Melihat dan berada di tengah Cagar Biosfir (CB) Giam Siak Kecil Bukitbatu tentu kebahagiaan tersendiri dan idaman setiap orang. Berada di tengah alur sungai yang airnya hitam kecoklatan karena terimbas tanah gambut, di tengah tasik (danau) dan di tengah rimbunan hutan memberikan kepuasan batin bagi setiap petualang sejati.
Laporan ERWAN SANI, Temiang
LOKASI hutan lebat, tasik nan elok di tengah-tengah hutan rimba selalu disajikan dalam sebuah pameran foto berkaitan lingkungan di Provinsi Riau. Tasik indah dan hutan lebat ini selalu didengungkan dan menjadi pujaan dan pujian pemerintah Riau dan Indonesia. Itulah dia, Cagar Biosfir Giam Siak Kecil Bukitbatu. Keindahan alam jika dilihat dari atas udara merupakan anugerah tuhan yang tak terbanding nilainya, jika saja manusia dan alam bersahabat terus menerus.
Keinginan untuk melihat langsung hijau dan rimbunan daun dan berselegonya pohon-pohon kayu alam di tengah hutan rimba, mengawali pertualangan tim kecil Riau Pos, Selasa (30/4). Perjalanan pagi itu diawali menuju perkampungan berada di hulu Sungai Bukitbatu, yaitu Desa Temiang.
Setiba di Desa Temiang sudah pukul 07.30 WIB. Ternyata sesampai di desa berbatasan langsung dengan kawasan hutan yang diagungkan tersebut tak bisa langsung naik speedboat. Kedalaman air di salah satu anak sungai sudah timpas jauh, sehingga speedboat yang bakal mengangkut rombongan menuju kawasan Cagar Biosfer terkendala beberapa menit.
Karena air terlalu timpas, akhirnya Riau Pos bersama kapten speedboat, Rusli (26) harus mengondan (mendorong) perahu hingga ke muara anak sungai. ‘’Azablah kita, harus mengondan speedboat pak. Kebetulan air sedang surut pulak. Mau tak mau harus diondan, kalau tidak tak bisa kita ke Tasik Betung,’’ ucap Rusli sambil terus mendorong speedboat di atas air yang bekedalaman sekitar selutut orang dewasa saat itu.
Mengondan speedboat sambil terus mengobrol tak sadar sudah tiba di muara sungai kecil Desa Temiang. Kedalaman air diperkirakan sudah mencapai sepinggang orang dewasa, dengan bergegas Rusli menurunkan kipas mesin speedboat ke air. ‘’Nasiblah, baru bisa menghidupkan mesin dan di muara sungai. Biasanya dari desa tadi sudah bisa menghidup mesin pak,’’ ucap Rusli sambil menghidupkan mesin speedboat berkekuatan 15 PK pagi itu.
Speedboat dari muara tak langsung menuju hulu sungai atau arah ke Tasik Betung yang mana menjadi pusat keindahan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukitbatu, akantetapi berhenti sebentar di pelabuhan rakyat untuk menjemput rombongan tim kecil Riau Pos lainnya. Karena semua peralatan sudah naik, akhirnya perjalanan baru bisa di mulai sekitar pukul 08.15 WIB. Laju speedboat pagi yang cerah dan masih terasa dinginnya udara di tengah Sungai Bukitbatu saat itu benar-benar menyegarkan. Sepanjang perjalanan speedboat beberapa kali menyalip pompong milik warga Temiang yang pagi itu menuju kebun karet dan sawit yang letaknya tak jauh dari kawasan hutan Cagar Biosfer.
Sepanjang alur sungai dilalui sebelumnya terlihat hutan Akasia dan perkebunan masyarakat yang ditanami sawit dan pohon karet. Akantetapi perjalanan sekitar 30 menit berlanjut lebar sungai terasa semakin menyempit dikarenakan rimbunan daun rasau dan bakung.
Perjalanan cukup melelahkan bagi Rusli saat itu, karena makin menuju ke hulu sungai keadaan sungai semakin mengecil dan kondisi alur sungai semakin dangkal. Beberapa kali Rusli sebagai kapten speedboat harus mengangkat kipas mesin. Karena kipas mesin tersangkut dedaunan rasau dan juga bakung.
Tak jarang Suhut (46) sebagai penunjuk jalan yang sudah terbiasa dengan alur sungai, karena sudah sering keluar masuk hulu sungai Bukitbatu hingga ke Tasik Betung. Beberapa kali dia harus menyeka dan menebas daun rasau dan juga rimbunan bakung di tengah sungai. ‘’Ini baru rimbunan pertama daun bakung dan rumpun rasau. Masih banyak di depannya lagi,’’ kata Suhut kepada Riau Pos saat itu dengan desingan mesin speedboat terdengar bergelombang karena Rusli menurun-naikkan pedal gas di tangannya untuk berkelok dan melintasi rimbunan rumpun rasau.
Satu jam perjalanan tibalah di kawasan hutan dilarang untuk dirusak. Di kiri kanan memang tak ada kayu hutan berdiameter besar. Akan tetapi ukuran 20-30 inchi terlihat jelas seperti batang kayu Meranti, kempas, geronggang, kelat, mentangor dan batang kayu hutan lainnya. Tapi terlihat mendominasi meranti, kempas dan geronggang di kiri kanan jalan. ‘’Sekarang kita sudah masuk kawasan Giam Siak Kecil Bukitbatu pak,’’ ucap Suhut sambil menunjuk papan larangan di salah satu pohon kayu yang bertuliskan dilarang merusak hutan dan margasatwa di dalamnya.
‘’Tasik Betung masih jauh, sekitar satu setengah jam lagi baru tiba. Itupun kalau air tak dangkal. Kalau dangkal tak bisa kita sampai ke tasik,’’ jelas Suhut kala itu.
Karena semangat yang kuat perjalanan tetap dilanjutkan, walaupun empat rintangan dan medan berat di hulu Sungai Bukitbatu bakal menanti.
Ternyata memang benar, sekitar 15-20 menit perjalanan speedboat harus terhenti. ‘’Ini rumpun kedua rasau yang membuat kami tak bisa melintas beberapa waktu lalu. Alhamdulillah sudah dibersihkan nelayan,’’ ucap Suhut.
Seperti perjalanan menuju Tasik Betung Selasa itu dipermudahkan, karena empat rintangan rimbunan rumpun rasau dan bakung bisa dilintasi speedboat yang ditumpangi Riau Pos. Walaupun ada salah satu rumpun yang mengharuskan mesin speedboat dimatikan oleh Rusli. Meskipun begitu, alur sungai sudah disiangi atau dibersihkan nelayan yang sudah mulai kembali menangkap ikan di Tasik Betung.
Tasik-tasik Kecil Menawan
Sebelum sampai ke Tasik Betung, yang sebelumnya sungai mengecil tapi setelah melintas lima rintangan rumpun rasau dan bakung mata dimanjakan dengan luasan tasik-tasik kecil dengan air yang tenang dan menghitam warnanya. ‘’Inilah tasik-tasik kecil tempat nelayan untuk mengail ikan, memasang lukah dan juga memasang tajur,’’ kata Rusli sambil terus meninggikan gas mesin speedboat.
Perjalanan yang semula agak lambat, sesampainya di tasik-tasik kecil ini sudah mulai kencang. Di tasik-tasik kecil yang terlihat indah dan menarik minat para penghobi ngail ini terlihat nelayan menggunakan pompong sibuk membongkar lukah dari tepian rasau. ‘’Ada dapat pak?,’’ tanya tim Riau Pos saat itu. ‘’Ada juga tapi tak banyak,’’ sahut nelayan kala itu.
Di pinggir tasik kecil-kecil dilalui speedboat ini juga mengalir anak-anak sungai kecil dan suak-suak tempat ikan berteduh. Hanya saja saat itu tim belum mau berhenti karena ingin melanjutkan perjalanan untuk sampai ke Tasik Betung.
Di kiri kanan tasik kecil-kecil ini masih terlihat bekas-bekas betau (tempat tumpukan kayu). Akantetapi tampaknya sudah ditinggal lama. Karena sisa-sisa kayu terlihat sudah lama hanya saja jalur keluar kayu hutan masih terlihat. ‘’Inilah kawasan hutan yang menjadi kembanggaan Riau dan nelayan Bukitbatu,’’ ucap Rusli.
Tasik Betung Airnya Surut
Keinginan untuk melihat tumpukan air sejauh mata memandang di Tasik Betung semakin menggebu. Apalagi Rusli dan Suhut mengatakan sekitar 10-15 menit tiba di Tasik Betung. Speedboat semakin melaju. Akhirnya tiba di bentangan hutan yang terlihat menjauh dan seperti di dalam kawasan landai.
‘’Inilah Tasik Betung,’’ ucap Suhut.
‘’Tapi sayang airnya sedang kering. Tapi kalau musim air banjir, semua kawasan ini tertutup air dan terlihat danau yang luas hingga bibir hutan di sana itu,’’ jelas suhut sambil menunjuk bibir-bibir hutan di kawasan Tasik Betung saat itu.
Karena air mulai menyusut akhirnya terlihat hanya suak-suak dan aliran seperti sungai mengitari kawasan Tasik Betung. Rumpun rasau yang biasanya tidak nampak karena tertutup air, tapi saat Riau Pos berada di Tasik Betung kala itu tampak jelas. Di kawasan Tasik betung ini di bibir tebingnya berselego pohon-pohon meranti, kempas, geronggang dan jenis lainnya.
Namun di dasar-dasar tasik terlihat pohon-pohon liar yang berdiameter kecil-kecil, seperti pohon tenggek burung, kelat, rasau dan batang senuduk. ‘’Luas tapi airnya sudah mengering,’’ jelas Deni salah seorang tim yang turun bersama Riau Pos.
Karena rasa penasaran dengan apa yang ada di dalam tasik, akhirnya tim kecil Riau Pos mencoba melempar kail. Beberapa kali mencoba tak ada satupun mata kail disentuh ikan di Tasik Betung. Akhirnya tim berinsut ke tasik-tasik kecil yang lain. ‘’Alhamdulillah naik juga ikan baung,’’ ucap Riau Pos.
Tapi saat itu ikan seakan tak selera makan. Setelah beberapa spot pindah, tak kunjung juga ikan makan umpan di mata pancing. Akhirnya diputuskan untuk kembali ke Desa Temiang.
Mari Jaga Giam Siak Kecil Bukit Batu
Luasan Tasik Betung merupakan kawasan yang masuk dalam Giam Siak Kecil Bukitbatu.
Berdasarkan data area inti CB ini tidak hanya berupa dua kawasan konservasi yaitu Suaka Margasatwa Giam Siak dan Suaka Margasatwa Bukitbatu, tetapi juga sebagian area inti nya berupa hutan produksi yang saat ini dikelola oleh Grup Sinar Mas Forestry.
Area inti CB Giam Siak Kecil Bukitbatu dengan luas lebih kurang, 178,722 hektare. Terdiri dari Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil 84,967 hektare, Suaka Margasatwa Bukit Batu 21,500 hektare, dan Hutan Produksi Sinar Mas Forestry & Partners seluas 72,255 hektare.
Zona Penyangga cagar biosfer ini seluas lebih kurang, 222,426 hektare. Terdiri dari hutan tanaman milik Sinar Mas Forestry & Partners seluas 195,259 hektare dan hutan produksi lainnya 27,167 hektare.
Sedangkan zona transisi seluas lebih kurang, 304,123 hektare. Terdiri dari areal perkebunan, pertanian dan pemukiman, dan lain-lain seluas 298,458 hektare. Dan hutan tanaman milik Mas Forestry & Partners 5,665 hektare. Dengan demikian, total luas Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukitbatu adalah 705,271 hektare.
CB GSK-BB di Provinsi Riau yang merupakan cagar biosfer pertama yang diinisiasi oleh sebuah perusahaan swasta di Indonesia, diterima secara resmi (approved officially) oleh UNESCO Man and Biosphere Program tanggal 29 Mei 2009 saat the 21st MAB/ICC – UNESCO meeting, di Jeju- Republik Korea.
Upaya kolaborasi pengelolaan antara Sektor Swasta dan Pemerintah terlihat dari dibentuknya Badan Koordinasi Pengelolaan CB Giam Siak Kecil Bukitbatu dengan SK Gubernur Riau.Adanya kegiatan kolaborasi dalam bidang penelitian yang dibentuk dengan para pihak terdiri dari Litbang Pemprov Riau, LIPI, BB KSDA Riau, Sinar Mas Foresty, UNRI melalui MoU tentang Penelitian dan Pengembangan di CB Giam Siak Kecil Bukit Batu. Keterlibatan swasta pada Badan Koordinasi.
‘’Kami berharap hutan ini tetap asri dan perawan. Jangan adalagi penebangan liar dan pengrusakan. Kalau rusak hutan yakin ikan tak adalagi di tasik ini,’’ jelas Rusli berharap perhatian semua pihak.
Semoga data ini merupakan realita. Sehingga tak hanya indah di dalam foto kertas dan satelit saja. Karena dengan menjaga alam tetap perawan tak ada persoalan terjadi yang ditimbulkan dengan kerusakan hutan di Giam Siak Kecil Bukitbatu. ***