Akhirnya pada tahun 2016, usulan Bupati Siak ini disetujui Menteri LHK.. Melalui SK Nomor. 350/Menlhk/Setjen/PLA.2/5/2016 tanggal 4 Mei 2016, Men LHK menggabungkan HPT Tasik Besar Serkap ke dalam kawasan Taman Nasional Danau Zamrud
Atas penggabungan itu terjadi penambahan luas Taman Nasional Danau Zamrud menjadi 31.480 hektar. Luas ini terdiri dari hamparan Danau Zamrud dan kawasan hutan sekitarnya seluas 28.238 hektar serta HPT Tasik Besar Serkap seluas 3.242 hektar. Lebih lanjut External Affair Manager BOB PT. BSP - PHE, Nazarudin Nasir kepada kami menjelaskan bahwa danau Zamrud yang persis berada di sisi garis khatulistiwa, ditemukan pada tahun 1975 saat PT Caltex Pacific Indonesia (CPI), yang kini operasionalnya digantikan BOB Siak, meluaskan areal penambangan minyak.
Begitu tahu ada danau di situ, Dewan Komisaris (PT Chevron Pacific Indonesia, waktu itu). Julius Tahija ketika itu langsung tertarik. Dua danau yang sangat indah, masih perawan, dan memiliki flora dan fauna yang sangat beragam itu harus dipertahankan kelestariannya. Keasliannya. Jangan sampai rusak oleh kegiatan tambang seperti pengeboran minyak bumi. Ia kemudian berinisatif menemui Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup Emil Salim ketika itu.
Meski ada cadangan minyak di bawah danau itu Tahija meyakinkan Menteri Emil Salim bahwa mereka tidak akan merusak kekayaan alam yang ada di sana. “Caranya dengan melakukan pengeboran dari samping (directional drilling), sehingga kawasan danau ini menjadi tidak terusik," kata Nazarudin Nasir. Tahija, lanjut Nazarudin, bahkan meminta agar Danau Zamrud dijadikan sebagai kawasan yang dilindungi. Bagi Emil Salim ini sebuah kejutan. "Agak aneh juga. Perusahaan minyak, yang biasanya menggasak lingkungan, kali ini membela lingkungan,” kata Emil waktu itu. Tamu yang hadir langsung tertawa mendengarnya.
Tahija membuktikan ucapannya. Semua aktivitas pemboran minyak di kawasan itu ternyata memang tidak merusak alam yang ada. Meski berbiaya mahal karena teknik pengeoboran yang menyamping agar tidak merusak danau tetapi semangat menjaga kelestarian itu telah membuat perusahaan minyak dunia itu berhasil membuktikan bahwa aktivitas mereka bisa mempertahankan kondisi alam yang ada.
Berbagai pihak telah berupaya untuk mempertahankan kelestarian Zamrud. Namun disebutkan ekosistem di Taman Nasional Zamrud sudah mengalami perubahan sejak tahun 2000. Penyebabnya adalah adanya deforestasi alias pencurian kayu, dan pengalihgunaan lahan hutan menjadi kebun sawit. Selain itu, kanal-kanal drainase juga mulai dibuat oleh masyarakat setempat untuk keperluan lahan budidaya.
Kearifan Lokal
Ternyata di Danau Zamrud hingga kini telah menjadi sandaran mata pencarian nelayan tempatan hingga tiga generasi. “Kami punya aturan khusus menjaga agar tak terjadi lagi ikan habis dan punah akibat tangkapan dengan jaring rapat sehingga anak-anak ikan dan telurnya ikut terjaring,” ujar Ketua Ikatan Tani Nelayan Danau Zamrud, Muhammad Nur kepada wartawan. Kami berbincang dengannya di rumah keramba apung di tengah danau.
Aturan khusus itu, lanjutnya, tidak menggunakan pukat harimau. Saat menjaring dengan pukat biasa bila ada yang menangkap ikan Arwana maka wajib dilepaskan lagi. “Sebab ikan itu sudah punah jadi kami kini melakukan budidaya untuk melestarikannya,” ujar M Nur. Menurutnya kearifan lokal itu sudah dipahami oleh anak-kemenakan mereka di kelompok tani dan nelayan yang merupakan warga sekitar danau. Saat ini ada dua kelompok tani nelayan yang beroperasi di sana. Satu kelompok beranggotakan 20 Kepala Keluarga. Kelompok lainnya beranggotakan 16 orang. Kesemuanya dibawah kordinasi M Nur selaku ketua kelompok tani nelayan tersebut.
Menurutnya setiap anggota kelompok dilengkapi dengan kartu tanda anggota (KTA). Sehingga bila melewati gerbang BOB petugas sudah bisa mengenalinya. Sedangkan nelayan luar yang ingin masuk harus melapor di gerbang tersebut. “Sekarang sudah dibatasi sejak jadi kawasan taman nasional sehingga hanya nelayan tempatan yang memiliki KTA saja yang bisa mencari ikan di sini,” ujarnya. Itu bertujuan menjaga kelestarian ikan yang berada di sana.
Menanggapi apakah ada bantuan dari pihak lain, M Nur mengatakan ada. Di antaranya mendapat bantuan dari BKSDA berupa bibit ikan. “Kami sedang melakukan budi daya dengan menebar 2000 bibit ikan Baung di keramba apung milik kelompok ini,” ujarnya. Selain itu hasil tangkapan udang lewat keramba apung milik anggota juga cukup banyak karena selama ini budidaya yang dilakukan membuahkan hasil. Hasil dipasarkan di sekitar Siak hingga ke kabupaten dan provinsi lain.
Destinasi Wisata Minat Khusus
Ke depan Pemkab Siak-BOB-BKSDA sedang merancang kawasan TN Zamrud menjadi kawasan wisata minat khusus yang mampu menyedot wisatawan lokal dan mancanegara. Menjadi potensi wisata yang begitu mempesona dapat dinikmati banyak pengunjung adalah sebuah tantangan yang tidak ringan. Namun langkah-langkah ke arah itu sudah dilakukan. Seperti belum lama ini BOB-BKSDA meneken MoU di Jakarta untuk pengelolaan TN Zamrud yang peduli pada kelestarian konservasi alam.
Bupati Siak Alfedri melalui DLH juga telah punya rancangan dan konsep mewujudkan lokasi TN Zamrud menjadi kawasan wisata minat khusus. Beberapa anjungan dan homestay juga sedang dibangun di kawasan itu. Beberapa iven budaya dan seni juga sudah digelar di sana. Banyak orang mulai menyadari bahwa ‘mutiara’ yang tersembunyi itu saatnya diketahui dan dikunjungi orang ramai sebagai sebuah destinasi wisata unggulan. Bupati juga berharap pada waktunya nanti TN Zamrud akan jadi destinasi utama para wisatawan lokal dan mancanegara. Semoga.***