MALALAI tidak sama dengan anak-anak Afghanistan seusianya. Putri Kolonel Latifa Nabizada tersebut menghabiskan sebagian besar waktunya di dalam helikopter. Itu dilakukan karena pangkalan militer tempat sang ibu bertugas tidak memiliki sekolah taman kanak-kanak atau tempat penitipan anak.
-----------------------------
BOLA mata Malalai tidak pernah berhenti bergerak. Dengan sepasang mata yang bening, bocah lima tahun itu terus mengeksplorasi lingkungan di sekitar. Tangan-tangan mungilnya sesekali memeluk dan merangkul sang ibu yang berada di dekatnya. Malalai memang sangat lengket pada Nabizada, perempuan yang melahirkan dan membesarkan dirinya.
Betapa tidak. Sejak usia dua bulan, Malalai sudah mengikuti sang ibu untuk bertugas sebagai pilot helikopter militer. Bukan di kabin, gadis kecil berambut hitam itu biasanya ’’parkir’’ di dalam kokpit.
’’Saat masih bayi, dia selalu tertidur saat helikopter mengitari langit Afghanistan. Tapi, setelah tumbuh besar seperti sekarang, ketika mengantuk, dia menyandarkan kepalanya di bahu saya,’’ ungkapnya.
Kebiasaan Malalai tersebut membuat Nabizada repot. Sebab, dia harus memecah konsentrasi untuk mengendalikan helikopter dan menahan beban di pundaknya. ’’Saat pelatih kami yang berasal dari Amerika Serikat (AS) melihat kebiasaan Malalai itu, dia menegur saya. Dia meminta saya untuk membaringkan Malalai di kabin penumpang. Tapi, Malalai menolak,’’ papar perempuan yang berusia sekitar 40 tahun tersebut.
Lantaran Malalai tidak mau berpisah dengan sang ibu, pelatih Nabizada pun akhirnya mengalah. Mereka membiarkan bocah mungil itu bertahan di kokpit. ’’Saya juga menjadi lebih teliti dan berhati-hati dalam mengendalikan helikopter jika Malalai berada di samping saya. Itu dilakukan karena saya ingin kami berdua tetap selamat,’’ jelasnya.
Bagi Malalai, kokpit helikopter dan langit Afghanistan adalah kehidupannya. Barangkali, dia adalah satu-satunya balita yang akrab dengan helikopter. Bisa jadi, dia jauh lebih mengenal seluk-beluk wilayah negeri opium itu dibanding dengan para pejabat pemerintah. Sebab, Malalai berpatroli di langit Afghanistan setiap hari bersama sang ibu.
Karena tidak punya teman selain sang ibu, Malalai pun lantas mengadaptasi semua kebiasaan Nabizada. Salah satunya, kebiasaan minum kopi. Bagi bocah 5 tahun itu, minum kopi bukanlah kebiasaan sehat. Tapi, Nabizada tidak bisa melarang. Apalagi, dia adalah orang yang menularkan kebiasaan tersebut kepada putri kecilnya. Lambat laun, gaya berbusana Nabizada pun ditiru anaknya.
’’Saya selalu mengkhawatirkan putri saya. Karena itu, saya tidak bisa meninggalkan dia di rumah sendirian. Dengan mengajak dia terbang, saya pun bisa menjalankan tugas-tugas saya dengan lebih baik,’’ ucapnya.
Dalam diri Nabizada, perempuan yang sejak kecil bercita-cita menjadi pilot tersebut menemukan sosok Laliuma. Laliuma adalah adik perempuan Nabizada yang meninggal setelah melahirkan seorang putri pada 2007.
’’Kami berdua berkali-kali ditolak masuk ke sekolah militer karena tidak lolos persyaratan medis. Tapi, kami akhirnya diterima pada 1989 setelah seorang dokter sipil menyatakan bahwa kami memenuhi syarat,’’ ujarnya.
Saat itu, militer Afghanistan tidak memiliki seragam untuk perempuan. Nabizada dan adiknya pun terpaksa menjahit sendiri seragam mereka. Agar tidak dilecehkan di sekolah militer yang mayoritas berisi siswa laki-laki tersebut, Nabizada dan adiknya berusaha keras untuk menjadi yang terbaik. Mereka berkali-kali menjadi juara kelas.
Di lapangan, kakak beradik itu kembali membuktikan kemampuan mereka sebagai pilot. ’’Ujian terbang saya yang pertama adalah berpatroli di Kota Mazar-e Sharif di sebelah utara negeri,’’ tegasnya.
Prestasi Nabizada membuat dirinya optimistis untuk menatap masa depan Malalai. Dia yakin, putri kecilnya itu tidak akan mengalami terlalu banyak kendala seperti dirinya. Apalagi, Afghanistan sudah semakin terbuka pada perubahan. ’’Saya hanya berharap ada TK di pangkalan militer ini supaya kaum ibu seperti saya bisa menyekolahkan anak-anaknya sejak dini dan bertugas dengan tenang,’’ jelasnya.
Karena berusia lima tahun, Malalai yang juga bercita-cita menjadi penerbang tersebut sudah mulai masuk sekolah. Nabizada pun kehilangan partnernya dalam bertugas. Terutama, celoteh riang si putri saat berada di kokpit helikopter. ’’Satu hal yang membuat saya bangga. Malalai selalu berkata bahwa dia adalah putri pilot Latifa (Nabizada). Dia tidak menyebut nama ayahnya,’’ terangnya. (ABC/hep/c18/dos)