Kebijakan pengelolaan hutan saat ini telah mengalami pergeseran paradigma dari timber management menjadi resource based management. Hal ini terkait dengan kondisi biofisik hutan yang telah mengalami penurunan potensi maupun fungsinya. Pengaturan pemanfaatan hutan berazaskan konservasi sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, untuk mendukung kehidupan manusia masa kini dan di masa yang akan datang.
Laporan, MASHURI KURNIAWAN, Pekanbaru
Pasal 70 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang menyatakan bahwa “Masyarakat turut berperan serta dalam pembangunan di bidang kehutanan, pemerintah wajib mendorong peran serta masyarakat melalui berbagai kegiatan di bidang kehutanan yang berdaya guna”.
Berkaitan dengan itu, Peraturan Menteri Kehutanan No. 10/Menhut-II/2011 tentang 6 (enam) Kebijakan Prioritas Bidang Kehutanan dalam Program Pembangunan Nasional Kabinet Indonesia Bersatu II juga menyatakan terkait pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan. Hal ini menunjukkan perhatian pemerintah terhadap masyarakat di sekitar hutan sangatlah baik.
Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam menjelaskan pada Bab VII Pasal 49 tentang Pemberdayaan Masyarakat. Pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota harus memberdayakan masyarakat di sekitar KSA dan KPA dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya. Lebih lanjut lagi dikatakan pada ayat 2 bahwa pemberdayaan masyarakat meliputi pengembangan kapasitas masyarakat dan pemberian akses pemanfaatan KSA dan KPA.
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau sudah melaksanakan kegiatan Model Desa Konservasi pada dua desa yang berbatasan dengan kawasan konservasi dalam wilayah pengelolaannya. Desa yang berada di sekitar kawasan konservasi tersebut, yakni Desa Dayun Kecamatan Dayun Kabupaten Siak yang berada di sekitar Suaka Margasatwa Danau Pulau Besar Danau Bawah dan Desa Temiang Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis yang berada di sekitar Suaka Margasatwa Bukit Batu.
Desa Temiang terpilih untuk dilaksanakannya kegiatan MDK, didasarkan atas posisi desa ini yang berada di sekitar kawasan konservasi SM. Bukit Batu. Yang mana saat ini menjadi bagian dari Cagar Biosfer Giam Siak Kecil dan Bukit Batu. Begitu juga Desa Dayun yang berada di sekitar kawasan Danau Pulau Besar Danau Bawah, masih terdapat masyarakat disekitarnya yang mengambil ikan dari dalam danau di kawasan tersebut.
Hal ini dipandang perlu dalam memperhatikan kondisi masyarakat yang berada di sekitarnya yang terkait dengan pembinaan dan pengembangan kapasitas agar tercapainya peningkatan perekonomian masyarakat Desa Temiang dan Desa Dayun.
Pengendali Ekosistem Hutan, Baai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Gunawan Shut menyebutkan, pemberian bantuan usaha ekonomi produktif kepada masyarakat Desa Temiang dan Desa Dayun dilakukan pada tahun 2012 dalam bentuk bantuan barang. Pada Desa Temiang, bantuannya berupa speedboat dan beberapa bibit tanaman (matoa, mangga golek, gaharu, petai dan pisang). Pada Desa Dayun bantuannya berupa bibit tanaman karet serta sapi guna keperluan ternak. Bantuan-bantuan tersebut diberikan dalam rangka peningkatan perekonomian masyarakat yang berada di sekitar kawasan konservasi tersebut.
Peningkatan perekonomian masyarakat sekitar kawasan konservasi secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap rendahnya kebutuhan masyarakat tersebut atas sumber daya yang terdapat di dalam kawasan konservasi. Hal ini ditambah dengan pendekatan persuasif berupa pendampingan atau penyuluhan terhadap masyarakat tersebut bermanfaat juga untuk mengajak masyarakat menjaga keberadaan kawasan konservasi yang ada. Dengan ini, maka kawasan konservasi yang telah dilakukan kegiatan Model Desa Konservasi akan lestari.
Kegiatan pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan merupakan suatu kegiatan yang ditujukan dalam pengelolaan kawasan hutan melalui pendekatan masyarakat.
Tujuannya untuk mengubah paradigma masyarakat sekitar kawasan hutan akan tingginya ketergantungan terhadap sumberdaya hutan dalam kegiatan perekonomiannya. Target dari pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat marjinal yang membutuhkan bantuan dalam peningkatan perekonomian, sehingga masyarakat bisa hidup mandiri tanpa merubah bentuk kawasan hutan.
Pada prinsipnya, kata Gunawan, pemberdayaan merupakan pengembangan kemampuan masyarakat untuk mendapatkan dan memanfaatkan akses dan kontrol atas sumberdaya yang ada di sekitarnya.
Bentuk keberpihakan kepada masyarakat setempat dalam pengelolaan sumberdaya alam menuju hutan lestari. Ini sudah diaksanakan Kementerian Kehutanan RI sejak lama. Salah satunya dengan bentuk Model Desa Konservasi (MDK). Prinsip dari kegiatan pemberdayaan masyarakat ini, adalah terwujudnya pengelolaan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan agar tidak memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap kawasan-kawasan hutan. Termasuk kawasan hutan konservasi.
Gunawan menjelaskan, kegiatan MDK berbentuk pemberdayaan masyarakat, penataan ruang atau wilayah pedesaan berbasis konservasi, dan pengembangan ekonomi pedesaan berbasis konservasi. Optimalisasi hasil pada kegiatan MDK yakni kegiatan jasa lingkungan dan hasil hutan non kayu (HHNK) dengan tujuan akhirnya berbentuk “wisata desa” yang mampu memiliki nilai jual dalam tingkat pariwisata daerah ataupun nasional.
Dalam pelaksanaannya, sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan pemberdayaan masyarakat menurut Pedoman Pembangunan Model Desa Konservasi Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Kawasan Konservasi (2009), meliputi, terjaganya kelestarian kawasan konservasi, sehingga peran, fungsi dan kontribusi kawasan konservasi terhadap masyarakat di sekitar kawasan konservasi dapat optimal.
Kemudian, meningkatnya kesejahteraan masyarakat, sehingga kesadaran, kemauan dan kepeduliaan dalam upaya-upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya meningkat. Selanjutnya, mewujudkan keserasian dan keharmonisan antara kelestarian kawasan konservasi dengan kehidupan masyarakat.
Penentuan desa yang akan dilaksanakan Pembangunan Model Desa Konservasi meliputi proses-proses. Proses identifikasi desa, diwajibkan untuk didapatnya desa yang memenuhi kriteria pembentukan Model Desa Konservasi.
Beberapa kriteria yang digunakan dalam mengidentifikasi lokasi pelaksanaan MDK berdasarkan Pedoman Pembangunan Model Desa Konservasi Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Di Sekitar Kawasan Konservasi (2009), yakni desa yang berbatasan langsung dengan kawasan konservasi, secara ekologis berpengaruh keberadaannya terhadap kawasan konservasi.
Desa yang masyarakatnya miskin, mempunyai pendapatan rendah dan ketergantungan hidupnya terhadap kawasan konservasi tinggi, desa yang dapat difungsikan sebagai perlindungan atau dapat melindungi kawasan konservasi dari berbagai gangguan.Kemudian, desa yang dapat dikembangkan menjadi tujuan wisata alam, desa yang mempunyai potensi sumber daya alam (SDA) yang dapat dikembangkan.
Dari penuturan Gunawan, terdapat tiga tahapan dalam pelaksanaan MDK, yakni terdiri dari tahapan pra kondisi, pelaksanaan, pengembangan, pembinaan, monitoring dan evaluasi. Tahapan-tahapan yang terdapat dalam pelaksanaan Tahapan Pra Kondisi, yakni membangun kesepahaman dengan pihak terkait, membangun atau mengembangkan kelembagaan di tingkat desa, menyiapkan fasilitator atau pendamping, pelatihan PRA, dan melaksanakan PRA.
Pada tahap pelaksanaan, kegiatan yang dilakukan yakni peningkatan kapasitas SDM (Masyarakat), peningkatan keterampilan masyarakat, serta pengembangan kegiatan usaha ekonomi produktif. Tahapan Pengembangan yang terdiri dari kegiatan membangun kemitraan dan jejaring usaha.
Setelah dilakukan tahapan-tahapan tersebut kemudian yang dilakukan pada tahapan terakhir, yakni Tahapan Pembinaan dan Monitoring Evaluasi. Tahapan-tahapan yang ada dapat berjalan dengan baik dengan melibatkan seluruh pihak-pihak yang terkait kegiatan pembangunan Model Desa Konservasi. Terbangunnya kesepahaman Stakeholders , baik itu pihak pemerintah (pusat, provinsi, kota/kabupaten), swasta (perusahaan) serta masyarakat yang menjadi elemen utamanya menjadi kunci dari keberhasilan kegiatan ini.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) RI, Dr Ir Novianto Bambang mengatakan, pembangunan Model Desa Konservasi bertujuan agar pengelolaan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) dan Kawasan Suaka Alam (KSA) serta masyarakat yang berada di sekitar kawasan konservasi saling berkaitan dalam menciptakan kawasan yang lestari dan masyarakat yang sejahtera.
Dalam pelaksanaannya jelas Novianto, sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan pemberdayaan masyarakat ini adalah terjaganya kelestarian kawasan konservasi, sehingga peran, fungsi dan kontribusi kawasan konservasi terhadap masyarakat di sekitar kawasan konservasi dapat optimal. Sasaran lainnya adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat sehingga kesadaran, kemauan dan kepedulian dalam upaya-upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya meningkat. Pada akhirnya adalah terwujudnya keserasian dan keharmonisan antara kelestarian kawasan konservasi dengan kehidupan masyarakat.
‘’Upaya perlindungan terhadap kawasan konservasi memerlukan pendekatan masyarakat Karena sebagian besar kawasan disekitarnya merupakan permukiman. Maka diperlukan bentuk kerjasama dari masyarakat dalam menjaga kawasan konservasi yang berdekatan dengannya,’’ ungkapnya.
Dalam hal ini, perlunya membangun kepedulian masyarakat untuk menjaga keberadaan kawasan hutan di sekitarnya. Masyarakat sekitar kawasan konservasi merupakan pintu masuk baik masyarakat setempat ataupun pendatang yang akan menuju kawasan konservasi. Apabila pintu masuk tersebut dapat ditahan atau difilter sesuai kebutuhan tanpa merusak, maka kondisi hutan di dalam kawasan konservasi akan terjaga.***