Yang satu datang dari mitologi Yunani. Satunya lagi dari sebuah kampung di Pinrang di Sulawesi Selatan sana. Tapi, keduanya disatukan hasrat manusia yang tak pernah lapuk dimakan zaman: keinginan untuk terbang. Dalam berbagai definisinya.
Ikarus, si pemuda dalam mitologi Yunani itu, ingin lepas dari kungkungan sang raja di Pulau Kreta dengan cara terbang. Dia mewujudkannya dengan menggunakan dua pasang sayap buatan ayahnya, Daidalos. Terbuat dari bulu unggas yang ditempelkan dengan lilin.
Di Kampung Pallameang, Pinrang, Haerul juga ingin terbang, tapi tidak dengan cara demikian. ”Saya hanya ingin merasakan namanya naik pesawat terbang,” ujar pria tak lulus SD kelahiran 31 Desember 1985 itu.
Haerul mewujudkan mimpi tersebut bukan dengan membeli tiket pesawat. Melainkan dengan membuat pesawat ringan. Menggunakan baling-baling dari kayu, roda bekas gerobak pengangkut pasir, serta mesin sepeda motor.
Dan, pada 15 Januari lalu, setelah di empat kali percobaan sebelumnya selalu gagal, mimpinya terwujud. Haerul berhasil menerbangkan pesawat buatannya itu di Pantai Ujung Tape Pallameang.
Seperti dilaporkan Fajar, daya terbangnya tak tinggi memang. Sekitar 35 kaki. Jarak yang ditempuh juga baru sekitar 300 meter. Tapi, Haerul puas.
Keberhasilan itu pula yang akhirnya menerbangkannya ke Istana Negara. Bertemu Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
”(Seperti Haerul), saya berharap anak-anak muda Indonesia tidak takut melakukan sesuatu. Patut dijadikan teladan. Apalagi di era yang serbakompetitif seperti sekarang ini,” puji Moeldoko.
Pesawat yang berhasil terbang itu sebenarnya ”burung besi” kedua kreasi Haerul. Jauh sebelumnya, pada 2002, pria yang menyukai dunia mesin sejak kecil tersebut juga pernah membuat helikopter. ”Tapi gagal, nggak bisa terbang,” katanya kepada Jawa Pos.
Keinginan Haerul untuk ”terbang” sempat surut akibat kegagalan itu. Barulah pada 2019 ide liarnya kembali muncul. Berbekal pengalamannya sebagai montir yang kian bertambah, dia memulai lagi proyek tersebut.
Untuk menambah pengetahuan, Haerul mengakses berbagai kanal terkait pesawat di YouTube, khususnya konten milik akun luar negeri. Setiap hari dia isi dengan merakit dan menonton YouTube. ”Tidak pernah belajar (langsung) ke orang,” kenangnya.
Sadar kemampuan ekonominya terbatas, Haerul menggunakan bahan seadanya. Sayap, misalnya, terbuat dari baja ringan dengan panjang sekitar 8 meter dan ditutup parasut bekas penutup mobil. Sedangkan tempat duduk dan sandaran pesawat dibuat dari barang bekas jok motor serta besi bekas yang disambung-sambung memakai las untuk menghubungkan rangka pesawat.
Itu pun tidak semua barang bisa didapat secara cuma-cuma. Beberapa kebutuhan harus dia beli sendiri. Seperti bahan aluminium yang kebutuhannya mencapai 50 kilogram. Jika ditotal keseluruhannya, Haerul mengaku menghabiskan hingga 30 juta rupiah.
Proses pembuatannya juga tidak mudah. Haerul harus memastikan kerangka pesawat memiliki akurasi yang presisi. Itu dibutuhkan untuk menghasilkan daya jelajah yang seimbang.
Setelah kurang lebih dua bulan berjalan, pesawat rakitannya selesai digarap. Namun, masalah tak lantas selesai. Sebab, dia punya tantangan baru: bagaimana menerbangkannya?
Jangankan belajar ilmu pilot, mencicipi pesawat saja belum pernah dimilikinya. Lagi-lagi, Haerul menjadikan YouTube sebagai guru. Dengan telaten dia mempelajari teknik dasar menerbangkan pesawat dan trik-triknya. Hasilnya? Pesawat terbang, tapi jatuh tidak lama setelah lepas landas. ”Sempat tiga kali, terbang jatuh lagi. Parah saya luka dan pesawatnya diperbaiki lagi,” ungkapnya.
Kerja keras dan pengorbanan itu akhirnya terbayar lunas pada uji coba kelima. Seperti Ikarus yang berhasil mengepak meninggalkan Pulau Kreta, Haerul akhirnya bisa terbang dengan pesawat. ”Rasanya deg-degan, tapi senang,” ucapnya.
Moeldoko pun menegaskan bahwa pemerintah siap mendukung apa yang dilakukan Haerul jika dilakukan pengembangan. Bahkan, lanjut dia, pihaknya sudah berdiskusi dengan Haerul soal peluangnya terlibat dalam industri penerbangan di tanah air.
Saat ini Indonesia tengah melakukan pengembangan pesawat amfibi yang akan terbang 15 sampai 20 meter di atas permukaan laut. ”Bisa kita ambil Pak Haerul karena tadi sudah sama ketinggiannya antara 30 meter lah,” ungkap Moeldoko.
Haerul tentu ingin kreasinya terus diperbaiki. Agar kian bisa terbang dengan lancar dan mantap. Dulu Ikarus juga tak cuma berhasil terbang. Tapi terbang tinggi sekali. Hanya sayang, dia mengabaikan peringatan sang ayah: hati-hati, jangan mendekati matahari. Dia melanggarnya, lilin meleleh, bulu-bulu tercerabut, sayapnya tak bisa mengepak lagi. Ikarus pun jatuh.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman