing 200 Kg. Yang membuat laju kapal berat adalah kebutuhan air tawar. Air untuk masak dan mandi itu mencapai 75 ton.
Beban barang ini belum termasuk kebutuhan makanan seperti belasan ton beras yang sedikit berkurang dari pelayaran etape sebelumnya. Dari Surabaya, beras yang diangkut dengan kapal layar tiga tiang tinggi itu mencapai 14,4 ton. Dengan bobot total mencapai 874 ton, kapal memang sulit dipacu maksimal. Untuk memenuhi jadwal kedatangan, Dewaruci tetap dipacu dengan kecepatan rata-rata 7 knot. Selebihnya bergantung cuaca dan arah angin untuk mengembangkan layar demi menambah daya dorong kapal.
Berdasar pengalaman pada etape perdana, kecepatan kapal bisa di atas rata-rata jika terbantu angin dan arus. Menurut Kepala Departemen Mesin Mayor Laut (T) Fahri Syah Putra, kemampuan Dewaruci dengan usianya yang menjelang enam dasawarsa terhitung masih laik layar. ‘’Itu semata-mata karena perawatan,’’ ujar perwira berkacamata tersebut.
Selama tiga hari beristirahat di Jayapura, jajaran departemen mesin hanya melakukan perbaikan ringan. Selain mengencangkan baut-baut yang sempat kendur, mereka mengganti beberapa pak dan seal yang mengakibatkan oli bocor. Perbaikan sehari bisa langsung dituntaskan pada malam setelah sandar. Dengan demikian, selama open ship (kunjungan ke atas kapal) digesa dua hari sampai kemarin, mesin sudah siap hidup tanpa henti selama 11 hari di laut.
Jajaran departemen logistik tak kalah sibuk. Mengetahui prakiraan cuaca di Samudra Pasifik kurang bersahabat, mereka menyiapkan bahan makanan instan. ‘’Antisipasi saja kalau sampai juru masak tidak bisa melakukan tugasnya di dapur karena kapal berjalan ekstrem,’’ ujar Kepala Departemen Logistik Lettu Laut (S) Kustanto.
Selain membekali masing-masing personel dengan kabindo, makanan padat khas tentara, dari Surabaya, sejumlah penumpang terlihat membeli mi instan sampai berdus-dus.
Dukungan moral turut diberi jajaran Kodam XVII Cenderawasih jelang melepas. Papua merupakan persinggahan terakhir di wilayah Indonesia sebelum Dewaruci melintasi perbatasan dengan luar negeri di Papua Nugini. ‘’Baru kali ini saya menginjakkan kaki di Dewaruci setelah hanya mendengar dan membaca dari buku saat SD. Saya doakan Dewaruci menjalankan misi mulianya hingga purna,’’ kata Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI Erfi Triasunu.
Sementara itu, Kapolda Papua Irjen Pol BL Tobing menyatakan bangga didatangi pelaut-pelaut muda yang siap mengharumkan Merah Putih dalam pelayaran ke 12 negara di empat benua. ‘’Saya suka dan bangga dengan semangat muda kalian. Sebelum berangkat besok, saya ingin mencoba memanjat tiang Dewaruci seperti para kadet Angkatan Laut,’’ kata jenderal berbintang dua itu.
Wakil Komandan Lantamal X Kolonel Laut (P) Imron Junaedi ikut memberi sokongan moral. Jajarannya mendorong Dewaruci bisa menyelesaikan pelayaran sampai kembali ke Surabaya pertengahan Oktober mendatang. ‘’Salah satu misi Dewaruci sebagai pencitraan pariwisata Indonesia harus didukung penuh,’’ tegasnya.(*/c5/ca/jpnn)