TRENGGILING JADI AJANG PERBURUAN LIAR

Sisiknya pun Dikejar

Feature | Minggu, 18 November 2012 - 07:08 WIB

Sisiknya pun Dikejar
Trenggiling selain lucu, juga bermanfaat untuk berbagai macam bahan pembuatan obat-obatan. (Foto: wikipedia.org)

Manis Javanica (trenggiling) kini tak hanya sekedar makhluk lucu bila dipandang mata. Makhluk pemakan semut yang kulitnya terbuat dari sisik keras ini ternyata punya banyak potensi yang menggugah pemilik uang.

Laporan BUDDY SYAFWAN dan EVI SURYATI, Bengkalis

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Makhluk-makhluk berkulit coklat itu masih menggulung di dalam sejumlah bungkusan plastik berwarna biru yang ada di dalam kerangkeng-kerangkeng kecil yang ada di dalam dua buah mobil yang ditangkap oleh aparat Kepolisian Resort Bengkalis, Senin (12/11).

Sebagian terlihat lemas, ada juga yang mati, sebagian lainnya masih terlihat sehat. Makhluk-makhluk tersebut, rencananya akan diseberangkan ke luar negeri. Namun, keburu tertangkap dalam operasi penyergapan yang dilakukan oleh jajaran Satreskrim Polres Bengkalis di Desa Sepahat Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis.

Penangkapan ini adalah kali kesekian yang pernah dilakukan oleh pihak kepolisian dalam beberapa tahun terakhir dan berhasil digagalkan. Selanjutnya, makhluk-makhluk lucu bermulut lancip ini pun di lepasliarkan kembali ke areal hutan di sekitar kawasan di kabupaten di pesisir Riau ini.

Mengapa trenggiling menjadi objek perdagangan yang diburu? ternyata ada banyak sekali fakta yang bisa menunjukkan bahwa satwa yang banyak terdapat di kawasan hutan dataran rendah ini memiliki keunggulan. Misalnya saja, biasa digunakan sebagai obat ramuan tradisional Cina, makanan, bahkan sampai digunakan sebagai bahan campuran pembuatan narkotika kelas satu.

Belum diketahui persis apa motif dari perdagangan trenggiling ke luar negeri tersebut. Namun, yang pasti, satwa Apendix 2 yang konon terakhir dinaikkan tingkat kritisitasnya menjadi Apendix 1 ini begitu diburu.

World Wild Fund for Nature (WWF) Program Riau, mencoba beberapa kali melakukan penelusuran terhadap motif perdagangan satwa ini. Namun, memang tak mudah untuk membongkarnya karena, bisnis ini terkait dengan peredaran ‘’uang besar’’ yang melibatkan banyak pihak dan lintas wilayah.

‘’Ada pemburu, ada pemesan dan pengumpul, juga ada pembeli,’’ ungkap Osmantri, Koordinator Perdagangan Satwa Liar WWF Riau yang dikonfirmasi seputar praktik perdagangan satwa dilindungi ini, dan ini, diakui dia, sudah berlangsung lama, tak hanya di wilayah Riau, namun juga berbagai kawasan hutan di Sumatera.

‘’Kalau yang tertangkap kemarin, itu tidak semuanya berasal dari Bengkalis dan sekitarnya. Ada yang laporannya dari Jambi. Tapi, kewenangan untuk itu masih dilakukan penyidikannya oleh pihak kepolisian,’’ sebut Osmantri. ‘’Saya sendiri belum mendapat laporan resmi seputar praktik pedagangan tringgiling ini. Tapi, kita sangat berterima kasih karena pihak kepolisian berhasil mengangkap barang buktinya,’’ sebut lelaki yang biasa disapa Abeng ini.

Seekor trenggiling di pasaran internasional ternyata mempunyai harga yang sangat fantastis. Sebut saja, untuk harga perkilogramnya, bisa mencapai Rp800 ribu. Dengan total berat badan antara 10-12 kilogram per ekor, harga per ekornya bisa mencapai puluhan juta rupiah. Angka yang sangat luar biasa. Karena itulah, satwa ini menjadi begitu di cari.

‘’Ya, seperti penelusuran kita, di salah satu negara, bahkan harga sup daging trenggiling itu bisa mencapai Rp1,5 juta. belum lagi harga sisiknya yang bisa dijadikan untuk obat-obatan termasuk obat kulit dan ramuan tradisional termasuk untuk pembuatan narkotika,’’ imbuh Abeng.

Dari penelusuran Riau Pos di salah satu situs menyebutkan, harga per kilogram daging trenggiling bisa mencapai 112 dolar atau berkisar Rp1 juta. Adapun untuk harga sisiknya, per keping bisa mencapai Rp9.000.

Hal tersebut juga dikuatkan Erizal, staf WWF yang beberapa kali melakukan penelusuran terhadap praktik perdagangan liar bahwa, perdagangan ini memang menggiurkan, namun, sekaligus juga melawan hukum.

‘’Ya, kalau dulu, setahu saya masih Apendix 2, namun, sekarang sudah dinaikkan statusnya menjadi Apendix 1 karena jumlah populasinya yang terus menurun terkait penangkapan dalam jumlah besar satwa yang memakan semut dan serangga kecil untuk hidupnya itu,’’ sebut Rizal.

Karena dilindungi, karena itulah, lanjut Rizal, tidak dibenarkan adanya praktik perdagangan liar untuk trenggiling ini. Hanya saja, memang, diakui dia, ada banyak sekali motif yang dilakukan untuk perdagangan satwa ini. Termasuk lokasi transaksi pengirimannya.

Dalam proses penangkapan yng dilakukan Polres Bengkalis, dijelaskan Erizal, jumlah trenggiling yang berhasil diamankan sebanyak 106 ekor. Dari jumlah tersebut, lebih dari tiga ekor mati, sisanya itulah yang kemudian dilepasliarkan kembali ke hutan.

Seluruh trenggiling hasil sitaan penegak hukum itu dilepaskan ke Suaka Marga Satwa Bukit Batu di Danau Pulau Besar-Danau Bawah dengan disaksikan sejumlah pihak terkait, termasuk Kepala Resort SM Bukit Batu Jusman, Chief Security BOB, Yuswandi, Koordinator Polhut BBKSDA Riau, M Putraper, PPNS Hamka Harahap, jajaran kepolisian Polres Bengkalis.

Pemalu dan Bermanfaat

Kawasan hutan di Bukit Batu sendiri menjadi salah satu kawasan yang selama ini menjadi habitat hidup trenggiling di wilayah Riau, selain di beberapa kawasan hutan basah lainnya seperti di Kabupaten Pelalawan, Indragiri Hulu.

Trenggiling adalah jenis mamalia menyusui. Hidup di hutan basah, trenggiling termasuk satwa yang bisa mengerat bahkan sering ditemukan di atas pepohonan. Dengan lidahnya yang bisa menjulur mencapai 1/2 dari panjang badannya, trengiling bisa dengan mudah menangkap mangsanya.

‘’Bagi manusia, sebenarnya tidak berbahaya, bahkan cenderung sebagai satwa pemalu. Namun, bila dikaitkan dengan pertahanan diri, trenggiling mempunyai alat pertahanan diri yang bisa menjadi perisai saat dia diganggu oleh musuh alaminya. Sisiknya berfungsi sebagai pertahanan karena keras dan sulit ditembus,’’ungkap Osmantri.

Ditangkap

Jajaran Polres Bengkalis menyebutkan, yang pasti sedikitnya Rp800 juta uang negara berhasil diselamatkan karena seratus ekor hewan tersebut ditaksir beratnya mendekati 1 ton. Sementara harga trenggiling di pasaran sekitar Rp800 ribu/kg.

Penggagalan penyelundulupan trenggiling itu sendiri dipimpin langsung Kasatreskrim AKP Dalizon SIK bersama 13 anggota Satreskrim yang sebelumnya sudah mengendus aktivitas pelaku dan mendapat informasi jika di Desa Sepahat, tepatnya di Merambung sering dijadikan tempat transit penyelundupan trenggiling ke Malaysia.

Kapolres Bengkalis AKBP Toni Ariadi melalui Kasatreskrim AKP Dalizon didampingi KaurBin Ops IPDA Rudi C Butar-Butar kepada wartawan Selasa (13/11) menjelaskan, empat tersangka yang diamankan ada dua warga Jambi.

Kendati penangkapan pelaku tidak mendapat perlawanan, namun setidaknya membutuhkan kerja keras anggota. Sebab, lokasi di hutan dan dalam keadaan gelap gulita karena hari sudah malam.

Menurut Dalizon lagi, hasil pemeriksaan sementara, penyelundupan trenggiling yang dilakukan para tersangka sudah menjadi pekerjaan tetap. Pasalnya mereka sudah 15 kali menyelundupkan trenggiling ke Malaysia, tapi tempatnya berpindah-pindah sesuai tempat yang aman sebagaimana kesepakatan dengan pihak penadah dari Malaysia.

‘’Pihak BKSDA Riau yang sudah datang ke Bengkalis menjemput trenggiling tersebut untuk kemudian dilepas ke habitatnya. Kemungkinan ada beberapa ekor yang mati, namun kita belum cek pastinya, karena kita nunggu pihak BKSDA untuk mengecek bersama-sama,’’ ujarnya lagi.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook