BIDAN ROSMIATI DARI INHIL PEMENANG SATU INDONESIA AWARDS 2012

Di Daerah Miskin, Angka Kematian Kelahiran Nol

Feature | Minggu, 28 Oktober 2012 - 06:48 WIB

Di Daerah Miskin, Angka Kematian Kelahiran Nol

 BANYAK sosok inspiratif yang terjaring dalam penilaian SATU Indonesia Awards yang digagas PT Astra International. Ada bidan yang menggagas kemandirian warga miskin. Ada juga pria ulet mengembangkan listrik mikrohidro di kampungnya hingga penggagas pemanfaatan limbah keju.

Bidan Rosmiati memilih mengabdikan dirinya di daerah terpencil, Desa Tunggal Rahayu Jaya, Teluk Belengkong, Indragiri Hilir, Riau. Lulusan Akademi Kebidanan di Padang, Sumatera Barat ini membuat program Tabungan Ibu Bersalin, yang ditujukan khusus bagi ibu-ibu akan menjalani persalinan.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Tabungan itu dia gulirkan melalui musyawarah dengan pemerintah setempat dan warga khususnya para ibu-ibu, setahun berselang sejak dia ditugaskan di desa itu pada 2008. Baik pemerintah desa maupun warga pun menyambut baik dan menjalaninya dengan antusias. Apalagi, tabungan tersebut disesuaikan dengan kemampuan masing-masing warga.

Selain itu, bidan Ros ini menawarkan program Dana Sehat, yang ditujukan bagi seluruh penduduk Desa Tunggal Rahayu Jaya. Untuk mengikuti kedua program itu, setiap Kepala Keluarga (KK) Desa Tunggal Rahayu Jaya cukup menyisihkan uang sebesar Rp 2 ribu per bulan. Buah pikirnya itu, sungguh membuat warga saling membahu dalam kebersamaan peduli kesehatan, hingga kini.

Setelah dana terkumpul, maka kelima kader yang berasal dari masing-masing Rukun Warga (RW) di desa itu menyetorkannya kepada Rosmiati. Dana yang terkumpul itulah, yang menjadi bantuan biaya pengobatan bagi sebagian warga yang sakit. Biasanya bantuan tersebut berjumlah Rp 200 ribu-Rp 400 ribu/pasien. ''Saya hanya ingin membantu masyarakat, tak sepeser pun yang saya ambil. Saya pun tak mengharap imbalan apa-apa,'' kata wanita berkerudung ini.

Dalam mengumpulkan dana tersebut, Ros dibantu lima orang warga yang dengan sukarela menjadi kadernya. Begitu pula halnya saat menyalurkan bantuan kesehatan maupun memberikan tabungan persalinan. ''Jadi program ini tetap berjalan, meski saya berhalangan hadir atau menjalankannya,'' imbuh bidan kelahiran 27 Oktober 1984 di Benteng, Kijang, Kepulauan Riau (Kepri) itu.

Setelah kehadiran Rosmiati, masyarakat Desa Tunggal Rahayu Jaya menjadi terbiasa menabung dan saling membantu antarwarga, untuk keperluan kesehatan. Baik berdasarkan catatan resmi pemerintah desa maupun keterangan warga, kematian ibu melahirkan dan balita pun nol alias tak ada lagi.

Ros, tak hanya dikenal dan terpandang karena berkepala dingin dengan dua programnya itu. Bidan yang kini hamil 8 bulan itu pun terkenal bertangan dingin kepada semua warga. Kapan pun dan dimana pun, warga desa Tunggal Rahayu Jaya yang akan memeriksa kehamilan dan melahirkan meminta bantuannya, dia selalu memenuhi permintaan itu. Bahkan, saat ada ibu hamil yang kurang mampu memeriksa kandungannya, dia tak mau dibayar.

Jalan setapak di lahan gambut nan berlumpur, parit kanal berair legam dan perut yang semakin membesar, tak menghalangi langkah Ros. Dia selalu memenuhi panggilan tugas memeriksa, menjaga dan menyelamatkan nyawa ibu hamil, melahirkan dan anak-anak di desa terpencil yang jauh dari dari gegap gempita dan riuhnya keramaian kota Kabupaten Indragiri Hilir, Tembilahan. Banyak cerita kebaikan Ros kepada masyarakat baik di desa Tunggal Rahayu Jaya maupun desa tetangganya.

