Laporan BUDDY SYAFWAN, Batang Gangsal buddysyafwan@riaupos.co
Harimau masih menjadi teror menakutkan bagi warga di Divisi I, II dan III PT Seberida Subur (SS) di Talang Tanjung, Desa Siambul, Kecamatan Batang Gangsal. Tak cuma melintas dan mencuri ternak, kini Si Raja Hutan jadi penguasa pemukiman warga.
Hari menunjukkan pukul 24.00 WIB, malam itu. Tak ada lampu sebagai alat penerangan, hanya ada beberapa kerlip bintang dan sinar bulan sabit di langit menjadi sahabat. Suasana lengang dan mencekam.
Riau Pos berada di dalam mobil Ford Ranger double cabin bersama staf Human Tiger Conflict (HTC) World Wide Fund For Nature (WWF) Erizal serta Adi, pekerja PT Siberida Subur (SS).
Hari itu, adalah hari pertama tim penanganan konflik lembaga konservasi satwa itu kembali ke Batang Gangsal pasca konflik berdarah yang sudah memakan dua korban jiwa warga, awal dan pertengahan Juli 2012 lalu.
Kedatangan untuk kali kedua ini menjadi keharusan bagi para personel HTC karena, walau sudah berlalu hampir satu bulan, namun, konflik terus berlangsung. Bahkan, meluas ke beberapa tempat dan diperkirakan melibatkan lebih dari dua individu harimau.
Agenda tengah malam itu adalah menantikan harimau masuk kampung. Dari beberapa titik yang disinyalir sebagai perlintasan harimau, seperti sudut menuju perumahan pekerja dan mandor di Divisi I menjadi konsentrasi pemantauan malam itu. Pertimbangannya, sudah lebih empat sampai lima kali harimau masuk ke pemukiman dari jalan selendang untuk memanen buah sawit itu.
Sebuah kerangkeng besi berukuran 1X 2 meter juga sudah disiapkan dengan mulut menganga di ujung perlintasan dengan harapan harimau masuk perangkap dan tidak keluar lagi.
Kerangkeng itu milik Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) yang dititipkan kepada pihak perusahaan untuk mengantisipasi konflik.
Hampir lebih lebih tiga jam melakukan pemantauan, tepatnya pukul 03.00 WIB, tak ada gambaran tentang kehadiran harimau di ketiga divisi itu.
Padahal, baru saja siang hari sejumlah warga berpapasan dengan harimau di ruas koridor masuk perkebunan. Bahkan sempat pula merekam peristiwa harimau hilir mudik di perkempungan.
Divisi I adalah kawasan yang hampir setiap hari selalu menjadi langganan kunjungan makhluk hutan itu.
Anjing memang sempat menyalak, sehingga membuat sedikit suasana kegaduhan di dalam mobil dan posko WWF juga beberapa rumah warga yang hanya berani menyaksikan dari balik jendela rumah.
Ternyata suara gaduh anjing tersebut bukan dikarenakan kedatangan harimau, namun, kedatangan beberapa teknisi pembangkit listrik yang hendak menyalakan listrik karena warga harus melaksanakan sahur menjelang subuh itu.
Menurut petugas HTC WWF, Erizal, biasanya, akan ada tanda manakala harimau masuk ke kawasan tersebut. Salah satunya adalah suara gonggongan anjing penjaga perumahan yang tidak akan berhenti menyalak sampai harimau benar-benar dalam posisi dekat.
‘’Kalau sudah dekat, anjing akan berlari kencang, ekornya yang semula berdiri tegak akan turun ke bawah. itu gambaran bahwa anjing juga sangat menakuti dan sudah melihat dengan jelas kehadiran si Raja Hutan,’’ ungkap Eri menjelaskan kepada Riau Pos tentang bagaimana kondisi selama sebulan terakhir di kampung itu.
Lantas, seperti apa mengetahui keberadaan harimau di sekitar kita? Eri yang juga diamini Adi menyebutkan, salah satunya adalah ada cahaya merah dari kedua matanya yang akan terlihat. Karena hendak mengintai itulah, seluruh lampu penerangan dimatikan, termasuk lapu sorot dari mobil yang kami gunakan ikut dipadamkan.
