Peradaban sebuah bangsa menjadi bermakna, ketika dia mampu memahami dan mengingatnya dalam memori yang dituangkan pada simbol-simbol peradaban. Dirasakan detak jantung dan napasnya pada kehidupan nyata, serta mampu menghargai simbol, makna yang terkandung di dalamnya. Melalui perilaku dan adab budaya, terkuaklah peradaban yang telah dimiliki.
Laporan ABU KASIM, Pekanbaru
SEBUAH batu persegi setinggi sekitar 70 Cm masih terlihat kokoh. Dia jadi saksi bisu perkembangan Kota Pekanbaru. Di batu itu tertulis ‘’Pb. 0, Pad 313, Bkn 65 dan di bawahnya terdapat lambang PU. Itulah Tugu Titik Nol Pekanbaru yang ada di kiri pintu masuk Pelabuhan PT Pelindo, dari arah Pasar Bawah.
Penemuan benda cagar budaya semasa Kerajaan Siak di Kelurahan Kampung Bandar, Kelurahan Kampung Dalam dan Kelurahan Sago, Kecamatan Senapelan, Pekanbaru, seperti mesin waktu yang membawa kita kembali ke masa silam. Tapak-tapak sejarah itu adalah tikam jejak yang bisa kita gunakan untuk meneropong sejarah Kota Bertuah yang tak lepas dari sejarah panjang kota lama Bandar Senapelan. Inilah akar rumput sejarah masa silam Pekanbaru.
Jika merefleksikan sebuah sejarah dan budaya, sebenarnya menggali kembali peradaban yang mungkin hampir terlupakan. Dengan kontemplasi dan merefleksikan kembali bisa merunut masa kejayaan suatu bangsa, bahwa masa lalu bisa menjadi benang merah untuk menghantarkan mereka menjulang marwahnya. Di samping itu, sebagai batu pijakan untuk menelusuri dan memberi arti, serta menambah kekayaan ruh bangsa. Maka, dengan berusaha menyublim, melebur, mendedah, menggugah dan berdenyar ke pencerahan dan pemberdayaan. Peninggalan masa lalu diharap dapat mengingatkan kembali dan mencerdaskan bangsa dengan pandangan dan pikiran positif, menegakkan martabat, harkat, dan jatidiri bangsa itu sendiri.
Di tepian Sungai Siak, simbol dan peradaban budaya masyarakat Melayu telah terpatri sebagai bukti kejayaan masa lalunya. Namun, dengan berjalannya waktu, jejak-jejak peradaban budaya itu kini hampir terlupakan. Maka, bergegaslah dari sekarang meretas sejarah, menemukenali kembali jejaknya, untuk menjulang marwah.
Dengan adanya penemuan beberapa titik lokasi bangunan bersejarah di Kelurahan Kampung Bandar, Kelurahan Kampung Dalam dan Kelurahan Sago, menunjukkan bahwa Pekanbaru merupakan kota yang menyimpan peninggalan budaya masa lalu yang tak ternilai harganya. ‘’Perjalanan sejarahnya terekam dalam bentuk seni bina arsitektur bangunan, nama jalan dan kampung, peristiwa sejarah, aktraksi budaya, sehingga telah membentuk sebuah karakter dengan keunikan dan simbol-simbol budaya tersendiri,” ungkap Sekretaris Bandar Senapelan Heritage, H Irvan Sagita Hermawan.
Anak kedua dari tokoh masyarakat Senapelan H Ahmad Tanwir Ayang, yang sering disapa Papan ini, juga menyampaikan sebuah pesan moral bagi para anak jati Melayu, khususnya puak Senapelan, bahwa terbentuknya pusat-pusat kegiatan di kawasan Senapelan saat ini merupakan proses dari perjalanan sejarah Bandar Senapelan yang dapat ditelusuri melalui tahapan perkembangan sejarahnya,” ujarnya.
Wujudkan Desa Wisata
Setelah Kelurahan Kampung Bandar, Kecamatan Senapelan ditetapkan sebagai desa wisata sejarah dan budaya, penemuan benda cagar budaya ini dinilai akan sangat memberi nilai tambah untuk predikat itu. ‘’Ini bukti kuat untuk mewujudkan Kecamatan Senapelan sebagai Desa Wisata Sejarah yang sudah ditetapkan Mendikbud. Makanya kita akan terus menggali potensi sejarah yang kita yakini masih banyak dan belum tergali,’’ ucap M Thohiran, salah seorang penggagas Bandar Senapelan Heritage. “Dari hasil temuan yang diduga cagar budaya ini, kami coba untuk menjadikannya sebagai sandaran berpikir, serta tetap berpondasi di atas akar rumput sejarah agar kami tak terperangkap dalam kerangka ambivalensi pemikiran yang menyesatkan,” lanjutnya.
Melalui komunitas nirlaba ini, diharapkan penggalian dan temuan yang diduga cagar budaya dapat membuka tabir sejarah besarnya potensi warisan sejarah dan budaya di Bumi Bertuah. Peninggalan budaya penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Serta perlu dilestarikan dan dikelola tepat melalui upaya pelestarian, pengembangan dan pemanfaatannya untuk memajukan kebudayaan nasional sesuai semangat UU Cagar Budaya Nomor 11 Tahun 2010.
Bandar Senapelan Heritage mengimbau semua pihak, baik Pemprov, Pemko, para pemangku kebijakan, pemerhati budaya maupun masyarakat sama-sama bertanggung jawab melestarikan warisan sejarah dan budaya di Riau, khususnya daerah yang telah digagas jadi desa wisata seperti Kampung Bandar Senapelan.
Langkah ini tentu dengan berkoordinasi dan bekerja sama dengan pemerintah pusat yang secara khusus mengurus masalah cagar budaya dan punya Unit Pelaksana Teknis, Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Batusangkar yang dulu bernama Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Batusangkar yang membawahi 3 provinsi, Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau (Kepri) di bawah naungan Kemendikbud.
Yang harus diketahui, pengertian Bandar Senapelan sendiri sebenarnya mewakili ruang pemikiran kesejarahan dan kebudayaan yang melingkupi wilayah bukan hanya sebatas Kelurahan Kampung Bandar. Bandar Senapelan merupakan sebuah laman sejarah yang telah terpatri pada abad ke-18 silam. Kesejarahan telah mencatat, Bandar Senapelan pernah jadi ibukota Kerajaan Siak di tahun 1762-1766 semasa Sultan Abdul Jalil Alamudin Syah (Sultan Siak IV) dan jadi ibukota Provinsi Negeri Pekanbaru Kerajaan Siak semasa Sultan Syarif Hasyim seperti yang tertuang dalam Pasal Delapan Bab al-Qawa’id (kitab UU Kerajaan Siak semasa Sultan Syarif Hasyim) tahun 1898. Artinya, cikal bakal Pekanbaru adalah di Kampung Bandar Senapelan, dibuktikan dengan adanya makam tokoh pendiri Pekanbaru (Marhum Pekan), Makam Marhum Bukit, Masjid Raya Senapelan dan lainnya. Dengan ditemukannya Tugu Titik Nol di kawasan Pelindo, Kelurahan Kampung Dalam, makin menguatkan kesejarahan Bandar Senapelan untuk kembali berbenah dan mengikrarkan dirinya sebagai tapak awal sejarah Pekanbaru.
Di samping itu, banyak peninggalan sejarah budaya atau yang diduga cagar budaya di Kampung Bandar Senapelan dan kawasan sekitarnya yang belum terungkap. “Kami dari komunitas Bandar Senapelan Heritage coba menggali dan mendata peninggalan sejarah dan cagar budaya itu. Antara lain: tapak awal Masjid Nur Alam, gerbang Masjid Raya Senapelan, mimbar Masjid Raya Senapelan, sumur tua Masjid Nur Alam, tiang enam Masjid Raya Pekanbaru, Rumah Tuan Kadi Sultan Siak, Tugu Titik Nol Pekanbaru, tapak Terminal Lama Boom Baru, tapak Jembatan Phontoon dan lainnya.
Dengan penemuan 42 benda yang diduga cagar budaya dan tersebar di Kelurahan Kampung Bandar, Kampung Dalam dan Sago ini dapat dijadikan mata rantai dan laman bermain untuk dapat menelusuri masa silam peradaban yang pernah terukir indah di Negeri Melayu ini dan pernah jadi bukti kejayaan masa lalu.
Angkat Budaya Melayu
Ini sekaligus jadi kekuatan budaya berbentuk benda yang bisa jadi alat untuk meretas sejarah dan marwah Melayu. ‘’Ini dapat mengangkat tradisi budaya Melayu,’’ ucap Thohiran. ‘’Kita ini ibarat mengangkat batang terendam, kota lama Bandar Senapelan yang hampir tenggelam,’’ lanjutnya.
Apalagi di 2012 ini, Kelurahan Kampung Bandar telah dicanangkan sebagai salah satu kelurahan/desa di Indonesia dan dapat penyaluran Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) sebagai pelaksana Progam Desa Wisata melalui PNPM Mandiri Pariwisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif berdasar SK Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata Nomor 12/KEP/DPDP/I/2012.
Di 2012 ini juga, Kelurahan Kampung Bandar berkesempatan menata kembali kawasannya mengingat LPM Marhum Pekan PNPM Mandiri Perkotaan Kelurahan Kampung Bandar, berdasar Surat Direktur PLP No. kj.02.09-cb/655 tanggal 19 Maret 2012, telah ditetapkan sebagai lokasi kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK) Wilayah I Tahun 2012, setelah lulus seleksi nasional PLPBK tahun 2012.
Dengan diselaraskannya 2 program PNPM Mandiri ini, diharapkan Kelurahan Kampung Bandar dapat berbenah diri dalam upaya pelestarian, pengembangan dan pemanfaatan kembali kawasan kota lama bersejarah yang merupakan karakteristik masa lalunya. Melalui program desa wisata PNPM Mandiri Pariwisata Kelurahan Kampung Bandar, yaitu dengan menjadikan kawasannya sebagai Desa Wisata Sejarah dan Budaya (Cultures and Heritage Tourism) Bandar Senapelan. Hal lain yang perlu dilestarikan, dikembangkan dan dimanfaatkan adalah tradisi-tradisi budaya Melayu. Seandainya kedua kekuatan budaya tangible (bendawi) dan intangible (tak bendawi) ini disatukan dalam upaya meretas sejarah dan menjulang marwah, akan jadi bukti kejayaan Melayu dengan motto, “bercermin dari masa silam untuk berpijak hari ini dan pijakan hari ini untuk bergegas menatap masa depan, menjadikan Pekanbaru sebagai poros budaya Melayu sesuai semangat Visi Riau 2020 dan Visi Kota Pekanbaru 2021. ‘’Jika ini terjadi, peradaban masa silam akan tumbuh dan diingat kembali oleh generasi kita,’’ ungkap Thohiran.
Dengan semangat yang tertuang di Pasal 29 ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, bahwa “Setiap orang dapat berpartisipasi dalam melakukan pendaftaran terhadap benda, bangunan, struktur dan lokasi yang diduga sebagai cagar budaya meski tidak memiliki atau menguasainya”, sekelompok anak muda Senapelan yang dimotori Thohiran berusaha menyelamatkan warisan sejarah dan budaya di Kecamatan Senapelan, khususnya Kelurahan Kampung Bandar Senapelan.
Kampung Bandar Senapelan yang kaya peninggalan warisan sejarah dan budaya, juga menyimpan warisan budaya etnis lain seperti di Kelurahan Sago. Yaitu ditemukannya Kitab Dalai Lama, sebuah manuskrip kitab kuno peninggalan Dalai Lama yang berusia lebih dari 100 tahun di perkampungan Tionghoa Melayu, tepatnya di Wihara Tri Ratna Budhis Centre, Jalan Karet Pekanbaru. Kitab yang berisi ajaran Tantrayana setebal 108 lembar ditulis dalam bahasa Sansekerta menggunakan tinta emas di atas kulit kayu.
“Kitab dari Nepal ini diperkirakan berasal dari masa Dalai Lama Thubten Gyatso yang pernah jadi pemimpin spiritual pada 1879,” ungkap Ketua Wihara Tri Ratna Budhis Centre, Amiruddha, Sabtu (14/7). Dengan ditemukannya kitab ini, diharapkan dapat menambah literatur sejarah Bandar Senapelan sebagai salah satu kawasan sejarah. Dengan demikian, Program Sapta Pesona dan Aksi Sadar Wisata yang dicanangkan pemerintah, daerah yang berpotensi destinasi pariwisata dapat dikembangkan sebagai unsur penggerak ekonomi masyarakat, wisata sejarah dan budaya maupun religi di Kota Pekanbaru.
‘’Ketika kita menjelajahi melalui data dan inventarisasi yang diduga cagar budaya, terlintas di pikiran kita, barangkali sebuah tata ruang masa silam. Bangunan kuno yang mencerminkan arsitektur indah, beraneka ragam corak dan arsitekturnya,’’ ungkap lulusan Fakultas Ekonomi UGM ini.
Situs sejarah pasti punya nilai. Umpak atau tapak sebagai ungkapan sejarah dan bukti sejarah. Semua itu adalah hamparan luas saujana budaya yang terbentang melintasi Kampung Bandar Senapelan.
Harus Dilestarikan
Para tetua dan tokoh masyarakat Senapelan berharap, temuan benda cagar budaya harus dilestarikan dan tak boleh dihancurkan. Karena benda itu kelak jadi saksi bagi anak cucu terhadap keberadaan Pekanbaru saat ini.
‘’Banyak peninggalan masa lalu di kampung kita hampir punah. Dulu Tugu Titik Nol itu menunjukkan adanya terminal antar provinsi di Sumatera maupun menuju Jawa,’’ ujar Sabrisyeh (62), salah seorang tokoh masyarakat Senapelan. Ia memiliki kenangan tersendiri di seputar lokasi titik nol yang kini sudah jadi kawasan pelabuhan. Dulu banyak rumah dan bangunan tua, baik masa Belanda maupun Kerajaan Siak.
Demikian juga rumah Tuan Kadi Kerajaan Siak di Jalan Senapelan termasuk rumah tua yang kini masih utuh dan ditempati cucu Tuan Kadi H Zakaria bin Abdul Mutallib. Tentu kalau ini dimusnahkan akan sangat menyayat hati para pendiri negeri dan sebuah kenaifan jika itu tak diakui sebagai bagian dari sejarah.
Rumah Tuan Kadi Zakaria di Jalan Perdagangan merupakan rumah persinggahan Sultan Syarif Kasim II ketika bertandang ke Pekanbaru. Bahkan di rumah itu juga berbagai persoalan dan strategi menata Bandar Senapelan selalu dibahas. ‘’Itu rumah kenangan masa lalu Sultan Siak,’’ ucap H Syahril Rais (68), yang kini menempati rumah Tuan Kadi Zakaria di Jalan Senapelan Gang Pinggir bersama istrinya yang juga cucu Tuan Kadi Zakaria. Rumah peninggalan Tuan Kadi Zakaria memang sudah dipugar tapi tak mengubah bentuk asli bangunan. Arsitektur tetap dipertahankan H Syharil Rias. ‘’Di rumah inilah Sultan tidur. Makanya ada kamar khusus dan tak boleh digunakan keluarga saya,’’ ucapnya.
Hal senada juga disampaikan H Tanwir Ayang (72), tokoh masyarakat Senapelan, yang mengaku sangat sedih melihat perubahan Bandar Senapelan saat ini. Bandar Senapelan ibarat ditelan bumi, makanya harus ada yang menyelamatkan.
‘’Banyak peninggalan bersejarah punah. Kita lihat saja Masjid Raya. Di mana semasa Sultan dulu mengalami empat kali berpindah tempat dan akhirnya dibangunlah secara permanen di masjid yang saat ini sudah diubah,’’ ungkapnya.
Ia mengaku, awal pertama masjid itu berada di kawasan titik nol dan waktu itu terkena banjir, akhirnya dipindah ke Kampungdalam. Karena daerah itu juga terendam banjir, masjid itu dipindah ke lokasi yang lebih tinggi, tepatnya di depan makam Marhum Pekan saat ini. Terakhir dibuatlah secara permanen jaraknya dari masjid lamanya sekitar 20 langkah, yakni masjid yang saat ini berdiri.
‘’Kita tidak bisa menangisi hal yang telah terjadi, namun sisa sejarah berupa tiang tonggak yang harus dipertahankan. Sehingga anak cucuk kita kelak tahu sejarah masa lalu,’’ ucapnya.
Tengku Toha, keturunan yang memiliki silsilah keluarga dari Sultan Qasim I, juga mengakui warisan leluhurnya memang harus dipertahankan. Tak perlu menangisi hal yang telah terjadi. Meski niat itu baik, tapi bagaimana sejarah itu tak hilang. ‘’Kami saksi sejarah masa silam, kita sangat mendukung upaya generasi muda Bandar Senapelan yang ingin membangkitkan batang terendam dan mengangkat marwah Melayu,’’ ucapnya.
Arkeolog dari Dinas Pariwisata Riau Ahmad Alazhari SS, juga menyampaikan keprihatinannya terhadap peninggalan sejarah yang punah. ‘’Pekanbaru takkan ada kalau tak ada Bandar Senapelan, karena cikal bakal Pekanbaru, dari sanalah bermulanya,’’ ucapnya. ‘’Hilangnya cagar budaya bisa jadi bencana budaya. Efeknya takkan terasa saat ini, tapi beberapa tahun kemudian, karena hilangnya identitas kota. Saya sangat mendukung jika ada masyarakat yang mau menggali benda cagar budaya,’’ tuturnya.
Jadi Perhatian Pemko
Tercerai-berainya peninggalan masa lalu sudah jadi perhatian pemerintah. Melalui Dinas Pariwisata dan Budaya Kota Pekanbaru, bakal memoles peninggalan lama, khususnya Rumah Tuan Kadi Kerajaan Siak Sri Indrapura. Bahkan pada 2013 akan diusulkan perehaban rumah tua ini untuk dijadikan destinasi wisata sejarah di Bandar Senapelan.
‘’Tahun depan kita usulkan untuk direhab dan ini tidak mengubah bentuk dan corak bangunannya. Artinya, kita akan mempercantik bangunan lama, sehingga para pengunjung rumah tua itu akan tahu sejarah sebenarnya,’’ ujar Kadisbudpar Kota Pekanbaru, Dastrayani Bibra.
Dastrayani sendiri lahir di rumah Tuan Kadi Kerajaan Siak. Makanya wajar ia bertekad mempertahankan warisan moyangnya sebagai warisan benda cagar budaya yang harus dipertahankan. Identitas suatu bangsa tak terlepas dari kesadaran bangsa itu sendiri dalam menghargai sejarahnya. Bung Karno pernah mengingatkan kita, “Jangan sekali-kali melupakan sejarah” yang dikenal dengan istilah “JASMERAH”. Sebab, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa menghargai sejarah”.***