Lain lagi dengan Harianto Albarr, pria asal Makassar ini terus bertekad menambah kapasitas listrik di beberapa desa pedalaman Makassar melalui pengembangan listrik mikrohidro. Setelah berhasil membangun 5 instalasi listrik melalui pemanfaatan debit air sungai sejak 2008 yang kini berkapasitas hingga 65 kilowatt, pria kelahiran dusun Ampiri ini berharap dapat menambah kapasitas 50 Kwh lagi dalam kurun dua tahun ke depan.

Adapun investasi yang dibutuhkan untuk menambah kapasitas listrik tersebut sebesar Rp150 juta. Dia berharap pemerintah provinsi dapat mensupport rencana pengembangan tersebut, di samping melalui pendanaan yang diterima dari hasil apresiasi SATU Indonesia Award 2012.''Akhir November ini sudah bendung sungai untuk infrastruktur mikro hidro. Mudah-mudahan tidak sampai dua tahun bisa terbangun dan menghasilkan listrik 50 kilowatt,'' tandasnya.

Dari listrik yang dihasilkan tersebut, 50 persen di antaranya akan digunakan untuk penerangan listrik rumah tangga, sementara 50 persen lainnya akan dialokasikan untuk mendorong ekonomi kreatif masyarakat, dari gula aren dan kacang tanah yang terbilang cukup banyak di dusun Ampiri.

''Kami ingin memberdayakan masyarakat menjadi desa yang mandiri dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di sana karena potensi gula aren dan kacang tanah cukup besar, ini harus dijadikan alternatif untuk menyejaterakan masyarakat,'' jelasnya.

Anto menuturkan awalnya dia bertekad untuk menghasilkan listrik yang murah dan mandiri di tanah kelahirannya. Pasalnya, pada 2008 setelah desa Ampiri mendapatkan pasokan listrik dari pemerintah dengan kapasitas 4000 watt, listrik di sana kembali padam dua bulan setelah dioperasikan.

Dan penerima lainnya yakni Novianto penggagas pabrik keju. Menurut pria asal Boyolali, Jawa Tengah ini, industri susu pengolahan butuh sentuhan tangan pemerintah pusat. Pasalnya, pemerintah daerah belum mampu menolong mereka secara substansial.''Mereka (Pemda) baru mampu di level bagaimana cara proses pengemasan dan memproduksi secara baik,'' ujarnya.

Padahal menurutnya, yang dibutuhkan adalah permodalan dan pemasaran yang baik di dalam dan luar negeri. Jika perlu pemerintah pusat (Kemenperin) membantu kami.''Yang kami perlukan mesin, kalau bisa pemerintah memberikan kami kemudahan impor mesinya, syukur-syukur mereka (pemerintah) mau memberikan kredit untuk membeli mesin,'' ungkapnya.

Selama ini lanjutnya, limbah dari fermentasi susu menjadi produk bernilai tambah (keju) kerap terbuang sia-sia. Padahal limbahnya sendiri masih bisa diproses menjadi susu bubuk kaya protein.''Padahal kalau kita ada mesin pengolahnya, limbah tersebut masih bisa dimanfaatkan menjadi produk bernilai tinggi,'' jelasnya. Novianto mengatakan untuk satu mesin pengolahannya membutuhan dana sebesar Rp500 juta yang didatangkan dari Italia.

Bagi para pemenang, Astra memberikan uang senilai Rp55 juta. Untuk memilih pemenang, dilakukan tim juri yang terdiri dari, Rachmat Witoelar (Menteri Lingkungan Hidup 2004 - 2009), Nila Moeloek (Ketua MDG's), Fasli Jalal (Wakil Menteri Pendidikan Nasional tahun 2010 - 2011, Tri Mumpuni (Pendiri Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan), Onni Purbo (Pakar Teknologi Informasi), serta juri dari PT Astra International Tbk dan Tempo Media Group.

''Kalau ada inisiator-inisiator muda kita dukung. Kita butuh anak muda ini. Kalau meningkat terus akan membuat masa depan yang baik bagi Indonesia,'' ujar Yulian Warman, Head of Public Relation Division PT Astra International Tbk, di FX Center, Jakarta, Kemarin (25/10).(Dewi Maryani/ip/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook