KETIKA SISWA SMKN I BANGKO MERAKIT AC

Iuran Siswa, Siap Dijual dengan Banderol Rp500 Ribu

Feature | Senin, 20 Februari 2012 - 08:54 WIB

Iuran Siswa, Siap Dijual dengan Banderol Rp500 Ribu
Siswa SMKN 1 Bangko sedang serius merakit AC. (Foto: Fadhli Muallim)

Kreativitas guru dan siswa di SMKN 1 Bangko layak diacungi jempol. Meski keberadaan sekolah yang terletak di Jalan Kecamatan, Batu Empat, Kepenghuluan Bagan Punak, Bagansiapiapiapi tersebut terhitung baru, ternyata siswanya mampu merakit sistem air conditioner (AC) dengan peralatan yang seadanya.

Laporan Fadhli Muallim, Bagan Siapi-api

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Produk yang dikeluarkan SMKN 1 Bangko ini juga sudah diakui. Selain hawa dinginnya yang nyaman, biayanya juga bisa diirit.

“Bila dibandingkan dengan harga AC di pasaran rata-rata Rp3 juta, biaya untuk perakitan AC SMK ini berkisar Rp400-an ribu,” kata Aldi SPd, Kepala SMKN I kepada Riau Pos, kemarin.

Aldi menceritakan, prestasi ini merupakan yang pertama di kabupaten Rokan Hilir. Ide perakitan AC ini berawal dari guru pelajaran otomotif bernama Syafrizal. Dia mengajarkan kepada siswa di Jurusan Teknik Kendaraan Ringan, pada sesi uji praktik kompetensi pendingin, tentang perakitan AC.

Melihat dana minim, siswa berinisiatif mengumpulkan uang sendiri. Hasilnya ternyata tidak mengecewakan. “Sudah bisa digunakan, namun selisih minus 5 derajat dari AC biasanya,” kata Syafrizal. Artinya, jika tingkat kedinginan AC keluaran pabrik mampu mencapai 16 derajat celcius, maka AC versi SMK N I Bangko hanya mampu mencapai 22 derajat celcius.

“Tapi tenaga listrik yang dibutuhkan tetap sama, sekitar 220 volt,” jelas Syafrizal.  

Syafrizal menjelaskan, bahan yang digunakan siswa pun tak terlalu rumit. Di antaranya kipas, cover, box atau kotak, travo, papan, selang AC, tembaga empat meter, pompa air, dinamo dan air. Untuk pembungkus AC dibuat dari papan. “Sistemnya sebagai pendingin itu kita menggunakan air, agak berbeda dengan AC biasa,” Syafrizal menjelaskan.

Dijelaskan Syafrizal, air tersebut diubah menjadi busa. Sedangkan konsep AC biasa terangnya mengubah cairan menjadi gas. Daya tahan air yang disediakan tersebut, sekitar 6 bulan. “Jika mengering, lakukan saja pengantian air. Intinya jika pemakaian terlalu lama ingatlah untuk mengecek air,” kata Syafrizal mengingatkan.

Selanjutnya Aldi menambahkan, perakitan AC itu barangkali bukan merupakan sesuatu yang luar biasa dan masih jauh bila dibandingkan dengan kemampuan perakitan mobil ESEMKA di Solo, misalnya dan masih jauh dari sempurna.

“Namun kita perlu apresiasi kemauan anak-anak itu untuk mencoba. Dan hasilnya cukup membantu, karena sudah bisa digunakan dengan baik,” katanya.

Saat ini sudah empat ruang kelas di SMK tersebut mengunakan AC produk siswanya sendiri, di mana masing-masing rombongan belajar (Rombel) mengunakan dua AC. “Kamiharap pemerintah bisa membantu, untuk pengembangan terutama dari segi pembiayaan,” kata Aldi. Ditanya apakah ada niat untuk dilepas di pasaran, Aldi mengaku belum siap namun tidak tertutup kemungkinan jika ada warga yang berminat.

“Jika peralatan tersedia, dalam satu hari AC bisa siap, dan dari perhitungan kasar kalau dipasarkan mungkin berkisar pada tarif Rp500-an ribu,” ujar Aldi. (tom)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook