MELIHAT AKSI PENGEMIS CILIK DI SIMPANG SKA

Pura-pura Berkaki Buntung, Rupanya Mencari Untung

Feature | Sabtu, 21 September 2013 - 11:48 WIB

Pura-pura Berkaki Buntung, Rupanya Mencari Untung
Sandi, pengemis cilik yang pura-pura berkaki buntung saat beraksi di Simpang Trafic Light Mall SKA, beberapa waktu lalu. Foto: LUKMAN/MIRSHAL/RIAU POS

Dengan menopang badannya menggunakan kedua belah tangan untuk berjalan, seorang pengemis cilik mulai meminta-minta dari satu kendaraan ke kendaraan lainnya. Hal tersebut selalu dilakukannya beberapa hari terakhir. Ternyata, pengemis tersebut berpura-pura buntung untuk mencari untung.

Laporan Lismar Sumirat, Pekanbaru

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Di atas median pembatas jalan, seorang pengemis cilik duduk termenung sesekali memperhatikan traffic light yang masih berwarna hijau. Beberapa saat kemudian lampu berwarna kuning, Sandi (13) begitu nama panggilan pengemis cilik tersebut langsung turun dari median pembatas jalan merangkak dari satu pintu mobil menuju pintu mobil lainnya, Ahad (16/9) siang.

Sandi mengenakan kemeja lengan panjang dengan corak kotak-kotak berwarna merah hitam dipadu celana jeans yang sedikit kumal. Kaki kirinya masih utuh, namun kaki sebelah kanan hanya tersisa hingga lutut sedangkan celananya digulung hingga tersisa sedikit melewati lutut.

Dilehernya tergantung kantong plastik berwarna merah muda, yang digunakan untuk menyimpan uang belas kasihan pengendara yang iba melihat kondisinya. Begitu tiba disamping pintu pengemudi mobil yang dilewati tangannya yang berwarna coklat dibakar panas terik mentari diulurkan.

Namun ternyata Sandi tak cacat betulan. Ia hanya bersandiwara untuk mendapat belas kasihan belaka. Hal ini diketahui saat Riau Pos berusaha memotret aksi pengemis cilik tersebut. Saat melihat kamera, seorang pria berumur sekitar 19-20 tahun dari atas jembatan penyeberangan orang (JPO) depan mall SKA langsung berteriak.

‘’Awas dek, lari-lari,’’ teriaknya.

Namun, Sandi masih diliputi kebingungan karena tidak mengetahui keberadaan Riau Pos yang sembunyi di belakang mobil yang didekatinya. Kemudian seseorang yang berada di JPO kembali berteriak, ‘’Dibelakang, cepat lari, lari,’’ mendengar petunjuk tersebut, Sandi langsung menoleh ke kamera yang sedang Riau Pos bidikkan kearahnya.

Tingkahnya seketika berubah, dari seorang yang lemah dan lesu merangkak dari satu mobil ke mobil lainnya, tiba-tiba menjadi lincah sambil merangkak cepat bersembunyi antara mobil yang berhenti. Riau Pos yang tidak mau kehilangan gambar kembali mencarinya.

Namun, kaki buntung tadi ternyata sudah berhasil dia keluarkan, secepat kilat Sandi langsung mengambil langkah seribu menuju arah pekarangan mall SKA. Dari jauh Sandi seolah-olah meledek sambil menantang Riau Pos untuk mengejarnya. Seketika pengendara yang melihat ulah pengemis tersebut langsung tertawa terbahak-bahak melihat tingkah Sandi.

Kejamnya ibu tiri, tidak sekejam ibunya sang pengemis cilik. Apa yang dilakukan Sandi, sebenarnya hal tersebut bukanlah kehendaknya. Wajah lesu dan tubuh lemah yang diperankannya adalah keadaan Sandi sebenarnya yang menjadi korban perbuatan keluarganya.

Seperti yang disampaikan Uni (49) salah satu pedagang minuman yang berada tidak jauh dari tempat Sandi beroperasi. Menurut Ibu mpat anak ini, Sandi seringkali tidak mendapat makan sejak pagi. ‘’Waktu saya tanya sudah makan? Dia hanya menggelang, wajahnya pucat sekali,’’ tutur Uni.

Menurut Uni, orang yang memantau Sandi dari atas JPO tidak lain merupakan abang kandungnya yang hanya santai sambil memantau agar tidak ditangkap Satpol PP jika tiba-tiba ada razia. ‘’Sering saya tengok Sandi memberi kode kalau sedang haus dan lapar. Namun abangnya mengeleng-geleng kepala sambil memberikan isyarat lima jari kanan dan dua jari jempol serta telunjuk,’’ terang Uni.

Hal tersebut sebagai isyarat agar Sandi harus mencukupi penghasilan dari mengemis paling kurang harus bisa mendapatkan Rp70 ribu agar bisa istirahat dan makan. ‘’Begitu juga siang hari, Sandi juga harus mencari sekitar Rp70. Sering supir-supir taksi di sini marah-marah, adiknya kelaparan dipaksa ngemis dia cuma santai’,’’ ujar Uni menirukan ucapan supir yang menyumpahi abang Sandi.

Ketika memerankan pengemis buntung yang tidak berdaya, Sandi juga pernah masuk ke dalam kolong mobil yang tidak melihat keberadaannya. ‘’Pernah dulu dia masuk dalam kolong mobil, masih untung tidak terlindas. Sandi hanya mengalami luka lecet dan memar. Kemudian supir mobil tersebut memberinya uang untuk berobat Rp100 ribu,’’ terang Uni, menceritakan nasib Sandi.

Sewaktu ibu kandung Sandi masih tinggal di Pekanbaru, sandi minimal harus mendapatkan Rp100 ribu per hari. ‘’Jika mencapai target, Sandi dipukul ibunya hingga tubuhnya memar-memar dan lebam. Tetapi sejak ibunya menikah lagi dan tinggal di Padang, Sandi hanya diawasi abangnya. Meskipun tidak dipukul tetapi ya begitulah,’’ ujar Uni.

Uni kemudian menuturkan apa yang dilakukan orang tua dan keluarga Sandi jauh lebih kejam dari kejamnya ibu tiri. ‘’Kalau saya biarlah anak saya tinggal di rumah ataupun belajar. Asal tidak kesusahan,’’ ujar.(*4/das)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook