KALEIDOSKOP KARHUTLA DI RIAU 2013

Bencana Kabut Asap Parah, SBY Sempat Gerah

Feature | Sabtu, 28 Desember 2013 - 05:29 WIB

Bencana Kabut Asap Parah, SBY Sempat Gerah
Pengendara sepeda motor melintas di tengah tebalnya kabut asap di Jalan Jenderal Sudirman Pekanbaru, Agustus 2013 lalu. Foto: teguh prihatna/riau pos

Luas hutan Riau mencapai 8,6 juta hektare. Hampir 20 ribu hektare di antaranya mengalami kebakaran hebat pada Juli-Agustus 2013. Asap yang dihasilkan pun menyebar hingga ke negeri jiran, Malaysia dan Singapura.

Laporan, EKA G PUTRA, Pekanbaru

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

BULAN Januari-Juni Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Riau bisa dikatakan tak terjadi atau nihil. Akan tetapi awal Juli hingga Agustus 2013 mulai muncul dengan luasannya merata di seluruh kabupaten/kota.

Seluruh pemerintah kabupaten/kota dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau berusaha total memadamkan titik api dan menghilangkan kabut asap yang berasal dari pembukaan lahan oleh perusahaan dan warga dengan cara membakar. Namun dampaknya siapa sangka akan sangat luar biasa.

Setelah beberap tahun tanpa kabut asap yang sangat parah, 2013 kembali terjadi. Sekolah-sekolah diliburkan, ribuan warga terserang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Tak itu saja, kerusakan lingkungan berdampak untuk jangka panjang serta kerusakan keseimbangan alam dengan hancurnya flora dan fauna.

Itu untuk Riau saja. Dampak secara nasional dan internasional, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus menyampaikan permintaan maaf kepada Pemerintah Malaysia dan Singapura.

Berdasarkan pemaparan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau Zulkifli Yusuf terdapat 20 ribu hektare lahan terbakar. Daerah terluas di Kabupaten Bengkalis 6.500 hektare, Rokan Hilir (Rohil) 6.200 hektare, Rokan Hulu (Rohul) 1.000 hektare, Siak 900 hektre, Indragiri Hulu (Inhu) 600 hektare dan Pelalawan 600 hektare dan beberapa ratusan hektare tersebar di kabupaten/kota lainnya.

Penyebaran titik panas (hotspot) pada Juni terdeteksi melalui Satelit NOAA 18 di kawasan hutan mencapai ribuan titik lebih dan separuhnya berada di area non kawasan hutan. Akibatnya, pada Juni tersebut, tidak hanya kabupaten/kota kewalahan menyelesaikan kabut asap. Kejadian itu membuat Pemprov Riau harus berkoordinasi dengan berbagai instasi dan pemerintah pusat untuk penanganan.

Tak tanggung-tanggung, pusat menggelontorkan anggaran Rp30 miliar Rp40 miliar untuk penanganan Karhutla di Riau. Presiden memerintahkan Kepala BNPB Pusat, Syamsul Ma’arif untuk turun langsung ke Riau hingga asap benar-benar hilang.

Instruksi Presiden itu membuat BNPB dengan Kementerian lainnya melakukan aksi take over (ambil alih) dalam penanganan. Tiga menteri dan satu kepala badan turun langsung ke Riau dan menetapkan status tanggap darurat bencana asap terhitung Jumat (21/6). Utamanya di Kabupaten Bengkalis, Rohil dan Kota Dumai.

Para menteri yang turun ke Riau yakni Menko Kesra Agung Laksono, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi, Menteri Pertanian (Mentan) Suswono dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Ma’arif serta beberapa pejabat eselon I di kementerian hadir. Kedatangan mereka disambut Wakil Gubernur Riau (Wagubri) saat itu, HR Mambang Mit, Kapolda Riau Brigjen Pol Condro Kirono, Danrem 031/WB saat itu, Brigjen TNI Teguh Raharjo, Komandan Lanud Kol Pnb Andyawan, Kejati Riau Eddy Rakamto. Serta Wali Kota Pekanbaru Firdaus ST MT, Bupati Pelalawan HM Harris, Bupati Kampar Jefry Noer dan pejabat lainnya.

Salah satu langkah penanggulangan asap dan mengurangi hotspot menggunakan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) berupa hujan buatan. Tiga helikopter jenis Bolco, satu pesawat Hercules dari TNI AU serta satu unit pesawat Cassa 212 dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dimaksimalkan dalam tempo 2 hingga 3 pekan.

Perlu jadi catatan, tim daerah sebelum kehadiran para menteri sudah menggelar rapat koordinasi di kantor Gubernur dan menyatakan kondisi Riau tanggap darurat bencana asap melalui SK Gubri. Di mana ditunjuk sebagai Insiden Komandan dalam penanganan bencana asap ini adalah Danrem 03 Wirabima.

Saat tiba di Riau, Menkokesra Agung Laksono menegaskan bahwa tiga kabupaten/kota yang paling banyak titik api di Riau tersebut harus mendapat penanganan segera. Karena rata-rata poin batas Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) sudah pada angka 350, jauh melebihi batas pada angka 230. Dengan segenap tenaga, peralatan, dan personel dalam tempo dua pekan semuanya dapat teratasi.

Sementara itu Kepala BNPB Syamsul Ma’arif didampingi Direktur Tanggap Darurat BNPB Tri Budiarto mengatakan penanganan yang dilakukan pada bencana asap di Riau harus maksima. Saat itu tiga helikopter jenis Bolco didatangkan dari Jakarta demikian pula jenis Cassa 212 dan Hercules langsung membawa 10 ton garam  ditambah 5 ton melalui darat. ‘’Garam tersebut disemai ke awan secara bertahap bersama-sama Cassa 212,’’ ujarnya.

Kemudian tiga helikopter bersifat sebagai Bambi Bucket guna mematikan titik api yang terlihat dari udara. Di mana satu Bolco mampu melakukan pengeboman sejumlah 2 ribu liter air. Skenario inilah digunakan BNPB, BPPT dan BMKG yang berkolaborasi menciptakan hujan buatan untuk meminimalisir hingga menghilangkan asap dan memadamkan titik api kala itu. Sedangkan Mendagri memandang permasalahan Karhutla dan bencana asap dari sisi prakejadian. Ia menganggap pengelolaan lahan dan teknisnya apakah sudah dilakukan sesuai prosedur atau tidak. Karena kalau semua dampaknya diakibatkan kelalaian maka akan diambil tindakan, termasuk melihat apakah lahan-lahan yang dibakar itu memiliki hak atau tidak.

Karena terkait Hak Pengelolaan Lahan (HPL) merupakan wewenang pemerintah daerah hingga jajaran kabupaten/kota. ‘’60 persen Riau dengan lahan gambut. Dengan suhu 30 derajat saja maka akan mudah tersulut api. Masyarakat agar tidak mudah membuang api ke sembarang tempat, partisipasi semua pihak untuk terus memperkecil kalau perlu menghilangkan titik api sepenuhnya. Dan antisipasi mulai pengelolaan lahan harus benar-benar diperhatikan Pemda setempat,’’ harapnya saat itu.

Senada dengan itu, Menteri Pertanian Suswono mengaku akan melakukan investigasi apakah harus dibawa proses hukum. Karena prioritas utama yang penting katanya adalah penyelesaian. Bahkan Kementan memiliki alternatif membuka lahan tanpa dengan cara membakar lahan. Dan hal tersebut akan diupayakan untuk disosialisasikan sehingga perusahaan-perusahaan tidak lagi melakukan hal ekstrem dalam membuka lahan di berbagai daerah di Tanah Air kedepannya.

Sedangkan Menteri Lingkungan Hidup (LH) Balthasar Kambuaya sehari sesudahnya atau tepatnya Sabtu (22/6), langsung bertindak dengan turun ke lapangan meninjau Karhutla yang menyebabkan bencana kabut asap di Provinsi Riau. Terindikasi ada delapan perusahaan asing yang melakukan pembakaran di beberapa daerah di Riau.

Delapan perusahaan tersebut saat itu masih dalam tahap indikasi melakukan kesalahan. Di mana penyelidikan masih tetap dilakukan, sehingga apakah terbukti atau tidak semua akan dikembalikan pada penyelidikan pihak kepolisian. Balthasar memaparkan delapan perusahaan terindikasi notabene merupakan perusahaan asing milik Malaysia.

Satgas Udara penanganan dan penanggulangan bencana asap Pemprov Riau, Komandan Lanud TNI AU Roesmin Nurjadin, Kol Pnb Andyawan mengatakan proses TMC hujan buatan dengan menyemai garam ke awan potensi hujan akan terus dilakukan sehingga membuahkan hasil maksimal.

Terhitung Senin (8/7) status tanggap darurat bencana asap Riau dicabut dan bergeser menjadi siaga asap. Hal ini setelah melihat kondisi terkini di Riau yang mulai membaik dari kondisi cuaca. Demikian pula dengan pasukan TNI/Polri dari Jakarta yang disiagakan di Riau sebanyak kurang 2 ribu pasukan sudah ditarik secara berangsur-angsur dan dipindahkan ke Aceh untuk membantu penanganan bencana gempa di sana. Status tersebut ditetapkan Wakil Gubernur Riau HR Mambang Mit yang masih menjabat ketika itu.

BNPB mengklaim selama operasi berlangsung, 3.000-an titik api berhasil dipadamkan dan satgas penegakan hukum menetapkan 24 tersangka termasuk 1 korporasi. Satgas udara memerlukan 600 ribu liter air yang dibantu dengan teknologi modifikasi cuaca (TMC) dalam pemadaman api dan asap.  Berselang sebulan lebih sejak ditutupnya posko tanggap darurat di Lanud TNI AU Roesmin Nurjadin, atau memasuki pekan ketiga Agustus, beberapa daerah di Riau kembali diselimuti asap. Pekanbaru, Pelalawan, Kuansing, Kampar dan Inhu.

Intensitas penanganan Karhutla pun digiatkan kembali dengan lebih ditonjolkan melalui udara. Menggunakan dua helikopter jenis Bolco dan satu Sikorsky bantuan dari Badan Nasional Penanggulan-gan Bencana (BNPB). Ditambah satu pesawat jenis Cassa dari BPPT untuk melakukan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) hujan buatan.

Dengan kejadian bencana asap itu, penanganan dan antisipasi awal agar tak terjadi lagi, Penjabat Gubernur Riau (Pj Gubri) Djohermansyah Djohan langsung serius untuk mengesahkan beberapa Peraturan Daerah (Perda). Salah satunya pengesahan Ranperda Bencana Alam yang diputuskan sebagai Perda pada paripurna DPRD Riau, 25 November lalu. Menurut Djohermansyan mengacu peraturan lebih tinggi dalam hal ini Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang bencana alam maka Perda tersebut harus dapat dimaksimalkan. ‘’Perda ini perlu dibuat untuk menangani persoalan bencana alam yang terjadi karena cuaca ekstrim atau kelalaian manusia berupa kebakaran hutan,’’ sahutnya.

Lanjutnya kejadian bencana alam seperti yang kerap terjadi di Riau utamanya Karhutla memerlukan sebuah regulasi yang jelas sehingga bisa menjadi tolak ukur bagi pemerintah. ‘’Sesuai Peraturan perundang-undangan harus ditanggung oleh pebisnis. Namun apabila dampaknya sangat luas maka pemerintah juga harus turun tangan. Namun apakah itu atas persetujuan dewan atau tidak itu hanya masalah teknis saja nantinya,’’ jelasnya.

Melalui regulasi yang jelas, seluruh pihak tentunya berharap pelaku pembakar lahan dapat ditindak tegas. Apalagi jika meluas dan merugikan seluruh masyarakat Riau atau merusak citra pemerintah Indonesia. Hal ini tentu tidak diinginkan seluruh pihak terjadi lagi di tahun-tahun mendatang.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook