MEMPERINGATI HARI BUMI 22 APRIL 2013

Reformasi Prilaku, Wajah Baru Perubahan Iklim

Feature | Minggu, 21 April 2013 - 08:38 WIB

Bumi merupakan salah satu benda alam yang di huni oleh makhluk hidup, memberikan kenyamanan dan tempat  tumbuhan, hewan maupun manusia. Artinya bumi adalah rumah bagi kehidupan.

--------------------

Laporan, MASHURI KURNIAWAN, Pekanbaru

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

--------------------

Rumah itu harus mampu memberi kenyamanan  bagi penghuninya. Namun,  sekarang ini manusia  resah dan tidak betah di rumahnya. Dikarenakan bumi semakin panas.

Bumi semakin panas di karenakan tidak harmonisanya sebuah siklus antara tata vegetasi dan hidrologi.  Yang mana vegetasi itu adalah tumbuhan atau hutan. Sedangkan hidrologi adalah air atau sungai-sungai dan perairan lokal. Yang banyak terjadi sekarang ini hutan banyak mengalami penggundulan, akibatnya perubahan iklim tidak terkendali.

Padahal tumbuhan fungsinya adalah menyerap CO2 yang di produksi oleh manusia, tumbuhan dan hewan. Lewat fotosintesis yang dilakukan tumbuhan maka terjadilah karbohidrat yang menjadi sumber makanan kehidupanmakhluk hidup.  Tapi, akibat dari banyaknya penggundulan hutan mengakibatkan hutan semakin tipis atau semakin sedikit  CO2.

Pengamat Lingkungan Riau Drs  Tengku Ariful Amri  MS mengatakan, akan semakin banyak terjadi ketimpangan antara  produktifitas tumbuhan. Selanjutnya  dalam memproduksi karbohidrat menurun.  yang semula karbohidrat yang diproduksi adalah bentuk biomasa untuk tumbuhan itu sendiri. Namun atas kepiawaian dan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, manusia  mampu memanfaatkan produk dari fotosintesis itu untuk perkembangan kehidupan manusia.

‘’Hutan menjadi bentangan alam  menggiurkan untuk diolah menjadi rupiah . Inilah yang menjadi penyabab hutan-hutan pada gundul.  Karena telah menjadi sumber kehidupan yang akan bisa membuat sekelompok orang menjadi kaya, makmur dan sejahtera. Bumi juga panas jadinya, pohon ditebang,’’  kata Ariful kepada Riau Pos, akhir pekan lalu.

Menurut dia,  hutan merupakan akses ekosistem. Ekosistem itu mencari keseimbangan antara vegetasi dan hidrologi.  Jika manusia itu serakah, tegasnya maka akan terjadilah bencana alam.  Salah satu bentuk bencana alam akibat kerusakan hutan terjadinya pendangkalan sungai akibat erosi.  Daya dukung dan tampung sungai menurun.

‘’Hujan sebentar saja  sudah banjir di mana-mana dan kemarau sedikit kering dimana-mana. Di musim kemarau krisis air bersih di musim hujan bergelimang dengan air kotor yang akan merusak tatanan kehidupan,’’ ujarnya.

Untuk itulah dalam memperingati hari bumi se-dunia  Selasa (22/4) mendatang seharusnya manusia  melakukan revormasi prilaku. Yakni  penyadaran masyarakat terhadap pentingnya mutu lingkungan hidup yang produktif dan selalu menjaga potensi sumber daya alam dalam koridor sebagai penopang kehidupan.

Memang, jelasnya, pembangunan itu harus berkelanjutan. Maka itulah setiap individu  harus mampu membuat cadangan sumber energi, cadangan air bersih, cadangan kehidupan yang layak bagi penerus bangsa. Untuk menecapai ke arah  tersebut sangat diutamakan peran pemerintah dalam memberikan kenyamanan terhadap jaminan Sumber Daya Alam masa depan.

Dengan cara mengamankan kawasan-kawasan yang harus dilindungi lewat Undang -Undang Nomor 26 Tahun 2007,  tentang penataan ruang. ‘’Petaka terjadinya kerusakan lingkungan di indonesia, khususnya di Riau karena masyarakat sudah mengangkangi atau mengabaikan UU Nomor  26 Tahun  2007,’’ tegasnya.

Sebagai contoh, sekarang ini  terjadi alih fungsi lahan yang seharusnya menjadi kawasan hutan dijadikan lokasi pengambilan pertambangan.  

Dari perut bumi yang di atasnya adalah Hutan Primer maka akan manjadi gangguan bagi yang lain. ‘’Kita harus patuh terhadap peraturan tata ruang dan merujuk kepada UU Nomor 32 Tahun 2009, tentang perlindungan lingkungan. Kita harus mampu menerapkan  aspek hukum itu di tengah kehidupan masyarakat, tidak tumpang tindih,  pandang bulu,’’ jelasnya.

Berbeda saat ini, menurut dia lagi, pemanasan global  akibat kerusakan lingkungan yang terjadi. Makanya, tu air dan udara tidak pernah bisa dikendalikan. Air jika tidak di bendung dan kapasitas tampung air tidak memadai akan meluber atau meluap, itu akan  menjadi ancaman.  Cara yang paling kongkrit untuk mengatasinya,  hutan dan air itu harus di kelola secara bijaksana.

Teknik cara bijaksana tersebut adalah manusia harusmenjadi sumber kehidupan,  bisa menjadi jaminan kehidupan di masa mendatang atau berkelanjutan secara terus menerus.  Sebaiknya bisa menopang kehidupan buat makhluk hidup lainnya yang bisa menangani itu.

 

Kepala Bagian Umum Badan lingkungan Hidup (BLH)  Riau, Tengku Ihsan mengatakan, esensi dari hari bumi se-dunia adalah penyadaran kepada masyarakat bahwa bumi itu penting  untuk dikelola dengan baik, sehingga kehidupan ini tidak berhenti.

Ihsan menyebutkan, bumi saat ini sangat memperihatinkan. Penebangan kayu dihutan secara illegal, pembakaran hutan dan lahan untuk membuka ruang baru  begitu banyak memberikan dampak buruk bagi kehidupan mahluk di bumi. Kondisi ini menyebabkan terjadinya perubahan cuaca dan iklim dunia menjadi tidak menentu.

‘’Kita akan selalu menjaga dan melestarikan lingkungan. Ini akan selalu disampaikan kepada masyarakat Riau, agar lebih peduli dan tidak merusak lingkungan yang berefek langsung pada bumi,’’ ujarnya.

Ihsan juga menyampaikan, penyelamatan bumi dan lingkungan tidak hanya menjadi tugas dari Badan Lingkungan Hidup atau lembaga-lembaga konservasi lainnya. Seluruh manusia sebagai penghuni bumi harus menjaga dengan baik.

‘’Penduduk di bumi harus menjaga dan meletarikan lingkungan. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan mudah sebenarnya. Dimulai dari diri sendiri agar tidak membuat kerusakan. Melakukan penghijauan serta penghematan energi, untuk anak cucu di masa depan dan ketersediaan energi yang berkepanjangan yan bisa dirasakan masa depan,’’ jelasnya.(Tim GSJ Riau Pos).









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook