Teknologi informasi terus berkembang. Di antaranya, publikasi via buku elektronik atau e-book. Konsultan Apple, Jane Ross muncul sebagai guru yang aktif melatih siswa di sebuah sekolah di Tangerang untuk membuat sekaligus menerbitkan e-book.
Laporan M HILMI SETIAWAN, Jakarta
GEDUNG berarsitektur Cina tersembunyi di balik rimbunnya pepohonan. Suasana di bagian luarnya memang cukup sunyi. Tapi, begitu masuk ke gedung, suasananya berbeda. Sangat ramai.
Itulah kompleks Sinarmas World Academy (SWA) di BSD City, Serpong, Tangerang. Keceriaan anak-anak TK SWA menyambut para tamu. Beberapa di antara mereka terlihat cuek. Mereka memilih tetap asyik bermain dengan teman sejawatnya. Ada juga yang terpaku mengutak-atik perangkat iPad yang dibawa.
Di antara siswa yang serius dengan iPad itu, terlihat seorang perempuan paroh baya. Dia adalah Jane Ross. Perempuan berkebangsaan Australia itu adalah guru informatika di SWA. Dengan telaten, dia mengajari para siswa untuk memanfaatkan piranti digital karya Steve Jobs tersebut.
Jane sendiri sampai kini masih tercatat sebagai anggota Apple Distinguished Educator. Dia sedang berfokus melatih anak-anak di sekolah SWA untuk membuat e-book. ‘’Mengajar ini (membuat e-book, red) seperti sebuah mimpi yang menjadi kenyataan,’’ ujar perempuan yang sudah fasih berbahasa Indonesia itu.
Perempuan kelahiran Melbourne, 6 September 1966 ini menuturkan, anak-anak bisa dengan mudah membuat e-book dengan memanfaatkan program iBook Author dan Book Creator. Dua aplikasi software itu baru dikeluarkan Apple Februari lalu. Dengan membuat e-book, anak-anak berlatih berbagi ilmu yang mereka miliki.
Untuk anak usia TK, e-book yang dibuat cukup sederhana. Beberapa di antaranya berupa kumpulan lukisan, teks, dan suara mereka sendiri. Dengan tampilan seperti itu, papar Jane, siswa sudah cukup dimudahkan dalam belajar. Sebab, e-book karya anak-anak tersebut bisa digunakan untuk belajar membaca, menulis, sekaligus menggambar.
Hingga kini, sudah sekitar seratus karya e-book yang dibuat siswa-siswi Jane mulai tingkat TK hingga SMA. Dari jumlah itu, yang sudah diterbitkan secara resmi oleh Apple ada tiga e-book.
Jane menuturkan, tak mudah membuat buku elektronik yang kemudian ‘’diterbitkan’’ Apple. Karena itu, bila ada e-book siswa SWA yang disetujui Apple, si siswa pasti gembira bukan kepalang. Jane pun tak segan-segan untuk mengusulkan setiap karya e-book siswanya ke Apple. ‘’Upaya itu bisa meningkatkan semangat anak-anak untuk terus berkarya membuat e-book sebaik mungkin,’’ ucap ibu tiga anak tersebut.
Karya pertama Jane adalah e-book berjudul Little Fish. Buku itu dia garap keroyokan dengan anak ketiganya, John Tambunan. Cerita e-book ini cukup sederhana. Menggambarkan aktivitas bermain sehari-hari John. Kebetulan, bocah enam tahun itu senang mencari ikan di sungai. ‘’Diberi judul Little Fish karena hanya ikan kecil yang dia tangkap,’’ tutur Jane.
Dalam proyek e-book percobaan itu, Jane bertugas mengambil gambar dan merekam suara anaknya. Untuk jalan cerita dan pengisi suara, John sendiri yang melakukannya. Proyek pembuatan e-book tersebut memakan waktu setengah bulan. Setelah semua beres, Little Fish langsung dilempar ke Apple. Hebatnya, tak perlu menunggu lama, e-book itu langsung diterbitkan Apple. ‘’Perasaan saya dan John waktu itu senang sekali,’’ ujar Jane.
Apalagi ketika Little Fish menjadi nomor dua teratas yang direkomendasikan Apple untuk kategori children’s picture book. Kegembiraan Jane makin bertambah setelah mengetahui bahwa banyak yang mengunduh karya itu. Dia memang sengaja menggratiskan e-book-nya untuk diunduh orang yang menginginkan.
Kabar terakhir yang dia terima, Little Fish telah diunduh 1.500 kali. Rata-rata yang men-download orang Amerika dan Australia. ‘’Itu benar-benar luar biasa. Dan kesuksesan Little Fish saya jadikan penyemangat bagi murid-murid saya,’’ tutur Jane.
Little Fish benar-benar memberi inspirasi bagi yang lain. Buktinya, setelah itu banyak anak yang berminat menerbitkan karya masing-masing dalam bentuk buku digital. Salah satunya Keily Setiawan. Siswi kelas IV SD SWA itu membuat e-book berjudul Chen Chen Goes to Space. Berkat karya tersebut, Keily dinobatkan sebagai penulis e-book belia di dunia. Sebab, dia berhasil menerbitkan e-book yang diakui Apple pada usia sembilan tahun.
Kesuksesan menerbitkan e-book di Apple juga dicatat Nahyeon Kim, siswi kelas XI SMA SWA. Pelajar dari Thailand itu menerbitkan buku digital yang berisi tentang perubahan iklim. Buku berjudul Threescoop’s Snowy Adventure ini dilengkapi dengan lukisan yang indah. ‘’Memang dasarnya Nahyeon jago sekali melukis,’’ tutur Jane.
Memang tak selalu mudah bagi Jane mengajari para siswa membuat e-book. Para siswa sering terlihat hilang kendali sehingga proyek mereka tak jadi-jadi. Tapi, dengan pengalaman mengajar selama 22 tahun, Jane memiliki beribu cara untuk mengatasi kendala itu. Dengan sedikit modifikasi, dia bisa menggugah lagi semangat belajar para siswa.
Salah satunya, dia memotivasi para siswa bahwa karya mereka nanti bisa dibaca para pengunduh dari berbagai belahan dunia. Artinya, karya mereka akan bermanfaat bagi anak-anak sedunia. ‘’Tak hanya bermanfaat bagi kamu sendiri,’’ tutur Jane tentang perkataannya saat menggugah semangat para siswa yang sedang malas. Bagi Jane, munculnya rasa malas atau bosan pada anak-anak memang wajar. Sebab, tak semua anak punya minat untuk menulis atau publikasi karya. Padahal, dunia literasi itu cukup menyenangkan dan mengasyikkan. Selain itu, hobi tersebut bisa melatih para siswa untuk berbuat jujur. ‘’Saya selalu mengatakan, para siswa tidak boleh curang saat membuat buku,’’ terang dia.
Misalnya, imbuh Jane, siswa harus menampilkan karya orisinalnya, bukan menjiplak karya atau cerita orang lain. ‘’Kalau ceritanya mencari di Google, harus disebutkan sumbernya. Itulah kejujuran seorang penulis,’’ jelas perempuan yang tinggal tak jauh dari lokasi sekolah SWA tersebut. Dia tak jarang menemukan siswa yang lupa mencantumkan nama rujukan. Tapi, jika kasus itu terjadi, Jane tak langsung memarahi si siswa. Dia hanya mengingatkan si siswa untuk mengoreksi.
Jane menambahkan, kini jumlah e-book karya siswanya sudah berjibun. Di satu sisi dia amat bangga. Kerja kerasnya telah menumbuhkan semangat anak-anak untuk akrab dengan dunia buku. Meski begitu, dia akan selektif dalam mengusulkan e-book yang layak diterbitkan Apple. Dia tak ingin karya yang ditawarkan ke Apple asal-asalan.
Ke depan, istri Sabar Tambunan itu berharap demam membuat e-book tak hanya terjadi di sekolah SWA, tapi juga menular ke siswa-siswa di seluruh pelosok Indonesia. Untuk mewujudkannya, dia bersama jajaran guru SWA secara bertahap melatih guru-guru sekolah lain untuk membuat e-book. ‘’Tidak butuh perangkat iPad banyak-banyak. Satu saja cukup, dibuat bergantian,’’ ucapnya.
Dengan cara seperti itu, para siswa memiliki semangat untuk menulis buku digital. ‘’Siapa tahu nanti Indonesia dikenal sebagai gudangnya penulis buku anak-anak,’’ tutur Jane.(*/c11/ari/jpnn)