Sekilas tidak terlihat keistimewaan dari sebuah batu yang berdiri kokoh di lapangan bekas Kantor Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau. Namun, prasasti yang sudah termakan usia itu ternyata jadi penanda pengibaran merah putih pertama di Pekanbaru. Bagaimana kisahnya?
----------------------
Laporan MARRIO KISAZ, Pekanbaru
HARI ini sudah 68 tahun Indonesia merdeka. Para pejuang kemerdekaan di Pekanbaru dulu menyambut kabar merdeka dengan sukacita. Persiapan upacara proklamasi kemerdekaan di Riau ketika itu juga dilakukan secara mendadak.
Ini dilakukan, untuk memanfaatkan momen proklamasi kemerdekaan yang sudah didengungkan terlebih dahulu di Jakarta dan beberapa daerah lainnya di Jawa. Bahkan, pada saat tersebut, mencari
kain untuk dijadikan bendera sangatlah sulit. Alhasil, kain putih diperoleh dari sumbangan Ketua Organisasi Angkatan Muda PTT, Basrul Jamal dari persiapan kain kafan keluarganya, serta kain merah diambil dari taplak meja rumahnya.
‘’Saat itu sangat sulit mencari kain. Beda sekali dengan saat ini. Kain yang diperoleh dijahit oleh istri Basrul Jamil dan dikibarkan ditengah Jepang yang masih gencari-gencarnya mengawasi gerak-gerik pejuang dan pemuda di Riau. Seingat saya, M Danil Syah yang merupakan pegawai Post dan Telegram (PTT) yang membawa bendera merah putih pertama dikibarkan di Riau,’’ ujar saksi sejarah Kol (purn) Abbas Jamil.
‘’Di sanalah (Lapangan Kantor Dinas PU, red) pertama kali dikibarkan bendera merah putih. Tepatnya tanggal 27 Agustus tahun 1945,” ungkap pejuang yang ikut jadi saksi getirnya perjuangan pada masa itu.
Semua kenangan masa pergolakan itu diabadikan di sebuah batu prasasti di halaman kantor PU Riau Jalan Ahmad Yani. Prasasti itu menghadap ke jalan Riau. Tidak banyak yang mengetahui prasasti itu. Bukti sejarah yang menjadi tanda perjuangan dengan pengorbanan darah dan air mata pejuang terdahulu itu seakan terabaikan.
Tidak sulit untuk menemukan prasasti tersebut. Berada di tengah lapangan kantor Dinas PU dengan dilingkari pagar sederhana berwarna putih. Batu prasasti bertuliskan bukti sejarah itu ditempatkan di atas tanah berukuran sekitar 10-30 meter. Untuk melihat lebih dekat, harus melewati lantai kecil persegi panjang setinggi lima tingkat dengan disemen berwarna putih melingkari prasasti berukuran antara 1x2 meter tersebut.
Di pojok kiri prasasti kemerdekaan tersebut terlihat tiang bendera yang masih terlihat kokoh menopang sang Merah Putih berkibar. Sementara, di sekeliling bukti sejarah itu terdapat beberapa pohon dan terparkir kendaraan roda empat pegawai Dinas PU Provinsi Riau. Terawat dan terjaga, namun batu prasasti itu seakan tidak mendapatkan tempat yang layak seperti bukti-bukti sejarah lainnya di museum sejarah nasional, bahkan internasional.
Sekilas memang tidak terlihat keistimewaan batu yang sudah mulai terlihat kusam itu. Namun jika diperhatikan secara seksama masih terlihat goresan tinta yang sudah mulai memudar di batu tersebut. Catatan singkat itulah yang menjadi bukti bahwa di kawasan tersebut pernah dikibarkan bendera merah putih pertama kali di Pekanbaru, Riau.
Tertulis di batu prasasti tersebut, ‘’Di sekitar ini Merah Putih pertama dikibarkan di atas atap kantor PTT dalam suasana perebutan kekuasaan tanggal 19 September 1945 pukul 14.00 oleh angkatan muda PTT Pekanbaru’’. Prasasti diresmikan oleh Gubernur Riau HR Soebrantas pada tanggal 10 November 1978.
Salah seorang pegawai Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau, Deny mengaku mengetahui keberadaan batu prasasti tersebut. Dia sering melihat batu tersebut saat upacara pagi di kantornya.
‘’Ya batu prasasti itu ada dan saat ini masih ada. Kami di sana kan upacara setiap pagi. Prasastinya dapat terlihat dengan mudah, karena berada tepat di lapangan,’’ ungkap pria yang tinggal di Jalan HR Soebrantas itu.
Menurut Abbas Jamil batu itu memiliki keistimewaan tersendiri. Karena dibawa secara estafet dari Bangkinang ke Pekanbaru dengan berjalan kaki. Perjuangan itu bukannya berjalan dengan mudah, sebab pasca menyerah dengan Sekutu, tentara Jepang masih berkeliaran dan melakukan pengawasan di tanah air, begitu juga di kawasan Riau.
‘’Saya tidak tahu apa alasannya batu prasasti itu dibawa dari Bangkinang. Yang jelas batu itu dibawa secara estafet dan menjadi bukti pengibaran bendera merah putih. Abbas mengaku kecewa dengan bukti sejarah yang seakan terlupakan.
‘’Satu harapan besar saya. Ingatlah Jas Merah. Seperti yang diungkapkan founding father, Pak Soekarno. Jas Merah, jangan sesekali melupakan sejarah. Karena melupakan sejarah sama saja melupakan jati diri kita,’’ papar pria yang saat ini merupakan ketua Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR) itu.
Sementara itu, pejuang lainnya, Raja Rusli mengatakan, kemerdekaan yang diraih bukan dengan instan, melainkan dari hasil perjuangan seluruh rakyat Indonesia.
‘’Ya batu prasasti itu menjadi bukti di sana pernah dilaksanakan pengibaran bendera merah putih pertama kali. Abbas Djamil bersama para pejuang dan pemuda lainnya bekerja keras untuk meneruskan proklamasi kemerdekaan di Riau,’’ terangnya.
Salah satu poin yang tidak terlupakan adalah upacara pengibaran bendera merah putih yang masih tetap dalam pengawasan tentara jepang dengan bersenjata lengkap. Pada saat itu, pejuang dan para pemuda tidak gentar dengan tetap bekomitmen untuk menyerukan dan mengibarkan bendera merah putih di Bumi Melayu Lancang Kuning.
‘’Zaman itu mesti dikenang. Sejarah memberikan cerita masa lalu untuk menjadi pelajaran dan motivasi bagi generasi yang akan datang,’’ urai pejuang yang ikut angkat senjata saat sebelum dan sesudah deklarasi kemerdekaan di beberapa daerah di Riau.
Menanggapi keberadaan prasasti tersebut, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau, SF Hariyanto mengatakan pihaknya akan memberikan perhatian ekstra untuk kawasan bersejarah tersebut. Namun, pihaknya terlebih dahulu akan berkoordinasi dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dan pihak-pihak terkait untuk langkah lanjutan.
‘’Yang jelas kita sudah punya planning untuk di kawasan tersebut. Areal itu akan kita sulap menjadi ruang terbuka hijau dan menjadi taman kota untuk masyarakat,’’ ungkapnya.
Menurutnya, konsep ruang terbuka hijau dipilih sebagai salah satu komitmen dalam memberikan kenyamanan kepada masyarakat untuk fasilitas bersantai. Tentunya didukung dengan konsep green city. Diharapkan, nantinya areal batu prasasti kemerdekaan itu dapat dikemas sedemikian rupa, sehingga dapat dikunjungi sebagai wisata sejarah.
Tidak hanya itu, dia juga menambahkan, bahwa kawasan ruang terbuka hijau itu akan didukung dengan sarana transportasi terbaik. Di mana, Jalan Ahmad Yani dan Jalan Riau di sekitar kawasan ruang terbuka hijau akan diperlukan untuk mengatasi kemacetan.
‘’Kalau sudah dibuat sedemikian rupa. Tentunya batu prasasti tersebut akan lebih tertata secara baik dan layak. Kami akan membuat senyaman mungkin, yang pasti suasana asri tetap prioritas dan terbuka untuk seluruh masyarakat dengan tidak meninggalkan kesan budaya dan sejarahnya,’’ imbuh Hariyanto.(ksm)