Ya, menurut dia, pada sebagian besar hewan buas berdarah panas, memang ada beberapa karakteristik khusus yang bisa menjadi penanda kehadirannya di tengah manusia. Salah satunya adalah cahaya berwarna merah dari matanya. ‘’selain itu, bagi sebagian orang, begitu berada di dekat satwa itu, biasanyatanpa meliht pun bulu tangan dan tengkuk sudah merinding. Apalagi bila melihatnya lepas di sekitar, tubuh pun akan bergetar,’’ imbuh Edi menimpali.
Bagi Edi, yang sudah beberapa kali menyaksikan dari dekat harimau itu, mungkin rasa takut itu sudah sedikit berkurang. Namun, bagi kebanyakan warga lainnya, melihat penampakan langsung harimau itu sesuatu yang mengerikan.
Adi memang termasuk salah seorang warga di Divisi I yang mulai terbiasa untuk menjaga lingkungan di sekitarnya dari harimau. Hampir setiap malam dia rutin berputar pemukiman yang dihuni sekitar 30 kepala keluarga tersebut dari harimau.
Namun, pengalaman yang sempat membuatnya bergidik merinding adalah ketika memberi makan seekor ayam kepada harimau dewasa yang sedang masuk pemukiman pekan lalu.
Waktu itu pagi, sekitar pukul 09.00 WIB, harimau terlihat
melintas di jalan akses menuju kampung. Edi bersama sejumlah warga laki-laki langsung membuat tindakan antisipasi dengan mengusir.
Seekor ayam sempat mereka lemparkan dari jarak sekitar 4 meter dari harimau tersebut. ‘’Saat itu belum terlalu cemas. Tapi begitu harimau mulai meloncat kearah warga, disanalah rasa cemas mulai menghantui. Syukurnya loncatan harimau itu untuk mengejar ayam dan selepas itu langsung pergi,’’ kenang dia.
Tapi, pengalaman berada dekat dengan harimau bukan saja menjadi cerita Adi. Faisal, salah seorang warga lainnya bahkan pernah dikejutkan dengan kemunculan harimau tepat di bawah jendela rumahnya.
‘’Waktu itu, saya menduga anjing, tapi, begitu melihat berwarna loreng dan tidak berukuran layaknya anjing, barulah saya sadar kalau itu adalah seekor harimau,’’papar Faisal saat ditemui.
Faisal sebenarnya juga termasuk salah seorang yang sempat melaku
kan kontak jarak dekat dengan harimau dewasa bersama Adi dan Pak Panjang. Bahkan dia termasuk yang paling dekat dengan satwa itu karena hanya berjarak sekitar 2-3 meter tanpa pembatas atau pengaman.
‘’Karena kelihatannya jinak, kami mendekati. Sangat dekat bahkan. Tapi, begitu dilemparkan ayam, dia langsung meloncat dan pergi bersembunyi. Tapi, saya selalu ingat wajah harimau tersebut, karena dekat sekali, termasuk besar dan panjangnya, hampir dua meterlah..’’ kenang dia.
Harimau tersebut, jelas dia, berbeda ukuran dengan harimau yang ditemui di depan jendela rumahnya. Kalau yang dekat jendela rumah, seingat saya lebih besar lagi,’’ kenang Faisal.
Kisah lebih mengenaskan lagi hampir saja menimpa Marfuad saat
pulang dari melaksanakan Salat Tarawih di masjid. saat hendak pulang ke rumah, secara tidak sengaja dia melihat harimau sedang duduk ke belakang rumah tak jauh dari kandang ayam. ‘’awalnya saya tak berpikir apa-apa, tapi begitu melihat belang dan ukurannya, saya langsung menjauh dan memanggil warga yang memang hampir setiap hari selalu siaga dengan peralatan dan senjata tajam,’’ jelas dia.
Namun, harimau yang masuk ke kampung warga ini, diakui Marfuad tergolong unik. Bila biasanya harimau selalu menghindar dari keramaian, ini malah tidak bergerak.
‘’Kami mencoba mengejar dan melempar batu, tapi harimau itu seperti santai saja. Sekali mengeluarkan suara raungan kecil, baru pergi.
Hal tersebut menimbulkan kecurigaan kalau harimau itu adalah harimau peliharaan yang memang sengaja di lepas,’’papar lelaki yang mengaku sempat tiga kali berpapasan dengan harimau tersebut.
Terkadang, diakui Marfuad, harimau tersebut terlihat mengintai di balik batang sawit. Tapi, tidak menyerang.
‘’Tapi karena kita takut diserang, perlahan-lahan hal yang dilakukan adalah melarikan diri,’’ ungkap lelaki yang pernah bekerja di Pasaman Sumatera Barat itu.
Pengalaman bertemu harimau ini, diakui Marfuad bukan saja membuat dirinya cemas, namun juga istri dan anak-anak. Dengan niat bekerja dan mendapatkan hidup secukupnya, lantas harus berhadapan dengan hewan buas seperti harimau.
‘’Istri saya sempat minta pulang ke kampung saja. Tapi kami bingung, kalau pulang, mau kerja di mana dan mau makan apa?’’ keluh dia prihatin dengan situasi dilematis itu.
‘’Kami berharap sekali, kalau bisa, berikan rasa aman kepada kami Pak, karena ini sudah meresahkan kami. Kami harus siap kehilangan anggota keluarga bila terus seperti ini,’’ ungkap dia.
Pekerja Berhenti
Pasca konflik harimau di kebun PT Siberida Subur, intensitas warga yang hendak keluar rumah memang berkurang drastis. Bila biasanya masih banyak warga keluar rumah hingga tengah malam, sejak musibah menimpa beberapa warga, menjelang magrib, suasana kampung kecil itu menjadi sunyi dan lengang. Warga lebih memilih berada di dalam rumah.
Begitupun pada siang hari. Bila biasa satu pekerja pendodos bisa menggarap tiga hektare kebun, semenjak peristiwa pekerja tewas diterkam harimau, untuk mengerjakan satu titik, minimal harus ada lima orang.
Begitupun untuk pekerja perempuan yang umumnya bekerja untuk memupuk dan membersihkan piringan atau menyemprot racun hama. Tidak diperkenankan lagi bekerja sendiri. Minimal kalau ada lima pekerja perempuan, harus ditemani dua laki-laki.
Bahkan, yang paling riskan baik bagi karyawan maupun perusahaan PT Siberida Subur saat ini adalah, banyak diantara pekerja yang malah bersiap untuk pulang kampung dan tidak kembali bekerja.
‘’Tapi kita mau bagaimana lagi. itu pilihan mereka. Dengan kondisi seperti ini, kita hanya berani membuat langkah mengamankan pekerja. Kalau menjamin keselamatan mereka dari binata buang seperti harimau,kami tak sanggup Pak,’’ ungkap Ramlan Rangkuti, Manajer Estate Siberida Subur saat dikonfirmasi terpisah.
Diakui Rangkuti, pihaknya maupun pekerja merasa sangat senang sekali, begitu petugas WWF datang ke lokasi.
Walau tak bisa menangkap atau mengambil tindakan atas kehadiran harimau ini, tapi, paling tidak, kehadiran lembaga konservasi satwa ini menenangkan warga.
‘’Pekerja kami seperti diperhatikan. Makanya, saya pun sampai berkali-kali meminta baik WWF maupun BBKSDA turun ke lokasi. Kami tak berniat membunuh atau menangkap harimau itu, tapi, kita khawatir, kalau tak ada tindakan, kesabaran warga juga hilang. Karena ini di areal kami, tentu kami berharap sekali ada tindakan dari pemegang otoritas (BBKSDA, Red),’’ jelas dia.
Semenjak pertama sekali terjadi konflik yang menewaskan seorang pekerja, Rangkuti menjelaskan dia sudah beberapa kali mengirimkan surat ke BBKSDA. Petugas sempat turun, tapi kemudian sudah beberapa pekan tidak turun lagi.
‘’Masalahnya, harimau bukannya pergi, malah semakin sering muncul di pemukiman pekerja. Kemarin dia muncul di belakang pos keamanan kami. Begitu mendengar suaranya, petugas kami berhamburan karena ketakutan. Makanya, kami tak tahu harus mengadu kemana dan berbuat apa saat ini,’’ keluhnya.
Tiger Protection Unit Coordinator WWF Osmantri yang turun langsung ke areal Siberida Subur saat dikonfirmasi menjelaskan tak mungkin itu harimau jinak. karena tidak mudah mencari populasi harimau dewasa ini.
Dia sendiri masih menelusuri penyebab harimau yang rutin masuk pemukiman itu. Namun, perkiraan yang paling memungkinkan adalah harimau ini terbiasa menerima asupan makanan yang biasanya dia cari dari mangsa di hutan.
‘’Tapi ini masih perkiraan kita. Harimau ini mulai terbiasa menerima atau mencari mangsa di sekitar pemukiman.
Tapi, situasi ini bisa jadi sebuah situasi yang riskan karena akan semakin mempertinggi kemungkinan terjadi pergesekan antara manusia dan harimau.
Idealnya, diakui Osmantri, sudah ada tindakan. namun, itu bukan dilakukan oleh WWF.
‘’Pihak pemegang otoritas yang bisa mengambil keputusan adalah BKSDA. Kita hanya memberi masukan, dorongan agar masyarakat tidak resah. Namun dia mengakui, harapan masyarakat memang tak cukup sekedar diarahkan, melainkan tindakan nyata,’’sebut dia.
Osmantri yang biasa disapa Abeng juga masih belum berani berspekulasi tentang apa alasan perubahan perilaku harimau di kawasan sekitar Bukit Tigapuluh.
Begitupun tentang jumlah individu harimau yang diperkirakan selalu menyantroni pemukiman warga. Hanya saja, diakui dia, mulai terusiknya habitat tempat tinggal harimau di areal konservasi harimau tersebut menjadi penyebab utama.
Dia menggambarkan beberapa kondisi dimana TNBT saat ini mulai terkoyak, bukan saja di zona penyangga, namun juga mauk ke zona inti.
Baik disebabkan karena penerbitan izin perkebunan, pemukiman dan perambahan liar, termasuk yang terkini dengan banyaknya terbit perizinan tambang batu bara.
Ya, di sekitar TNBT sendiri, memang ditemukan banyak sekali areal perkebunan baik milik perusahaan maupun masyarakat. Begitupun dengan izin pertambangan yang beberapa waktu terakhir bertambah.
‘’Perkiraan kita, bila mengacu peta untuk tambang mencapai 4-5 perizinan dan itu tersebar di beberapa kawasan dekat TNBT seperti Seberida, Keritang, Batang Gangsal. Cuma memang harus ada alasan yang kuat bila hendak menyebutkan salah satunya sebagai penyebab keluarnya harimau dari kawasan inti dan penyangga TNBT. Apalagi, pihak perusahaan pertambangan beberapa waktu lalu juga sempat mengeluhkan gangguan kemunculan harimau di sekitar areal tambang,’’ sebut Osmantri.
Keluhan terbaru terkait kemunculan harimau sendiri terjadi di Desa Ringin Simpang Mutiara, tepatnya di perkebunan pribadi masyarakat bernama Mak Itam. kawanan harimau yakni dua ekor dewasa dan seekor anakan terlihat muncul di sekitar kebun.
Ardi, saksi mata yang menyaksikan harimau itu menjelaskan, kawanan harimau itu diperkirakan menjadi penyebab hilangnya ternak warga pada malam sebelumnya. karena, pada pagi harinya, warga menemukan jejak kaki harimau ukuran sedang.
‘’Ya, kami terus terang takut sekali pak, karena ini baru pertama sekali terjadi. Sebelumnya tak pernah ada harimau masuk kebun ini,’’jelas dia saat tim Tiger Protection Unit (TPU) WWF menyisir kawasan yang masih terletak satu hamparan dengan TNBT tersebut.
Evaluasi Tambang
Penyebab konflik harimau di Bukit Tiga Puluh sejauh ini masih dalam proses penelusuran pihak berwajib. BBKSDA sendiri mengaku belum bisa menyimpulkan motif keluarnya harimau dari kawasan hutan.
‘’Benar, memang ada informasi soal perusahaan pertambangan. Tapi kita belum bisa memastikan itu sebagai penyebab utama. Kita harus pastikan dulu, apakah mereka beroperasi di dalam kawasan atau di luar. Apakah ada izinnya atau tidak dan apakah itu sesuai dengan izin kementerian. Apakah ada izin Amdal atau tidak?’’ ungkap Kepala BBKSDA Riau Bambang Dahono saat dikonfirmasi.
Karena itulah, selain menurunkan tim ke lapangan, pihaknya juga sedang melakukan penelusuran terhadap peta kawasan Bukit Tiga Puluh termasuk konsesi perusahaan dan pemukiman masyarakat.
‘’Bisa saja penyebabnya tambang. Tapi, kita ini kan aparat penegak hukum, harus ada dasar yang kuat untuk menindak. Karena itulah, kita telusuri dulu penyebab utamanya apa,’’ jelas Bambang lagi.
BBKSDA juga belum berencana memanggil pemegang konsesi di sekitar kawasan TNBT sebelum ada kejelasan terkait penyebab utama konflik harimau.
‘’Yang pasti, saat ini, kondisinya sudah kembali tenang, belum ada laporan tentang konflik selepas lebaran ini. Mudah-mudahan kondisinya bisa kembali normal tanpa menimbulkan korban,’’ harap Bambang.
Secara teknis, seekor harimau mempunyai teriorial berkisar 100 kilometer per ekor. Dengan luasnya wilayah kekuasaan yang dimiliki, diakui Bambang, memang tidak tertutup kemungkin ada kawasan yang terusik yang menyebabkan harimau bergeser ke perkampungan.
Riau Pos bersama WWF dan sejumlah warga sempat menelusuri beberapa kawasan hutan menuju perkampungan warga di Dusun Talang Tanjung dan sekitarnya.
Bahkan, sempat berpapasan langsung dengan warga Talang Mamak yang memang menggantungkan hidup dari mengolah hasil hutan dan berkebun karet.
Hanya berkisar beberapa ratus meter dari perkampungan warga tersebut, juga ditemukan banyak sekali jejak-jejak kaki yang menurut penelitian WWF adalah jejak kaki harimau dewasa sebagaimana yang juga banyak ditemukan di sekitar kawasan pemukiman di Divisi I, II dan III PT Seberida Subur.
Hanya saja, belum bisa dipastikan apakah jejak harimau tersebut berasal dari individu yang sama atau tidak.
‘’Kalau melihat sekilas dari tapak kaki, memang berbeda. Tapi bisa jadi ukuran itu berbeda dikarenakan kondisi tanah yang lebih keras,’’ ungkap Osmantri saat memimpin penelusuran jejak harimau sumatera di sekitar TNBT yang terletak di sekitar pemukiman warga Talang Mamak.
Yang pasti, dijelaskan Osmantri, selama beberapa tahun dia menetap di kawasan TNBT, belum pernah terdengar warga berkonflik dengan harimau.
Itu juga yang diakui Lolok, warga Talang Mamak serta beberapa orang tua Talang Mamak di perkampungan yang terletak jauh di dalam kawasan hutan itu.
‘’Tak adalah kami bermasalah samo datuk. Kalau pun ado biaso hanyo untuk menyapo sajo, tak lah sampai mengganggu sampai ke kampung,’’ ungkap Lolok.
Lolok sendiri adalah salah seorang warga yang rumahnya sempat didatangi harimau beberapa waktu lalu. Namun, dia tak hendak mengungkapkan kalau warga di sana berkonflik dengan harimau.
‘’Keponakan saya cuma mengusir harimau itu saja. Tapi tidak berniat membunuh. Biasa kalau datuk datang, kami anggap dia cuma menyapo saja,’’ ujar dia yang juga dibenarkan sejumlah orang tua setempat.
Direkam
Meski dirundung ketakutan, namun, banyak juga warga dan pekerja yang tinggal di sekitar kawasan Bukit Tiga Puluh bertindak nekad. Salah satunya mendokumentasikan keberadaan harimau tersebut lewat kamera perekam. Salah satunya warga yang tinggal di sekitar barak perkebunan Aseng.
Yudi, bersama sejumlah pemuda di sekitar barak nekad membuntuti harimau tersebut dalam jarak dekat. ‘’Sekitar 4 meter lah,’’ sebut Yudi, saat petugas WWF menemui mereka beberapa waktu lalu.
Itu mereka lakukan selama lebih kurang 20 menit dan terekam melalui kamera ponsel dalam durasi 15 menit.
‘’Takut juga, tapi karena ramai-ramai, jadi masih ada keberanian. Langkah kami baru mundur ketika harimau itu membalikkan badan seolah ingin menggertak kami. Untuk menjaga keamanan, kam i ikuti harimau itu melintas di kajalan koridor hutan dengan mobil,’’ ungkap Yudi. Dia sendiri berharap harimau yang melintas itu cepat ditangkap. Karena membahayakan warga dan pekerja.
Saat merekam, salah seorang ibu sempat menjerit histeris ingin menyelamatkan anaknya yang sedang bermain. Syukurnya, saat itu, harimau terlihat tidak dalam kondisi lapar atau ingin menyerang dan langsung menghindar masuk ke rerimbunan belukar di kawasan hutan.***