MELIHAT AKTIVITAS PANDAI BESI DI UJUNG PASAR SUNGAI LUAR

Usaha Turun Temurun yang Mulai Terlupakan

Feature | Selasa, 28 Februari 2012 - 10:02 WIB

Usaha Turun Temurun yang Mulai Terlupakan
H Ashlaini dibantu anaknya Suhaeni menempa besi parang di tempat usaha pandai besi, di ujung Pasar Sungai Luar, Kecamatan Batang Tuaka, Sabtu (25/2/2012) lalu. (Foto: M FATHRA NAZRUL ISLAM/RIAU POS)

Meski usianya tidak muda lagi, H Ashlaini (74) masih semangat menempa parang panjang di atas landasan besi dalam sebuah pondok kecil di ujung Pasar Sungai Luar, Kecamatan Batang Tuaka. Bagaimana dia masih bisa bertahan?

Laporan M Fathra Nazrul Islam, Batang Tuaka

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

SUARA lengking terdengar di ujung Pasar Sungai Luar, dari dalam sebuah pondok kayu berukuran 2,5 x 1,5 meter yang saban pekan digunakan Ashlaini, bersama anak sulungnya, Suhaeni, menempa besi parang dan golok para pelanggannya.

Saat Riau Pos mendekati pondok itu Sabtu (25/2), H Ashlaini, si pandai besi sedang menempa besi sebilah pedang setelah beberapa kali dipukul menggunakan palu yang juga terbuat dari besi. Kakek yang sudah memulai usahanya sejak usia 15 tahun tersebut kembali memasukkan parang ke dalam bara.

Saat bersamaan, Suhaeni dengan cekatan memompa bara dalam sebuah tunggu menggunakan pipa yang didesain khusus. Bara semakin nyala hingga membakar besi parang agar mudah dibentuk kembali. ‘’Ini parang lama dan rusak yang dibentuk lagi,’’ ujar Suhaeni menjawab Riau Pos.

Di lantai pondok, tampak belasan parang yang akan diperbaiki kembali karena mata parang sumbing hingga ujung parang patah saat digunakan pemiliknya menebas semak semak di kebun. Saat ini, kata Ashlaini, jarang ada pesanan membuat parang baru karena banyak petani menggunakan cara mudah membersihkan semak.

‘’Sekarang masyarakat sudah pakai racun tidak pakai parang lagi menebas semak di ladang,’’ kata Ashlaini sambil menunggu besi parang memerah karena dibakar bara dan ditempa lagi. Sesekali proses menempa dilakukan kedua ayah dan anak itu beriringan agar parang cepat selesai. Jika tidak ada parang yang akan dikerjakan biasanya Ashlaini dan anaknya bekerja di ladang namun setiap akhir pekan aktivitas itu rutin dilakukan.

H Ashlani (74) memulai karirnya sebagai pandai besi sejak usia 15 tahun setelah menamatkan sekolah rakyat (SR). Awalnya dia sebagai tukang pompa bara untuk membakar besi sekitar tahun 1951 kemudian tahun 1960 mulai bisa menempa besi sendiri. ‘’Usaha ini turunan bapak saya, H Nawi, dulu tempatnya dekat Masjid Sungai Luar,’’ ujar H Ashlaini.

Zaman dulu, lanjutnya, rata-rata tukang tampah besi adanya dekat masjid karena jadi pusat aktivitas dan para pendatang dari luar daerah terpusat di dekat masjid. Namun sudah beberapa tahun terakhir dia memilih pindah lokasi ke ujung Pasar Sungai Luar.

Upah membuat parang baru biasanya diterima oleh Ashlaini sebesar Rp60 ribu harga itu di luar harga besi untuk membuat parang. Tidak jarang juga para pemesan membawa sendiri besi sebagai bahan pembuatan parang. Sedang sekarang dia sudah jarang membuat parang baru karena peminatnya sudah mulai berkurang.

‘’Sekarang banyak orang datang hanya untuk memperbaiki parang yang rusak upahnya Rp15.000 untuk satu parang setiap hari pekan seperti ini cukup banyak parang yang masuk,’’ jelas bapak empat orang anak itu. Upah itu tidak bersih diterimanya karena masih harus membeli arang seharga Rp20.000 per karung.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook