DARI MENANGKAP IKAN DAN BERBURU, BERPINDAH KE TAMBAK DAN BERTANI

Hutan Punah, Hidup Suku Sakai pun Berubah

Feature | Minggu, 26 Agustus 2012 - 10:13 WIB

Hutan Punah, Hidup Suku Sakai pun Berubah

Laporan ERWAN SANI,  Pematang Pudu erwansani@riaupos.co

Suku Sakai sudah dikenal orang sebagai salah satu suku asli  yang ada di Provinsi Riau. Sebagai suku pedalaman, tentu bertahan hidup bergantung hasil tangkapan ikan di sungai dan hasil perburuan di hutan.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Namun hal itu tidak lagi dilakukan, sebab  anak-anak Suku Sakai kini mulai membuat tambak atau kolam untuk mendapatkan ikan dan bertani untuk memperoleh sayur-mayur.

Hamparan hijau ilalang seakan tak habis-habisnya melambai-lambai ketika kendaraan melintasi salah satu lorong jalan tanah di Desa Pematang Pudu Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis.

Saat itu jam di tangan baru menunjukkan pukul 13.00 WIB. Padahal sebelum memasuki lorong jalan tanah tersebut, jalan hot mix tanpa lubang-lubang dan gelombang di komplek  perusahaan minyak terbesar di Indonesia baru saja dilalui.

Meskipun berlubang dan sempit tak memudarkan semangat untuk memasuki wilayah warga Sakai di dalamnya.

Semakin jauh memasuki lorong-lorong jalan sempit terlihat rumah-rumah panggung yang terbuat tiang dan tongkat rumahnya terbuat dari kayu (rumah suku sakai pada umumnya panggung).

Sedangkan dinding rumah terbuat dari kulit kayu dan juga seberan papan (sisa papan). Kemudian atap rumah terbuat dari daun rumbia yang dianyam sedemikian rupa.

Jauh ke daerah pemukiman Suku Sakai, masih ada pondok-pondok warga Suku Sakai rumah yang menggunakan terpal baik dinding maupun atapnya.

Sedangkan tiang, kerangka pondok dan lantai terbuat dari batang-batang kayu yang disusun rapat.  Kesederhanaan gubuk tersebut tak mengurangi kegembiraan anak-anak Suku Sakai kala itu, karena mereka masih tetap ceria bermain di depan pondok tersebut.

Setelah beberapa saat melintas lorong jalan yang kiri kanan dipenuhi ilalang akhirnya tiba di hamparan tanah luas dan berbukit.  Dari kejauhan tampak satu unit pondok yang tak jauh dari sebatang kayu rindang di dekatnya.

Berjarak sekitar 50 meter dari lokasi pondok akhirnya mobil berhenti dan parkir di tengah lorong karena tak ada akses untuk masuk menuju pondok tersebut.

Kali ini jalan setapak menuju pondok di hamparan tanah luas tampak berbeda dengan lorong jalan setapak dilalui kendaraan sebelumnya.

Sambil menapak kaki di jalan setapak tampak kiri kanan tanaman palawija yang sudah mulai berbunga dan berputik. Terlihat di kanan jalan setapak menuju pondok hamparan tanaman kacang panjang, jagung, cabai dan terung.  

‘’Sudah pandai bertani orang Suku Sakai sekarang,’’ gumam saya dalam hati saat itu.

Dari kejauhan seorang badan tegap berkulit sawo matang dengan senyum melilit menyambut kedatangan Riau Pos. ‘’Akhirnya sampai juga ke sini,’’ ucap Muhammad Nasri yang bertugas sebagai koordinator lapangan Pertanian Terpadu milik Suku Sakai di Desa Pematang Pudu Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis saat itu.

Nasri saat itu tak sendiri. Dia di temani sahabatnya Jum Safrizal dan juga beberapa orang pembimbing pertanian terpadu dari PT Chevron yang mengambil hasilnya di Bumi Sakai tersebut.

Riau Pos bersama Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau, Prof Ir Erwan Effendi MSc saat itu langsung dibimbingnya menuju dua kolam ikan tak jauh dari pondok tempat mereka beristirahat.

Dengan tangguk di tangan, Nasri langsung menuju kolam dengan ukuran 10x25 meter yang jaraknya sekitar 10 meter dari pondok.

 Terdapat dua kolam ikan besar berdekatan di lokasi tersebut. Namun baru satu kolam berisi ikan.  Di dalam kolam di dalamnya terdapat jaring keramba berukuran jumbo dengan ukuran 5x10 meter.

‘’Di dalam keramba ini ada 10 ribu ikan lele,’’ kata Nasri. Sedangkan di luar keramba terdapat 5.000 ikan nila,’’ lanjutnya.

Nasri yang memiliki dua anak ini mengatakan, dalam beberapa bulan ke depan ikan lele dan nila yang dipeliharanya bersama tujuh orang warga Sakai lainnya akan dipanen.

‘’Kalau tak ada halangan dan permasalahan 1,5 bulan lagi kita akan panen ikan lele,’’ kata Nasri dan di iakan Jum, saat memberikan jawaban kepada Irwan Effendi dan rombongan dari PT Chevron yang saat itu juga melihat pekerjaan yang dilakukan warga Sakai tersebut.

Menurut ayah dari Siti Iklima dan Asmida Mutiara Sumbi ini, berdirinya Kelompok Tani Sakai Terpadu yang mengembangkan penanaman palawija, memelihara ikan dan peternakan dalam waktu dekat akan dibangun, merupakan binaan dari Koperasi Makmur Inti Mandiri yang merupakan milik Suku Sakai.

Sungai dan Hutan Kini Tak Dapat Diandalkan

Dengan jumlah penduduk Suku Sakai di Pematang Pudu mencapai 300 KK tentu tak mudah mengharapkan hasil hutan dan sungai. Apalagi setiap harinya jumlah tangkapan ikan dari sungai-sungai yang ada di Pematang Pudu semakin tak bisa dipedoman.

Kadang-kadang turun ke sungai menggunakan sonik tak dapat ikan, kalaupun ada hanya bisa untuk makan saja. Hal ini disebabkan semakin banyaknya anak-anak sungai yang mengering dan tak adanya hutan.

‘’Dalam artian benteng terakhir kehidupan kami, yaitu sungai tak bisa diandalkan lagi,’’ kata Nasri.

Keterbatasan hasil benteng terakhir kehidupan itulah membuat warga Suku Sakai terpanggil untuk mengembangkan pertanian secara modren sehingga anak-anak bisa melanjutkan sekolah dan menghidupi keluarga setiap harinya.

Kesadaran untuk membuat kelompok tani ini, kata Jum, akibat makin terbatasnya tempat pencarian ikan yang selama ini berharap pada anak-anak sungai yang ada di Mandau.

Sebab semakin hari ikan semakin terbatas dan hampir tidak ada. ‘’Keluarga kita mau hidup juga. Makanya ada kesadaran untuk membentuk kelompok tani ini,’’ kata Jum menimpali kata Nasri sambil membersihkan dedaunan yang jatuh di dalam kolam ikan.

Untuk membuat dan mengembangkan pertanian terpadu ini, kata Nasri mereka harus meminjam atau memakai tanah milik warga selama 10 tahun. ‘’Alhamdulillah kita diperbolehkan memakai tanah mereka. Kebetulan pemiliknya warga Sakai juga,’’ jelas Nasri.

Dikatakannya, dari delapan orang anggota Kelompok Tani Sakai Terpadu tersebut bekerja maksimal. Terutama membuat kolam ikan, menggali dan membersihkan lahan pertanian sendiri.

‘’Misalnya kolam ikan ini kita gali sendiri. Sedangkan untuk isinya ikan lele dan nila dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau dan PT Chevron,’’ ucapnya.

Pengembangan pertanian ini benar-benar jerih payah dari teman-teman yang ada di kelompok. Karena mempunyai persepsi yang sama yaitu berupaya memberi contoh kepada warga Sakai lainnya untuk bisa berdiri sendiri terutama bertani, berternak ikan, sapi dan kambing di lahan ini. ‘’Makanya lahan kita buat cukup luas,’’ lanjutnya.

Pengembangan pertanian ini mendapat secercah harapan dan dikatakan sebagai proyek percontohan oleh Chevron dan Dinas Perikanan dan Kelautan Riau.

‘’Jika ini berhasil bukan tak mungkin kami akan membawa anak kemenakan kami untuk bekerja di sini sehingga mereka bisa bekerja dan belajar bertani dan beternak,’’ lanjut Nasri yang saat itu juga memperlihatkan rimbunan dedaunan mentimun yang sudah mulai berbunga dan berputik.

Untuk hasil perikanan dan pertanian ini, pihak koperasi sudah memiliki pasarannya. Makanya untuk awalnya ini tak ada permasalahan. ‘’Jadi kami benar-benar di fasilitasi dan dibina,’’ lanjutnya.

Perhatian Khusus dari Pemerintah

Kelompok Tani Sakai Terpadu yang memakai lahan seluas 10 hektare untuk pengembangan perikanan, peternakan dan perkebunan palawija ini mendapat perhatian serius dari pemerintah dan juga pihak swasta.

Ini dibuktikan dengan memberikan fasilitas agar pengembangan pertanian terpadu dilakukan oleh warga Suku Sakai tersebut bisa berkembang dengan baik.

Seperti disampaikan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau, Irwan Effendi, dengan adanya keinginan dari warga Suku Sakai untuk mengembangkan pertanian tentu harus mendapat dukungan serius dari pemerintah. Paling tidak Suku Sakai sudah mulai mengembangkan diri menjadi lebih baik. Karena tak lagi menghandalkan hasil hutan dan sungai.

‘’Adanya keinginan besar sebagian kecil  wargaSuku Sakai ini harus kita dukung. Makanya kita dari Provinsi Riau menyerahkan bantuan bibit ikan lele sebanyak 10.000 ekor. Kita berharap ini berhasil. Jika ini berhasil saya yakin warga Sakai lainnya mau mengembangkannya,’’ kata Irwan Effendi yang saat itu melihat langsung lokasi pengembangan perikanan di Pematangpudu tersebut.

Lokasi sangat luas dan dirinya yakin dalam waktu dekat bakal berkembang pesat. Apalagi untuk menjual hasil perikanan di daerah tersebut tak sulit. Karena pusat kota dekat dan mudah memasarkan ikan lele dan nila tersebut.

‘’Kalau berhasil bukan tak mungkin kita beri bantuan lagi. Kita berharap kolam ikannya ditambah lagi,’’ lanjutnya.

Pengembangan perikanan air tawar di Riau terus dilakukan. Jadi bukan di Pematang Pudu ini saja, akan tetapi dirinya bersama dengan Dinas Perikanan dan Kelautan yang ada di kabupaten/kota terus melakukan pengembangan tambak ikan air tawar.

‘’Di Riau ini banyak sungai-sungai besar dan tidak kering. Mengapa kita tak melakukan itu jika mempunyai potensi besar. Tapi di negeri kita ini perlu contoh, kalau tidak maka sulit warga tak mau membuatnya,’’ kata Irwan Effendi.

Perikanan air tawar dan air payau sudah ditawarkan di daerah-daerah pesisir. Paling tidak masyarakat tak sepenuhnya berharap dari hasil ikan di Selat Melaka yang saat sekarang sudah sangat terbatas.

Hal ini akibat dari banyaknya jumlah penangkap dengan jumlah ikan yang tersedia. ‘’Makanya kita optimis pengembangan ternak ikan melalui kolam dan keramba di sungai-sungai  berhasil. Kalau orang Suku Sakai saja mau mengapa yang lain tak mau,’’ tegasnya.

Chevron Beri Perhatian Khusus

Perhatian serius dilakukan PT Chevron terhadap Kelompok Tani Sakai Terpadu, terutama pengadaan bibit yang diperlukan.

Sedangkan pihak koperasi sebagai pembina melakukan perawatan dan penyediaan lahan dan tempat, seperti lahan pertanian dan perkebunan, tambak ikan, kandang ayam dan kandang sapi atau kambing.

‘’Kita hanya sebagai public pathnershif  dari kelompok tani tersebut. Terutama penyediaan peralatan dan bibit,’’ kata  Manajer PGPA Duri Bekasap Syaifuddin Abdullah melalui CE  Specialist, Winda Damelia.

Dalam waktu dekat pihaknya akan menyediakan bibit ayam dan juga bibit buah-buahan yang akan di tanam pada lahan seluas 10 hektare tersebut. Untuk memasukkan bibit ayam dan buah-buahan ini tentunya menunggu kesiapan dari koperasi dan kelompok tani.

Paling tidak untuk bibit ayam akan diberikan ketika kandang ayam sudah disediakan oleh kelompok tani dan koperasi. Begitu juga dengan bibit pohon buah-buahan jika sudah ada lokasinya langsung diberi.

‘’Bantuan ini sipatnya bergulir. Jadi bibit-bibit ini diberi kemudian dikembangkan dan diawasi pihak Chevron dan Koperasi hingga berhasil. Setelah itu hasilnya dibelikan bibitnya kembali tanpa harus mendapat suntikan dana dari Chevron dan Koperasi lagi,’’ kata Winda.

Kegiatan dan perhatian khusus dilakukan Chevron ini sesuai dengan program yang dilakukan yaitu Chevron Social Investment.

‘’Jadi Chevron peduli terhadap kebutuhan dasar manusia, kesehatan, pendidikan, perekonomian. Bantuan yang kita lakukan saat sekarang termasuk pemberdayaan ekonomi masyarakat Sakai,’’ kata Winda yang saat itu turun dengan tim pengawas dari PGPA Duri Bekasap Duri saat itu.

Dikatakannya, untuk memikirkan pemasaran pihak Chevron belum bisa ikut campur karena itu dikelola langsung oleh koperasi sebagai pembimbing dan pembina Kelompok Tani Sakai Terpadu.

‘’Akan tetapi menawarkan kepada ibu-ibu dari warga Chevron bukan tak mungkin. Terutama sayur-sayuran dan ikannya,’’ kata Winda.

Awalnya kata Winda untuk pengembangan pertanian bagi warga Suku Sakai dari diskusi-diskusi bersama koperasi akan tetapi akhirnya berkembang sehingga terlihat kerjanya seperti saat sekarang. ‘’Kita berharap pilot project ini berhasil sehingga ekonomi masyarakat sakai bisa terangkat,’’ harap Winda. ***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook