Hidung dan bibir bagian atas menyatu dan tumbuh memanjang. Matanya kecil seperti berembun. Ujung telinga ditumbuhi bulu halus berwarna putih. Memiliki Panjang tubuh dari kepala sampai ekor sekitar 1,8 sampai 2,5 meter. Dengan tinggi 0,9 sampai dengan 1,1 meter. Tinggi bahu 90 – 105 centimeter. Hewan ini disebut Tapir.
-----------------------
Laporan, MASHURI KURNIAWAN, Pekanbaru
-----------------------
Tapir muda secara umum berbeda dengan dewasa. Tapir muda berwarna kecoklatan. Dengan warna keputih-putihan membalut tubuhnya. Kulit Tapir muda akan berubah menjadi lebih gelap setelah berumur 4-7 bulan. Bentuk tubuh bulat dengan ekor sangat pendek.
Untuk masa reproduksi, masa kehamilan 390 hari hingga 403 hari. Jumlah anak per kelahiran hanya satu ekor. Lama mengasuh atau merawat anak lebih kurang 6-8 bulan. Rentang waktu hidup bisa lebih dari 30 tahun.
Dalam bahasa Melayu, Tapir dikenal dengan nama Badak Tampong, Cipan, Tenuk, Badak murai, Seladang, Gindol, Kuda Arau atau Teronok.
Tapir hidup di kawasan hutan di luar kawasan konservasi, khususnya di pulau Sumatera bagian tengah. Tercatat beberapa lokasi yang menunjukkan keberadaan satwa ini adalah Kawasan Hutan Teso Nilo.
Kaki depan satwa ini memiliki 4 kuku. Sedangkan 3 kuku pada kaki belakang. Kuku ini membantu untuk berjalan di tanah berlumpur dan lunak. Tapir juga memiliki variasi dalam warna mata (berwarna coklat) atau tampak kebiru-biruan.
Berdasarkan hasil penelitian Perlindungan Ekosistem Hutan (PEH) Balai Besar KSDA Riau Septiwati, Tapir merupakan pendaki yang baik, Tapir bisa mendaki lereng cukup curam dengan relatif mudah. Pada saat terancam dapat mendaki dengan kecepatan yang mengagumkan. Beberapa jenis Tapir yang ada, lebih banyak memiliki kesamaan satu sama lain dibanding perbedaanya.
Hewan itu pertama kali dijumpai tertangkap hidup-hidup pada tahun 1972 . Tapir hidup di alam Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling, Suaka Margasatwa Balai Raja , CA. Bukit Bungkuk dan sekitarnya, Hutan Lindung Mahato, serta kawasan hutan yang lain.
Sebagaimana Tapir Asia, Tapir Sumatera dapat secara mudah diidentifikasi karena balutan warna putih pada tubuhnya yang sangat membantu dalam penyamaran terhadap pemangsa di hutan. Bagian punggung, kepala, serta moncong lebih keras dari bagian tubuh lain. Diperkirakan fungsinya untuk melindungi diri hewan ini terhadap taring pemangsa .
Tidak berbeda dengan Tapir Asia, Tapir Sumatera sesungguhnya bukan merupakan satwa nocturnal sejati. Tapir diketahui aktif pada pagi hari dan mencakup wilayah jelajah cukup luas dalam mencari makan. Seringkali wilayah jelajah saling tumpang tindih dengan individu Tapir yang lain.
Jejak dan wilayah jelajahnya ditandai dengan urine yang disebarkan pada belukar dan perdu. Pada saat berjalan, kepala Tapir mengarah ke bawah. Cara berkomunikasinya adalah dengan suara mirip siulan.
Semua jenis Tapir memiliki kemiripan mendasar baik bentuk tubuh dan tentunya hidung yang memanjang namun fleksibel. Tapir lebih memilih iklim yang cenderung basah dan selalu hidup dekat dengan sumber air. Walaupun kadang-kadang dapat dijumpai pada hutan-hutan yang cenderung beriklim kering.
Kulitnya kenyal dan terkenal sebagai satwa dengan kemampuan berenang dan mendaki yang baik, serta membongkar-bongkar tanah untuk mencari makanan dan cenderung makan lebih pagi sebelum terbitnya matahari atau bahkan petang hari setelah matahari terbenam. Secara umum Tapir tidur pada tengah malam, walaupun demikian hal itu bukanlah perilaku yang permanen. Dapat saja Tapir aktif pagi atau siang hari.
Menurutnya, tapir tidak membuat sarang. Tetapi, diketahui selalu membuat tempat berisitirahat tertentu di dalam hutan. Kadang-kadang Tapir suka bersembunyi diantara semak belukar atau pohon-pohon untuk mencium kedatangan satwa lain atau manusia.
Berendam di sungai sering menjadi tempat bermainnya setiap hari. Dilakukan itu untuk menjaga kelembaban tubuh. Tapir juga cenderung menggunakan tempat beristirahatnya secara berulang-ulang.
Septiwati memaparkan, bayi Tapir memiliki kemampuan berenang yang baik, bahkan pada masa awal-awal kelahiran. Posisi pada saat induk jantan merawat anaknya tidak selalu berada di depan ataupun di belakang, tetapi beberapa studi kasus menunjukkan bahwa induk jantan dan betina selalu berada didekat bayi. Guna mengajarkan pada bayi bertahan hidup di hutan.
‘’Mengenai berapa lama induk Tapir merawat anaknya dan seberapa jauh anak Tapir berpisah dengan induknya setelah dewasa, masih merupakan misteri yang belum terpecahkan,’’ ungkap Septiwati kepada Riau Pos, akhir pekan lalu.
Secara teritorial, Septiwati menjelaskan, Tapir jantan memiliki daerah teritorial lebih luas daripada betinanya. Walaupun Tapir disebut satwa soliter, namun berdasarkan survei terkini menunjukkan hewan itu bisa hidup berpasangan. Tapir juga memiliki pendengaran, penciuman yang tajam serta kuat.
Hewan tersebut juga cenderung berani bertarung dengan pemangsa. Dengan serudukan dan gigitan Tapir siap melawan pemangsanya Harimau maupun Macan Tutul. Apabila merasa terdesak dalam pertarungan, Tapir akan lari menuju ke air untuk menyelamatkan diri.
Sedangkan dalam mencari makanan, hewan tersebut selalu selektif. Daun muda dan tunas-tunas pohon ataupun perdu makanan favoritnya. Beberapa jenis tumbuhan yang dimakan Tapir antara lain, Tampui, Mahang, Simantau, Jengkol, Nangka dan tumbuhan bergetah lainnya dari keluarga Apocinaceae dan Rubiaceae.
Septiwati menyebutkan, perilaku Tapir yang selalu menghindar dan suka bersembunyi apabila mencium atau mendengar kedatangan manusia maupun satwa lain, merupakan faktor kesulitan tersendiri mengetahui populasi atau sensus terhadap satwa tersebut.
Kesulitan-kesulitan inilah yang menjadikan tantangan para peneliti, pemerhati dan pengelolan spesies dilindungi tersebut untuk mengungkap tabir misteri mengenai populasi dan peranannya dalam ekosistem hutan Riau.
‘’Mengenai jumlah Tapir di alam masih diselimuti tabir yang belum terungkap. Apalagi perananya dalam ekosistem hutan dataran rendah di Riau kami belum mengetahuinya dengan pasti. Keberadaan, populasi dan peranannya masih misteri di alam saat ini,’’ ujarnya.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) RI, Dr Ir Novianto Bambang mengatakan, selain Gajah, Harimau, serta hewan dilindungi lainnya, Tapir juga termasuk satwa dilindungi di Indonesia sejak tahun 1931.
Kemudian ini diperkuat dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999, tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar.
Di dalam redbook datalist IUCN, Tapir termasuk kategori langka. Dari infromasi yang ada di Kementerian Kehutanan RI, empat spesies Tapir diketahui masih ada sampai detik ini dan mereka mempunyai hubungan kekerabatan yang erat. Spesies-spesies tersebut adalah Tapir Asia (Tapirus indicus) yang hidup di kawasan hutan Asia Tenggara.
Sementara tiga jenis yang lain mendiami kawasan Benua Amerika. Tapir Baird (Tapirus bairdi) diketahui hidup di Meksiko dan Amerika Tengah. Saat ini juga ditemukan hewan tersebut hidup hampir seluruh kawasan utara Kolombia.
‘’Tapir, trenggiling, gajah, harimau, dan jenis hewan langka lainnya harus kita lindungi. Jangan sampai kita memberikan dampak buruk bagi kehidupan hewan tersebut. Mari bersama kita lindungi dan lestarikan hutan yang ada,’’ ungkapnya.
Dijelaskannya, Tapir Asia merupakan jenis terbesar di dunia. Memiliki kulit paling kenyal dan kuat diantara jenis-jenis Tapir yang ada. Sebarannya meliputi Myanmar (Burma), Laos, Kamboja, Vietnam, Malaysia, Indonesia, and Thailand. Rata-rata berat Tapir Asia dewasa adalah sekitar 363 kilogram. Keberadaanya saat ini merupakan yang paling terancam.
Pada awalnya prediksi mengenai penurunan populasi Tapir Asia adalah karena pemangsaan oleh Harimau atau Macan tutul. Namun demikian, diketahui bahwa kulit Tapir tebal dan kenyal serta sanggup bertarung dengan pemangsanya, maka diperkirakan hanya anak Tapir atau Tapir yang sudah sangat tua atau sakit maupun cacat yang bisa dimangsa.
Semuanya ini masih merupakan tanda tanya besar yang membutuhkan jawaban melalui riset tersendiri. ‘’Yang pasti perambahan, perusakan habitat dan perburuan liar merupakan musuh utama Gajah, Harimau, Tapir, dan hewan langka lainnya saat ini,’’ sebutnya lagi mengakhiri pembicaraan.
Empat Spesies Tapir yang Bertahan
Spesies-spesies Tapir adalah Tapir Asia (Tapirus indicus) yang hidup di kawasan hutan Asia Tenggara. Sementara tiga jenis yang lain mendiami kawasan Benua Amerika. Tapir Baird (Tapirus bairdi) diketahui hidup di Meksiko dan Amerika Tengah.
Sedangkan di Kolombia sekarang ini hampir seluruh kawasan utaranya Tapir hidup dalam hutan alam. Selain itu Tapir Brasil yang mendiami wilayah hutan hujan dataran rendah Amerika Selatan. Jenis yang terakhir adalah Tapir Gunung yang memang hidup di daerah hutan-hutan pegunungan sebelah utara pegunungan Andes di Kolombia dan Ekuador.
Pada zaman prasejarah, menurut hasil penelitian Septiwati, Tapir telah mendiami benua Eropa, Amerika Selatan, Amerika Utara, Asia Tenggara termasuk Cina.
Sayangnya tidak diperoleh informasi mengenai keberadaannya di benua Afrika, Australia atau Antartika. ‘’Nenek moyang Tapir tidak terlihat adanya perbedaan yang nyata dengan jenis-jenis Tapir saat ini,’’ kata Septiwati.
Demikian juga dengan ciri khas berupa hidungnya yang tidak tumbuh semakin panjang sampai dengan zaman sekarang. ‘’Nenek moyang Tapir diketahui bermigrasi dari Amerika Tengah ke Amerika Utara, melintasi Panama sekitar 2–3 juta tahun yang lalu,’’sebutnya.
Dari penjelasan Septiwati, semua anak Tapir mempunyai garis melintang dan bercak terang pada kulitnya, Hal ini sebagai alat kamuflase. Hewan itu sekilas tampak mirip satu sama lain. Namun demikian, ada perbedaan pada masing-masing jenis Tapir.
‘’Rata-rata berat anak Tapir sekitar 15–25 pound atau setara dengan 6,8 kilogram–11,3 kilogram,’’ kata dia mengakhiri. ***