DUNIA USAHA DI KOTA PEKANBARU RESAH BERBAGAI PUNGUTAN

Dari Uang Sampah, Keamanan Hingga Limbah

Feature | Senin, 27 Februari 2012 - 08:23 WIB

Dari Uang Sampah, Keamanan Hingga Limbah
Warga yang berusaha di Kota Pekanbaru rawan pungli (pungutan liar) salah satunya pengusaha pakaian. (Foto: mirshal/riau pos)

Dunia usaha di Kota Pekanbaru masih resah dengan banyaknya pungutan. Selain uang sampah dengan nilai berbeda-beda, ada pungutan lain bernama parkir bulanan, keamanan, ketertiban dan keindahan, uang perayaan. Bahkan ada yang mengaku membayar Rp2 juta setiap bulan untuk pajak dan pungutan. Riau Pos menelusurinya dari pintu ke pintu toko usaha jalan besar Kota Pekanbaru.

Laporan TIM RIAU POS, Kota

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

KASIR Rumah Makan Karya Omsima,  Jalan Jenderal Sudirman, tidak jauh  dari Purna MTQ, Dedi (28), mengutarakan keluhannya tentang berapa besar uang bulanan yang dikeluarkan tempat usahanya, khusus untuk pungutan. Dihitung-hitungnya menggunakan jari tangan sembari mata ke atas untuk mengingat-ingat, dengan nada terkejut ia katakan lebih dari Rp2 juta dikeluarkan setiap bulannya.

‘’Pajak bulanan bayar Rp750 ribu sebulan. Kalau pajak konsumen sepuluh persen setiap orang yang belanja, uang keamanan Rp150 ribu diminta pemuda Kelurahan Simpang Tiga,’’ kata Dedi.

Disebutkan Dedi, beberapa pembayaran yang harus dikeluarkannya adalah pajak limbah, pajak bulanan, pajak konsumen, pajak pemadam kebakaran, pajak reklame, pajak kesehatan, pajak pariwisata, pajak sumur bor, uang kebersihan dan uang keamanan.

Sementara untuk pajak-pajak yang lainnya, lanjutnya, sebenarnya dipungut per tahun. Namun untuk mengatasi pembayaran yang menumpuk maka dari setiap bulan penghasilan disisihkan Rp2 juta.

‘’Kalau setelah dihitung-hitung semua, walaupun bayar pajak setahun sekali tapi harus disisihkan tidak kurang Rp2 juta sebulan,’’ kata Dedi.

Tapi ada pula yang mengaku bebas pungutan seperti diakui Nemi (36), salah seorang dari pedagang Lemang yang berjejer di sekitar Jalan Sudirman. Ia mengatakan tidak pernah dikenakan biaya apapun. Mereka hanya berjualan di sore hari saja sampai Maghrib.

‘’Kami berjualan mulai pukul 15.00 WIB sampai 18.00 WIB, saat agak gelap kami sudah selesai berjualan, dan kami tidak pernah dipungut bayaran,’’ kata Nemi.

Di Jalan Imam Munandar (Harapan Raya lama), selain pungutan kebersihan yang resmi dipungut dari ratusan Rumah Toko (Ruko), ada lagi pungutan lain yang dirasakan memberatkan para pemilik ruko. Namun tidak semua toko yang dikutip.

Wawancara khusus Riau Pos dengan beberapa pemilik dan pekerja Ruko, menyebutkan, untuk pungutan kebersihan itu pun bervariasi tergantung jenis usaha yang dilakukan di Ruko. Jika usaha kecil maka pungutannya kecil, dan jika Ruko besar maka pungutannya pun besar.

Seperti dikatakan Andi, salah seorang pegawai toko pakaian di Imam Munandar, membayar uang kebersihan itu sebesar Rp80 ribu per bulan dan mengaku tidak ada lagi pungutan selain kebersihan.

‘’Kami hanya bayar uang kebersihan setiap bulannya Rp80 ribu, dan tidak ada bayar pungutan lainnya,’’ singkatnya.

Afrina, pegawai Toserba, masih di Jalan Imam Munandar, menyampaikan, selain membayar uang kebersihan, dia juga mengaku ada membayar uang keamanan per setengah tahun sebesar Rp200 ribu.  Tidak hanya itu adalagi membayar uang untuk konpensasi SPSI sebesar Rp50 ribu.

‘’Untuk kebersihan kami membayar Rp75 ribu, tapi kami membayar juga uang PAM penjaga malam persetengah tahun itu sebesar Rp200 ribu. Adalagi uang untuk Satgas keamanan, keindahan dan ketertiban pemuda setempat Rp50 ribu per bulan. Ini jelas memberatkan,’’ katanya.

Sementara itu, untuk toko olah raga uang kebersihan Rp50 ribu. ‘’Kami bayar uang kebersihan Rp50 ribu, dan ini pun pernah tertipu. Tapi kami juga bayar uang keamanan Satgas Rp100 ribu per bulan, ‘’ kata Rika pengelolanya.

Lain lagi untuk bengkel mobil di mana dipungut uang kebersihan Rp100 ribu. Eva, pengelola bengkel mobil, mengaku ada pungutan khusus parkir, meski sudah ada juru parkir di depan. Untuk uang khusus parkir ini membayar Rp100 ribu per bulan.

‘’Kami ada juga diminta uang parkir khusus dari pemuda setempat sebesar Rp100 ribu dan pakai kwitansi. Yang memungutnya memang tidak ada yang lain selain orang itu juga dan kami tidak kenal. Kami kalau resmi dari pemerintah tidak ada masalah, tapi itu hanya mengatasnamakan seseorang, kami tidak rela,’’ ujar Eva.

Saat ditanya kepada juru parkir, mengenai uang parkir khusus itu memang ada, dan yang memungutnya itu tidak tahu dan tidak kenal. Tapi dijelaskan, jika di Imam Munandar ini ada sekitar 100 pintu Ruko saja, maka itu sangat luar biasa jika dikalikan Rp100 ribu.

‘’Memang ada, tapi saya tidak kenal,’’ ujar juru parkir yang minta namanya tidak disebutkan.

Untuk rumah makan uang kebersihan per bulannya Rp100 ribu, orang yang memungutnya hanya satu orang. Juga ada ditegaskan, jika tidak dengan orang itu, agar tidak membayarkannya.

‘’Uang kebersihan kami Rp100 ribu, dan kami juga membayar uang keamanan Rp50, di kwitansi Rp100 ribu kami bayar Rp50. Tapi kami harus komplain, meski kami bayar untuk kebersihan namun kebersihan Ruko kami tak ada menjamin,’’ tutup Sri, pengelola rumah makan Ampera di Harapan Raya.

Di Jalan HR Soebrantas, berbagai pungutan juga membuat resah pedagang yang berjualan di Ruko-ruko sepanjang Jalan HR Subrantas. Berbagai kutipan harus mereka bayarkan tiap bulan. Bahkan, untuk kutipan bongkar muat dan ekspedisi, para pengutip akan mengamuk jika pemilik toko tak mau membayar.

‘’Kita serba susah juga. Mereka datang minta bayaran Rp40 ribu sebulan untuk bongkar muat dan ekspedisi. Tapi kita yang bongkar sendiri. Kalau kita tak mau bayar, mereka bikin ribut,’’ ujar Santi, salah satu pengelola toko di Jalan HR Soebrantas pada Riau Pos, pekan lalu.

Dijelaskannya, dalam sebulan ia harus membayar berbagai retribusi seperti uang kebersihan dan iuran bongkar muat.’’Kalau uang kebersihan, sudah setahun belakangan ini mereka ambil tanpa tanda terima. Kita tak tahu juga dari mana orang-orang itu,’’ lanjutnya.

Hal serupa juga dikatakan Jhoni, salah seorang pemilik toko yang lain. Dalam setahun ia harus membayar iuran ekspedisi Rp200 ribu.’’Kita pernah tidak mau bayar, mereka langsung mengamuk. Ya mau bagaimana lagi. Mau tak mau kita bayar,’’ ujar Jhoni. Dikatakannya, ia terpaksa membayar karena tak mau hal-hal buruk terjadi pada tokonya jika ia tidak membayar.

Selain iuran ekspedisi, dikatakan Jhoni, ia juga membayar uang kebersihan dan uang ronda.’’Kalau kebersihan dan ronda tidak ada masalah. Kita juga sadar toko ini kan dijaga oleh petugas ronda,’’ jelas Jhoni.

Diluar iuran rutin setiap bulan seperti itu, Jhoni juga mengatakan tokonya sesekali juga didatangi beberapa organisasi kepemudaan yang datang meminta sumbangan. ’’Kalau sumbangan itu ada, tapi tidak sering. Kalau ada hari besar aja. Kitapun kasihnya seikhlasnya saja,’’ tukasnya.

Di Jalan Soekarno-Hatta, pungutan dinilai tidak terlalu memberatkan. Harsono, pemilik Toko Harian, menyampaikan, uang sampah dipungut tiap bulan besarnya Rp15 ribu. ‘’Bagi kita tidak masalah, yang penting sampah diangkut. Ada juga permintaan lain, misalnya kalau ada acara, mereka minta sumbangan, seperti 17-an. Itu saja pungutan disini,’’ ucapnya.

Malah ada yang mengaku tidak dipungut apa-apa. Seperti dikatakan Naldi, pemilik rumah makan Lubuk Gadang, Soekarno Hatta. Ia  mengatakan tidak ada pungutan apa-apa, termasuk uang sampah. Uang lain juga tidak ada. Lagi pula sampahnya kita sendiri yang angkat.

Sementara Amran, pemilik toko barang pecah belah mengatakan untuk uang sampah setiap bulannya dipungut Rp20 ribu. Namun dari mana yang mungut kita juga tidak tahu, karena mereka tidak bilang sama kita. Bagi kita yang penting sampah diangkut.

Berikutnya Jalan Riau dan Tambusai, berbagai pungutan dibayar pemilik Ruko dan pedagang dengan besaran Rp45 ribu sampai Rp75 ribu perbulan.

‘’Pengeluaran setiap bulannya disini sebesar Rp45 ribu, Rp30 ribu untuk kebersihan, dan Rp15 ribu untuk uang ronda,’’ cerita salah seorang pemilik Ruko yang berjualan suku cadang motor di Jalan Riau, Hamsah menceritakan.

Demikian pula yang dikatakan pedagang Sembako tidak jauh dari Ruko sebelumnya, Acai. Warga kota etnis Tionghoa ini justru harus mengeluarkan Rp60 ribu perbulan, Padahal tujuan pembayaran masih sama, untuk kebersihan dan ronda malam di sekitar warungnya.

“Selagi aman dan bersih, kami tidak terlalu mempermasalahkan, tidak menjadi beban lah, yang meminta juga warga sini dari pihak RW setempat,” ceritanya lagi.

Di Jalan Tambusai, juga terjadi perbedaan pungutan, dimana Andi salah seorang pemilik Ruko yang menjual baut dan Mur menyatakan dirinya dikutip setiap bulan sebesar Rp70 ribu. ‘’Untuk kebersihan sekitar Ruko, dan uang keamanan kita wajib membayar total Rp70 ribu perbulan, yang mengambil juga berbeda antara dua pungutan tersebut,” akunya.(rul/lim/gus/egp/ali)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook