LINGKUNGAN

Air Berwarna Gelap dan Berbau Menyengat

Feature | Selasa, 28 Juli 2020 - 16:34 WIB

Air Berwarna Gelap dan Berbau Menyengat
Sejumlah petugas DLH Kampar melakukan observasi sebelum mengambil sampel salah satu anak sungai yang mendadak berubah warna dan bau di Desa Sukaramai, Kecamatan Tapung Hulu, Senin (27/7/2020). (HENDRAWAN KARIMAN/RIAUPOS.CO)

Sudah sepekan usaha cucian milik Tengku, warga Desa Sukaramai Kecamatan Tapung Hulu, tidak beroperasi. Para pelanggannya enggan mencuci kendaran di cucian yang beralamat di Jalan lintas Petapahan-Ujung Batu tersebut. Pasalnya, air dari anak sungai yang biasa digunakan pria berbadan gempal itu tiba-tiba berlemak dan berbau tidak enak.

Laporan: Hendrawan Kariman, Bangkinang


Keluhan yang sama disuarakan sejumlah warga Desa Sukaramai lainnya. Ada beberapa peternak yang mengeluhkan tidak lagi bisa menjadikan anak sungai itu sebagai sumber air untuk ternaknya. Ada juga keluhan dari pemilik kolam ikan, tidak jauh dari Jalan Lintas tersebut. Selama ini, anak sungai itu menjadi sumber air utama untuk menghidupi ikan air tawar milik mereka. Namun Tengku yang bersuara lantang. Pasalnya, usaha cuciannya yang cukup besar di pinggir jalan itu langsung berhenti total.

''Sudah seminggu kondisi air begini, untuk mencucipun tidak bisa, kondisi air berlemak. Orang-orang tidak mau mencuci disini lagi, karena bau airnya juga busuk. Apalagi kalau mobilnya baru, tambah tidak mau orang,'' sebut Tengku kepada RiauPos.co, Senin (27/7) pagi.

Memang, saat RiauPos.co tiba di lokasi sekitar pukul 11.00 WIB siang itu, cucian mobil milik Tengku sedang tidak ada pelanggan. Bahkan tempat cucian terlihat kering yang pertanda sudah cukup lama tidak melakukan pencucian mobil. Lalu Tengku menunjukkan lokasi sumber air cuciannya yang tidak jauh dari lokasi rumahnya itu. Air di anak sungai itu memang berwarna agak gelap dan terlihat ada sampah-sampah halus yang mengapung, yang belakangan disebut warga sekitar sebagai lemak.

Tidak hanya Tengku dan beberapa pemilik ternak dan kolam ikan, pemilik bengkel dan kedai tidak jauh ke arah hilir dari Desa Silam, juga mengeluhkan hal yang sama. Hanya saja, saat Riau Pos sampai disana, air sudah berangsur membaik kondisinya. Warnanya sudah tidak begitu gelap dan baunya sudah tidak terlalu menyengat lagi.

''Sudah seminggu ini sudah lumayan, tapi Saya belum berani ambil air dari sana. Karena sebelumnya Saya pegang air bikin tangan gatal,'' kata seorang wanita paruh baya pemilik kedai di sekitar bengkel Arios, Desa Sukaramai itu.

Wanita itu, yang bersikeras tidak mau menyebutkan namanya, memastikan sumber air utamanya untuk mencuci dan mandi dari sungai yang berada di samping bengkel. Anak sungai di lokasi tersebut memang lebih besar dari beberapa tempat lain. Mesin pompa air memang terlihat berada di pinggir sungai tersebut.

Soal air sungai itu sempat kotor, seperti di anak sungai dekat pencucian milik Tengku, dibenarkan oleh dua pekerja bengkel Arios. Menurut seorang pekerja, dua pekan air di situ tidak bisa digunakan. Awalnya dia tidak menyadari kondisi air. Karena baru menggunakan air dari sungai itu kalau ada yang minta siram buah sawit.

''Waktu itu ada truk minta siram buah. Kita siramkan. Kalau Kita siram buah, biasanya body mobil juga ikut Kita siram. Tapi ternyata baunya menyegat. Supir bilang 'jangan kena kabin, busuk baunya' kata dia,'' terang salah satu pemuda pekerja bengkel itu.

Ternyata, setelah dilihatnya ke sungai yang berada di belakang bengkel kecil itu, warna air sudah tidak karuan. Baunya juga busuk menyengat. Kondisi itu terjadi menurutnya selama dua pekan. Kondisi ini, baik menurut pemilik kedai maupun pekerja bengkel, sudah dilaporkan ke RT setempat. Namun tidak ada tanggapan, karena air busuk itu bertahan hingga dua pekan lamanya.

Berbeda dengan keterangan dua orang itu, Kepala Des (Kades) Sukaramai Arusman mengatakan sebaliknya. Dirinya sudah melaporkan hal tersebut kepada perusahaan perkebunan yang diduga menjadi asal sumber aliran air yang tercemar tersebut. Pada hari itu Arusman juga menemani Riau Pos untuk mengecek aliran anak sungai yang berhilir di dekat pencucian milik Tengku.

Mulai dari tempat cucian mobil, di belakang Masjid Raya Sukaramai, hingga ke dalam kebun sawit milik warga. Baru dan warnya hampir sama. Agak gelap dan berbau menyengat. Baunya persis sebau comberan di drainase-drainase di kawasan padat penduduk di tengah kota. Padahal anak sungai itu tidak menjadi tempat pembuangan limbah rumah tangga di Sukaramai.

Arusman bersama Ketua RT setempat yang bernama Dedi, menemani wartawan menyusuri sungai sampai ke dalam kebun sawit warga. Kebun sawit yang berpagar dan terkunci itu, lewat bantuan Dedi, dibukakan kuncinya oleh seorang penjaga bernama Amin.

Ikut dalam rombongan menelusuri anak sungai yang diduga tercemar ini, Tim dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Kampar. Tim ini mengaku diperintahkan oleh Kepala DLH Kampar Aliman Makmur. Mereka turun ingin mengambil sampel air yang disebut warga tercemar oleh aktivitas replanting sebuah perusahaan perkebunan yang berdiri diatas lahan yang sebagiannya masuk wilayah Desa Sukaramai.

Tim dari DLH Kampar ini dikepalai Kabid Penaatan Riswandi. Dirinya turun bersama Kasi Penyelesaian Sengketa dan Penegakan Hukum DLH Kampar Indra Kusuma bersama tiga staff lain yang salah satunya memiliki sertifikasi terkait pengelolaan limbah.

Tim ini, bersama Kades Sukaramai awalnya mengambil dua sampel air. Salah satunya di anak sungai yang berada dalam kebun milik masyarakat yang berbatasan langsung dengan perusahaan perkebunan yang sedang replanting. Kepala DLH Kampar Aliman Makmur menyebutkan, tim ini diturunkan karena adanya pengaduan dari warga terkait dugaan pencemaran lingkungan.

''Ada laporan masuk dari masyarakat Desa Sukaramai, warga kita, bahwa mereka menduga ada pencemaran lingkungan di anak sungai disana. Penurunan tim ini sebagai wujud tanggung jawab sekaligus tupoksi Kami di DLH Kabupaten Kampar,'' sebut Aliman terpisah.

Usai selesai mengambil sampel, Riau Pos bersama Tim DLH Kampar ini lanjut menelusuri hulu anak sungai yang berada di dalam kawasan perkebunan sawit tersebut. Saat memasuki kawasan, memang perkebunan dengan luas ribuan hektar tersebut sedang dalam masa replanting. Sebagian lahan sudah ditanam.

Namun sebagian lain, yang berbatasan langsung dengan salah satu kebun milik masyarakat di Desa Sukaramai yang jadi tempat pengambilan sampel air, masih dalam tahap pembersihan. Satu unit alat berat sedang bekerja saat Riau Pos dan Tim DLH Kampar menuju lokasi anak sungaidi. Kami dampingi langsung Humas perusahaan perkebunan itu, Thomas, dan beberapa perwakilan perusahaan tersebut dari Pekanbaru. Disini, DLH Kampar kembali mengambil sampel air.

Di lokasi tersebut, wilayah yang berbatasan dengan kebun warga, bentuk air terlihat berbeda. Baunya tidak separah seperti di dekat bengkel milik Tengku maupun di aliran anak sungai dekat Masjid Raya Desa Sukaramai. Sayangnya, menurut Thomas, anak sungai yang berada dalam kawasan yang Kami lihat sekitar pukul 14.30 WIB itu hilirnya adalah bengkel Arios yang memang airnya sudah mulai bersih. Kendati sempat berbau busuk dan berwarna gelap selama dua pekan pada pertengahan Juli lalu.

Terkait keluhan dan aduan warga itu, Thomas mengaku belum menerima laporan. Namun jauh-jauh hari dirinya menyebutkan, perusahaan sudah melakukan antisipasi untuk menangkal air yang bersumber dari potongan dahan dan batang sawit itu masuk ke anak-anak sungai yang mengalir dan dimanfaatkan oleh warga Sukaramai.      

''Sebenarnya Kami sudah antisipasi sebelum ini, sudah Kami bendung. Memang ada beberapa hari hujan sempat merembes, sekarang sudah Kami batasi lagi supaya tidak mengalir. Saya juga sedikit heran, kalau warga ada yang bilang ikan mati disana, sementara disini tidak ada yang mati,'' sebut Thomas. Sebelumnya, warga mengadu ke Riau Pos mendadak banyak ikan mabuk di anak sungai yang berubah warna dan bau itu. Namun tidak ada warga yang menyebutkan ikan mati.

Lanjut, pengakuan Thomas belum menerima laporan ini sendiri dibantah Kepala Desa Suram Arusman. Menurut Arusman yang tidak ikut masuk ke kawasan perkebunan,  dirinya sudah melaporkan keluhan warga soal air berubah warna dan bau itu. Namun ketika Riau Pos bertanya lebih spesifik terkait laporan seperti apa, Arusman mengaku hanya melaporkannya ke security perusahaan. Fakta ini membuat Thomas memahami mengapa keluhan warga belum sampai kepada dirinya.

''Mungkin disitu masalahnya, laporan itu tidak sampai ke Kami. Sekarang, kalau memang masalahnya air, Kami akan cari solusinya. Yang jelas, Kami sudah buat tanggul, kalau sumber dari sini ya Kami usahan air yang keluar dari sini Kami tahan. Itu sudah Kami lakukan dengan membuat tanggul,'' kata Thomas.

Terkait keluhan yang belum sampai kepada dirinya, Thomas mempersilahkan warga atau melalui Kepala Desa untuk melakukan komunikasi dengan dirinya. Ini guna untuk mencari solusi. Karena Thomas mengaku, dirinya termasuk sering berkomunikasi dengan Kepala Desa Sukaramai Arusman. Namun dirinya merasa Arusman tidak pernah melaporkan keluhan warga soal air itu kepadanya. Arusman sendiri enggan masuk ke kawasan perkebunan tersebut dengan alasan sudah terlanjut ada janji.

 

Laporan: Hendrawan Kariman (Bangkinang)

Editor: E Sulaiman









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook