KE PRANCIS BERSEPEDA MENGIKUTI RUTE DAN KEHEBOHAN TOUR DE FRANCE 2012 (8-HABIS)

Wow, Keliling Champs-Elysees Disoraki Ribuan Penonton

Feature | Selasa, 24 Juli 2012 - 09:51 WIB

 Wow, Keliling Champs-Elysees Disoraki Ribuan Penonton
Azrul Ananda saat di garis Champs-Elysees yang merupakan garis finish terakhir dari rangkaian Tour de France 2012, Ahad (22/7/2012). (Foto: BOY SLAMET/JPNN)

Laporan AZRUL ANANDA, Prancis

Hari terakhir program Tour de France memberikan pengalaman yang tak akan terlupakan: Bersepeda keliling Champs-Elysees di hadapan ribuan penonton. Ada yang teriak ingin beli salah satu sepeda kami!

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Program Tour de France yang diikuti rombongan Jawa Pos Cycling secara resmi berakhir, Ahad lalu (22/7).

Hari yang sama dengan etape penutup lomba, yang berakhir di salah satu jalanan paling kondang di dunia: Champs-Elysees.

Serunya, pada hari yang sama itu, kami pun mendapat kesempatan bersepeda di jalur yang sama: Champs-Elysees! Dan ternyata, pengalaman itu jauh lebih eksklusif daripada yang pernah kami bayangkan sebelumnya.

Ketika membaca jadwal ini sebelum ke Prancis, kami pikir kami akan bersepeda bersama rombongan besar. Ala fun bike di Indonesia.

Ternyata tidak! Ternyata, penyelenggara mengatur jadwal sedemikian rupa, sehingga ketika keliling Champs-Elysees, hanya kami yang keliling di sana!

Kami keliling di hadapan ribuan penonton, yang camping di pinggir jalan sejak pagi. Ya, hanya kami yang keliling Champs-Elysees di hadapan ribuan penonton!

***

Pukul 10.45, Ahad pagi itu, kami diminta berkumpul di lobi hotel, yang terletak di kawasan Champs-Elysees. Total ada 24 orang dalam rombongan VIP tersebut. Enam belas dari Indonesia alias kami, plus delapan dari berbagai negara seperti Amerika dan Australia.

Para pemandu kami dari Discover France —partner resmi Amaury Sport Organisation (ASO)— sebagai pengelola Tour de France telah siap semua. Mereka berbagi tugas. Beberapa ikut bersepeda mengawal kami. Beberapa naik mobil untuk memberikan support selama perjalanan.

Rasanya tak sabar segera ke Champs-Elysees. Ya, total bersepeda hari itu bakal sangat pendek, hanya dijadwalkan total 10 kilometer. Namun, beberapa kilometer di antaranya adalah di jalanan Champs Elysees!

Sepanjang tahun, Champs-Elysees merupakan salah satu jalan paling sibuk di Paris. Dalam setahun, jalan tersebut hanya ditutup dua kali. Satu untuk Bastille Day (Hari Nasional Prancis), yang jatuh setiap 14 Juli. Satu kali lagi saat etape penutup Tour de France.

Seperti biasa, sebelum berangkat, ada brifing. Kami diminta menaati segala peraturan. Sebab, ASO sangatlah ketat dalam mengatur jadwal. Lalu, dengan alasan keamanan, kami tak boleh banyak berhenti saat keliling sirkuit. Jadi, kesempatan foto-foto akan terbatas. Meski demikian, mereka sudah menyiapkan beberapa waktu dan tempat untuk berfoto.

Selesai brifing, kami pun berangkat. Menuju Place de la Concorde, salah satu persimpangan kondang di Paris. Di sana, kami diminta menunggu. Sebuah mobil Skoda panitia resmi Tour de France datang menjemput. Mobil itulah yang akan memandu kami mengikuti rute.

Sebelum giliran kami masuk sirkuit, rombongan anak-anak bersepeda diberi kesempatan lebih dulu. Sekitar 15 menit kemudian, baru giliran anak-anak besar alias kami untuk masuk.

Dari Place de la Concorde, kami mengikuti jalan menuju Champs-Elysees. Semua jalanan terbuat dari batu, sehingga getarannya membuat kami makin gemetaran karena senang dicampur tegang.

Tidak jauh, kami berhenti dulu di bawah tanda garis finis lomba, di sisi timur Champs-Elysees. Di kanan dan kiri tampak bangunan tribun sudah terpasang, tinggal menunggu ribuan penonton untuk mengisinya.

Di garis finis itu, kami diberi kesempatan berfoto. Tidak lama, kami dilepas lagi. Kali ini agak menanjak ke arah barat Champs-Elysees, ke arah monumen kondang: Arc de Triomphe.

Di kanan dan kiri tampak butik-butik kondang. Misalnya, Louis Vuitton. Di kanan dan kiri, tampak ribuan penonton sudah berdiri di pagar pembatas.

Sejak pagi, mereka sudah bersiap di situ. Bahkan, banyak yang sudah camping sejak dini hari. Mereka ingin mendapat posisi terdepan melihat aksi para pembalap pada sorenya.

Nah, tengah hari itu, mereka harus bersabar dulu melihat kami melintas di jalanan. Walau kami bukan pembalap, dan wajah kami tampak bingung sendiri ditonton ribuan orang, para penonton itu tetap menyoraki.

Kami pun jadi bersemangat. Ada yang pasang gaya, memegang setir di bagian bawah (drop). Ada yang zig-zag. Ada yang pura-pura sprint. Dan sebagainya.

Hey, kapan lagi kita bisa bergaya di jalanan paling kondang, disaksikan ribuan orang! Yang jelas, kami terus curi-curi berfoto. Baik pakai kamera beneran maupun kamera handphone. ‘’Ya ini yang bikin harganya mahal,’’ celetuk salah seorang anggota rombongan kami.

Ketika berputar di depan Arc de Triomphe, ada teriakan lucu untuk rombongan kami. ‘’Hey, I like your bike! I want to buy it!’’ Terjemahannya: ‘’Hey, aku suka sepedamu! Aku mau membelinya!’’

Teriakan itu ditujukan kepada Sun Hin Tjendra, salah seorang jagoan balap di kelompok kami. Dia memang mengendarai sepeda yang eye-catching. Look 695 Premium Collection edisi Brasil. Warnanya hijau dan kuning.

Sebenarnya, bukan kali itu saja sepeda Sun Hin ini jadi pusat perhatian. Hari-hari sebelumnya, ketika kami bersepeda mengikuti rute-rute kondang Tour de France, sepeda tersebut juga berkali-kali menarik perhatian orang.

Saat di depan Arc de Triomphe itu pula, Sony Hendarto asal Madiun sempat bergaya asyik. Dia mengangkat sepeda custom Independent Fabrication-nya, berpose di depan kamera ala para jawara Tour de France.

Sebenarnya, kebanyakan yang lain juga punya angan-angan berpose seperti itu. Tapi, mungkin karena tegang dan terlalu asyik, mereka sampai lupa untuk melakukannya.

Sepanjang perjalanan balik ke arah Place de la Concorde, ribuan penonton terus menyoraki kami. Seru dan aneh sekali rasanya.

Seusai pengalaman singkat 20 menitan, melewati lintasan sekitar 3 kilometer itu, kami seperti kehabisan komentar. Tidak tahu harus bicara apa. Benar-benar pengalaman yang unik.

Sulit dipercaya, kami telah bersepeda melewati salah satu jalan paling kondang di dunia. Sulit dipercaya, kami telah bersepeda melewati garis finis Tour de France yang paling terkenal.

Satu hal yang kami sepakat di luar perkiraan: Jalanan yang tidak rata. Sulit dipercaya, para pembalap melintasi jalanan kasar itu dengan kecepatan luar biasa!

‘’Pengawas lomba dari Eropa, kalau datang ke Indonesia, selalu komplain tentang jalanan kita yang buruk. Padahal, balapan di Champs-Elysees juga dilakukan di atas permukaan yang buruk,’’ komentar Sastra Harijanto Tjondrokusumo atau Pak Hari, yang di Indonesia merupakan salah seorang tokoh balap sepeda.

Kami rasa, mungkin kami pula rombongan Indonesia pertama yang bersepeda melintasi Champs-Elysees pada saat berlangsungnya Tour de France. Francois Bernard, pemandu kami, membenarkan bahwa rombongan kami adalah yang pertama dari Indonesia. Wow.

***

Dari Champs-Elysees, kami langsung bersepeda lagi berputar kembali ke hotel. Ganti baju, lalu langsung kumpul lagi untuk menuju salah satu tribun VIP: Tribune Grand Palais. Di sanalah rombongan menonton aksi para pembalap kelas dunia menuntaskan Tour de France 2012.

Etape 20 itu sebenarnya dimulai di Rambouillet, dengan total jarak yang ditempuh 120 Km. Tapi, sekitar 50 Km terakhirnya adalah criterium di tengah Kota Paris. Selama sekitar sepuluh kali mereka melintasi Champs-Elysees.

Bagi penonton, rasanya seperti melihat balapan di sirkuit. Mereka bersorak setiap kali idolanya melintas. Para pembalap itu pun terlihat begitu cepat. Wus! Lewat begitu saja nyaris tanpa suara. Padahal, itu pakai tenaga kaki, bukan mesin.

Semakin sedikit jarak lomba, semakin riuh teriakan penonton. Apalagi ketika Sky Procycling (Team Sky) mulai mengambil alih komando lomba, menyiapkan bintangnya, Mark Cavendish, untuk sprint.

Dan untuk tahun keempat berturut-turut, Cavendish meraih kemenangan di jalanan Champs-Elysees. Kali ini melengkapi sukses besar Sky, yang meraih yellow jersey lewat Bradley Wiggins. Seusai lomba, para penonton tidak langsung pulang. Mereka dengan sabar menunggu prosesi seremoni juara. Mereka memang punya insentif ekstra untuk tidak segera pulang. Sebab, setelah itu, para pembalap berpawai keliling mengucapkan goodbye dan terima kasih kepada para penonton.

Para pembalap juga tidak segan untuk menuju tribun, memenuhi permintaan tanda tangan penonton. Termasuk para bintang besarnya seperti Cadel Evans (BMC) dan Andre Greipel (Lotto-Belisol). Sambil menunggu itu, staf penyelenggara tampak mulai sibuk membongkari perlengkapan lomba. Pada saat pembalap masih berkeliling menyapa penonton, tampak layar LED sudah dibongkar. Dalam hitungan jam, segalanya memang harus bersih.

Lomba berakhir sekitar pukul 17.00, pukul 21.00-nya jalanan Champs-Elysees sudah kembali normal. Tidak ada branding, tidak ada atribut lomba, tidak ada pembatas-pembatas lomba. Bersih!

***

Rombongan kami berkesempatan makan malam bersama. Sekaligus mengucapkan perpisahan dengan para pemandu: Francois Bernard dan Martin Caujolle. Kami juga sempat nongkrong dan ngobrol di depan hotel.

Sedikit merangkum perjalanan seminggu ini: Pengalaman yang kami dapat sangatlah mengesankan. Semula, kami mengira ini perjalanan sepeda santai, hanya 60 kilometeran sehari. Ternyata, kami diajak menyiksa diri, mendaki tanjakan-tanjakan legendaris Tour de France.

Apakah kelak mengulang lagi? Rata-rata bilang sangat mungkin. Rata-rata bilang ingin mengulang lagi. Sebab, masih ada banyak tanjakan atau rute kondang lain yang belum kami rasakan. Apakah akan mengulang tahun depan? Mungkin iya, mungkin tidak.

Bergantung situasi. Yang jelas, kalau tahun depan jadi, itu akan menyuguhkan pengalaman yang lebih spesial lagi. Sebab, tahun depan adalah Tour de France yang ke-100.

Angka spektakuler yang menjanjikan penyelenggaraan lebih spektakuler! Pergi lagi nggak ya?.(ila/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook