Paru Kota Terbesar yang Perlu Suntikan "Infus"

Feature | Minggu, 22 Juli 2012 - 08:48 WIB

Paru Kota Terbesar yang Perlu Suntikan "Infus"
Hutan Kota di Jalan Thamrin Pekanbaru ini terlihat teduh dan rimbun. Sebagai kota industri dan perdagangan dengan jumlah penduduk mencapai 1 juta jiwa, diperlukan lebih banyak lagi kawasan hutan seperti ini, untuk mengurangi efek pemanasan global. (Foto: ZULKIFLI ALI/RIAU POS)

Hutan kota yang berada di Jalan Thamrin, pantas menjadi paru-paru Kota Pekanbaru. Itulah satu-satunya hutan kota yang berstatus resmi sekaligus menjadi cakupan kawasan hijau paling luas di Kota Bertuah.

Laporan Zulkifli Ali

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Hutan kota yang seluas lebih kurang lima hektare tersebut bersebelahan dengan kantor KNPI Riau, GOR Tri Buana dan Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau. Menurut Langgeng Wahyudi, Kepala Seksi Taman dan Ornamen Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pekanbaru, status resmi sebagai hutan kota tersebut didapat karena manjadi item penting yang masuk dalam penilaian Program Adipura.

Namun belum lama ini, lanjut Langgeng, pihaknya baru tahu ternyata ada beberapa hutan kota lain. Letaknya di pinggir kota seperti di Tenayan Raya. Tapi keberadaan hutan itu untuk tujuan khusus seperti hutan produksi semisal hutan akasia dan dikelola oleh Dinas Pertanian Pekanbaru. Tentunya lagi tidak termasuk dalam item yang masuk penilaian Program Adipura.

Beberapa kawasan terbuka hijau lain di kota berstatus sebagai taman kota. Ada beberapa taman kota yang tergolong besar yang menjadi tanggung jawab Langgeng dan stafnya. Yakni taman kota yang berada antara Gedung Wanita dan Hotel Aryaduta, taman kota kayu putih di Jalan Tambelan (di kiri belakang Hotel Aryaduta), taman kota simpang tiga tepat di seberang kawasan Bandar Serai (Purna MTQ) serta taman kota yang terletak di Jalan Garuda Sakti Panam seluasa 3,2 hektare yang pepohonannya masih kecil.

Jadi bisa disebut keberadaan hutan kota di Jalan Tamrin sebagai paru-paru utama kota. Jelas karena luas sekaligus pepohonan hijaunya yang lebih banyak dan besar-besar. Selain didominasi pohon akasia, di sini juga terdapat pohon ketapang, mahoni, nangka, mangga, durian, bintaro, melinjo, manggis, pisang dan lainnya yang berjumlah ribuan pohon. Ada pula jati ambon (Jabon) dalam tahap pembibitan.  

 

Kini tumbuhan tersebut tidak lagi muncul sendiri. Sebab pihak pengelola sudah melakukan rekayasa misalnya dengan kegiatan menanam massal yang melibatkan calon PSN. Jenis pohonnya semakin beragam karena memang dipilih seperti tanaman buah-buahan.  

Pengelola juga berupaya mengurangi dominasi pohon akasia karena sifat pohon tersebut perusak. Menurut Iman Pratikno, yang saat wawancara beberapa waktu lalu bertugas sebagai pengawas taman kota, selain tidak disukai burung akasia juga memiliki akar yang punya daya rusak besar. Selain itu, akarnya yang tidak menancap dalam ke tanah menyebabkan pohon yang berbatang besar mudah rubuh.

‘’Serbuk buah pohon akasia juga bisa menyebabkan kanker. Makanya pohon akasia yang mati kita ganti dengan pohon lain yang ramah dan bermanfaat. Sekarang sudah mulai banyak didatangi burung-burung karena pohonnya lebih variatif,’’ ujar Iman yang pernah bertugas cukup lama menjaga hutan kota ini.  Tidak sampai di situ, Pemko juga menggunakan kawasan tersebut untuk tempat pembibitan, pembuatan kompos, pupuk kandang dan media tanam untuk taman kota dan median jalan. Di sini juga terdapat sumur tandun untuk penampungan air keperluan dinas kebersihan.

Karena dipergunakan juga untuk tempat santai bagi warga kota, di lokasi ini disediakan pula kamar kecil (WC) namun kurang representatif sebab sudah lama. Pengelola berupaya pula memelihara fauna sebagai variasi hiburan. Sayang tidak bisa seperti diharapkan karena memang tidak ada anggaran. Dulu pernah dipelihara monyet, ular piton dan bangau. Tapi kini hanya tinggal dua buaya berukuran sedang itupun dengan kandang besi bekas dan kotor.

Selain tempat santai, pengelola berharap hutan kota bisa dimanfaatkan lebih maksimal. Misalnya menjadi tempat studi lapangan anak sekolah, obyek penelitian ataupun untuk bumi perkemahan. Menurut pengelola, kegiatan perkemahan untuk satu sekolah bisa ditampung. Tapi fasilitas lain perlu juga dipersiapkan sehingga lebih memadai.

Karena itu tidak berlebihan jika Langgeng dan Iman berharap hutan kota ini dapat perhatian lebih dari Pemprov maupun Pemko. Tidak hanya dipertahankan. Yang perlu dilakukan antara lain dengan memberi pagar pada batas hutan kota. Selain membuat lebih indah, menurut Iman, juga bisa meminimalisir hal-hal negatif baik kemungkinan gangguan juga perbuatan amoral pengunjung. Bukan rahasia lagi hutan kota sering dijadikan tempat mangkal terutama oleh anak muda.

‘’Pemko tidak menganggarkan dana untuk hutan kota. Yang ada hanya anggaran untuk petugas harian,’’ ujar Langgeng.

Untuk menjaga eksistensinya paru-paru kota ini, maka diperlukan ‘’infus’’ berupa komitmen dan perhatian. Hal itu terutama diharapkan dari Pemko Pekanbaru maupun Pemprov Riau. Namun akan lebih baik jika ada pihak swasta yang ikut peduli. Setakat ini keterlibatan Pemprov hanya merelakan ‘’sementara’’ lahan itu menjadi hutan kota. Sedang Pemko telah berupaya sebagai pengelola meski terkesan setengah hati. Pemko Pekanbaru menempatkan enam orang petugas dengan status honorer yang bertugas untuk bagian kebersihan, penataan, pembibitan, dan penjaga sumur tandun.

Jelas itu saja tidak cukup. Karena komitmen adalah barang abstrak alias tidak ada ‘’hitam di atas putih’’-nya maka sewaktu-waktu itu bisa berubah. Belum lagi adanya beda kepentingan terhadap lahan tersebut. Berdirinya sejumlah bangunan di kawasan tersebut untuk tiga lembaga di atas jelas sudah menggerus luas hutan kota.

‘’Kita hanya mengelola. Pemko tidak menyediakan anggaran karena ini milik Pemprov. Jadi kita tidak tahu sampai kapan, sewaktu-waktu bisa saja pihak Pemprov mengambil kembali,’’ ujar Langgeng Wahyudi lagi.

Ya itulah salah satu alasan mengapa Pemko tidak memberi anggaran rutin untuk pemeliharaan atau pengelolaan hutan kota tersebut. Jika mengacu pada peran penting dan letaknya yang berada di jantung kota, maka sangat pantas hutan kota dipertahankan. Bahkan dengan penetapan statusnya yang lebih pasti (jika belum) melalui peraturan daerah.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook